Aku keluar dari gedung tempat ku bekerja dengan berurai air mata. Bahkan Pak Tomo security di sana menyapa ku seperti biasa pun tak ku hiraukan. Aku berjalan sambil terus menghapus air mataku yang tidak ingin berhenti mengalir.
Aku tak pernah membayangkan jika hal menjijikan seperti itu menimpa diriku. Dasar lelaki mesum! Lelaki brengsek! Tidak bermoral! Aku pun terus berjalan sambil mengumpat dalam hati.
Dilain sisi, Aditya berjalan santai menuju parkiran mobil. Namun terlihat jelas jika wajahnya tengah berpikir keras. Alvian, sang sekertaris pribadinya pun sudah stand by di samping pintu mobilnya dan membuka pintu belakang mobil saat melihat kedatangan tuan mudanya itu. Perlahan mobil sedan hitam mengkilap itu meninggalkan tempat parkir gedung perusahaan itu.
Dari dalam mobil terlihat seorang gadis berjalan dengan mata sembab dan penampilan yang sedikit berantakan. Aditya terdiam dan menghela nafasnya secara kasar. Sedangkan Alvian hanya memperhatikan tuan mudanya dari kaca spion.
"Alvian." panggil Aditya.
"Iya tuan!"
"Cari tau semua tentang gadis itu. Semuanya. Dan laporkan segera kepadaku." ujarnya sambil menatap keluar jendela.
"Baik tuan muda." jawab Alvian mantap. Lelaki yang sudah lama berada disisinya itu tau siapa gadis yang dimaksud tuannya tersebut.
*****
Setelah turun dari angkutan umum, Aku pun sedikit mempercepat jalan ku menuju rumah Bang Tigor. Di sinilah aku berdiri sekarang. Di depan pintu rumah Bang Tigor sang lintah darat yang terkenal dengan kekejaman dan kebengisannya.
Tangan ku sedikit bergetar saat akan mengetuk pintu rumah tersebut. Aku menarik nafasku dalam-dalam dan membuangnya dengan perlahan. Setelah ku rasa tenang, aku pun mengetuk pintu rumah tersebut.
Tok ... Tok ... Tok ...
Tak lama kemudian pintu rumah tersebut dibuka. Berdirilah seorang lelaki bertubuh besar dan berkulit hitam dengan kalung emas yang besar melingkar di lehernya.
"Se-selamat sore Bang Tigor. Saya Rania, anak dari ibu Elis penjahit yang ada di gang tiga." sapa ku seramah mungkin. Lelaki itu hanya diam dan menatapku tajam.
"Bisa kah kita bicara sebentar?Saya ada perlu sama Bang Tigor." tukas ku.
Setelah mendengar tujuanku, lelaki itu pun tersenyum menyeringai sambil masih menatap ku. Dia pun membuka pintu rumahnya lebar - lebar.
"Masuklah! Dan silahkan duduk!," ujarnya dengan senyum menyeringai.
Dengan perasaan takut, aku pun duduk di sofa yang ada di ruang tamu rumah itu.
"Ada perlu apa kamu kemari?" tanyanya dengan tatapan yang masih tidak bersahabat itu.
"Bang, bolehkah saya meminjam uang?" tanyaku hati - hati.
"Pinjam uang?" tanyanya sambil terus menatapku. Aku pun mengangguk perlahan.
"Berapa?" tanyanya lagi tanpa basa - basi.
"Li-lima juta, Bang!" jawabku gugup.
Dia mengernyitkan keningnya sejenak. Dan dia kembali menatap ku dengan tatapan tajam.
"Apa kamu sudah tau, konsekuensinya meminjam uang dariku?" tanyanya. Aku pun mengangguk perlahan.
"Baiklah jika kamu sudah tau. Tunggu sebentar!." ujarnya lalu beranjak dari duduknya dan masuk kedalam rumahnya.
Aku duduk di ruang tamu rumah itu dengan perasaan campur aduk. Ingin rasanya aku lari sekencang-kencangnya dari rumah itu. Rumah ini sudah seperti rumah hantu yang begitu sangat menyeramkan.
Sepuluh menit pun berlalu, Bang Tigor pun keluar dari dalam dengan membawa amplop coklat. Dan ku yakini itu berisi uang yang akan aku pinjam.
"Ini!" dia melempar amplop coklat itu tepat dihadapanku. Dengan segera aku pun mengambil amplop itu.
"Kamu mau mengembalikan uang itu secara langsung atau kamu cicil?" tanyanya sambil terus menatapku dengan tatapan tajam.
"Saya cicil Bang. Saya akan mencicil uang pinjaman ini setiap bulannya." jawabku.
"Baiklah! Setiap tanggal sepuluh, kamu harus sudah menyerahkan uang yang kamu pinjam itu. Jangan sampai telat! Kamu tau kan, apa konsekuensinya jika telat membayar uang yang kamu pinjam?" jelasnya.
"Iya Bang saya tau. Saya usahakan tidak akan telat membayarnya." ujar ku.
"Bagus!" jawabnya menyeringai.
"Terima kasih Bang. Kalau begitu saya pamit pulang dulu." tukas ku. Lelaki itu tidak menjawab. Dia hanya tersenyum menyeringai dan terus menatapku dengan tatapan tajamnya.
Aku sedikit berlari saat keluar dari rumah Bang Tigor. Aku takut dia akan berbuat yang tidak - tidak kepadaku. Setelah sampai di ujung gang, aku menghembuskan nafas lega.
"Akhirnya aku keluar juga dari rumah terkutuk itu!" tukas ku sambil mengusap keringat dipelipis ku.
Aku pun berjalan menuju rumah tempat tinggal ku untuk mandi dan berganti pakaian sebelum aku menuju ke rumah sakit kembali.
*****
"Tuan muda." seru Alvian saat memasuki ruang kerja tuannya tersebut.
"Ada apa?" tanya Aditya yang tengah menyandarkan kepalanya di kursi kerjanya dengan mata terpejam.
"Saya sudah mencari tau tentang gadis yang anda maksud tadi." tukas Alvian.
"Katakan!"
"Namanya Rania Andity. Dia karyawan diperusahaan yang bekerja sama dengan kita tadi siang. Dia tinggal bertiga bersama ibu dan adik perempuannya yang masih sekolah SMA. Ibunya seorang penjahit rumahan biasa dan ayahnya sudah lama meninggal akibat kecelakaan kerja sepuluh tahun yang lalu. Dan ..." Alvian terdiam tak meneruskan kalimatnya.
Aditya membuka matanya yang tadinya terpejam. Ditatapnya Alvian dengan wajah dingin.
"Dan apa? Kenapa tidak kamu lanjutkan?" tanya Aditya.
"Dan dia sudah memiliki kekasih. Namanya Sean. Dia sudah menjalin hubungan dengan kekasihnya itu sejak SMA." jelas Alvian.
Aditya terkekeh mendengar penjelasan Alvian.
"Sudah punya pacar tapi belum pernah berciuman? Sangat menarik." tukas Aditya.
"Dan saat ini ibunya sedang dirawat di rumah sakit akibat hipertensi dan infeksi lambung akut. Sepertinya gadis itu tidak memiliki biaya untuk perawatan sang ibu. Karena sampai sekarang dia masih belum melunasi biaya rumah sakit tempat ibunya dirawat." jelas Alvian.
"Benarkah? Baiklah, Ayo kita mengunjungi calon ibu mertua ku!" tukas Aditya lalu beranjak dari duduknya dan berjalan meninggalkan ruangan kerjanya itu.
*****
Selepas mandi dan berganti pakaian, aku pun pergi ke rumah sakit tempat Mama dirawat. Dengan bergegas aku pun menuju tempat administrasi untuk melunasi biaya perawatan Mama.
"Permisi, selamat sore." sapa ku pada petugas administrasi tersebut.
"Iya selamat sore mbak. Ada yang bisa saya bantu."
"Saya mau melunasi biaya perawatan atas nama ibu Elis." tukas ku.
"Tunggu sebentar ya mbak. Saya check dulu." aku pun mengangguk perlahan.
Beberapa menit kemudian.
"Maaf mbak, biaya perawatan atas nama ibu Elis sudah dibayar lunas mbak!" ujar petugas di sana.
"Sudah dibayar lunas? Sama siapa mbak?" tanyaku heran.
"Maaf mbak, di sini tidak tertulis siapa-siapa yang membayarnya." jawab petugas itu.
"Baiklah kalau gitu terima kasih." ujar ku lalu beranjak pergi meninggalkan ruang itu.
Selama perjalanan menuju ruang perawatan Mama, aku berpikir keras. Siapa yang sudah melunasi biaya perawatan rumah sakit Mama? Apakah paman Soni? Atau mungkin Sean?
"Aku harus tanya Sean nanti." ujar ku. Aku terus melangkahkan kakiku menuju ruang perawatan Mama.
Saat aku masuk kedalam ruang perawatan, terdengar suara Mama sedang mengobrol dengan seseorang. Dan ...
"Assalamualaikum ... Kamu?" teriakku dengan begitu kerasnya.
Lelaki itu hanya tersenyum saat melihatku. a
"Kakak. Kok teriak-teriak gitu sih. Ada tamu kok gak sopan?." tukas Mama.
"Ngapain kamu di sini, hah?" tanya ku geram dan tak menghiraukan perkataan Mama ku.
"Aku ... Mau menjenguk ibu mertua lah." jawabnya santai.
Aku membulatkan mataku lebar - lebar mendengar ucapan lelaki mesum itu. Sementara Mama, Mama hanya tersenyum senang sambil menatap wajah Aditya.
"Jangan mimpi!" tukas ku jutek.
Aditya hanya tersenyum menanggapi semua ucapan ku.
"Vania kemana sih, Mama kok di tinggal berdua sama lelaki abnormal ini!!." gumam ku kesal.
"Kak, sini duduk di samping Mama. Kenapa berdiri di situ aja sih." ujar Mama. Aku pun berjalan mendekat kearah Mama. Aditya menatap ku dengan seringainya.
"Mending kamu pulang deh. Udah ada aku disini kan!." ujar ku jutek.
"Kak kok ngomong gitu sih. Nak Aditya kesini kan niatnya baik mau jenguk Mama. Kok malah kamu usir," tukas Mama membela. Aku menatap wajah Aditya dengan tajam.
"Tidak apa-apa kok Ma. Mungkin Rania lagi dapet. Makanya dia sedikit galak!" jawabnya sambil mengedipkan sebelah matanya kearah ku.
"Dasar mesum!" batinku.
"Kamu barusan panggil apa? Mama? Sejak kapan Mama ku jadi Mama mu?" ketus ku.
"Kakak!" Mama memelototi ku.
"Ck, sudah sana pergi!" usir ku tanpa melihatnya sedikitpun.
"Rania! Jangan keterlaluan ya!" tukas Mama.
"Mama kenapa belain dia sih?" kesal ku.
"Eehhmm Ma, aku pulang dulu ya. Mama cepet sembuh. Kalau ada waktu aku akan mampir." pungkasnya.
"Kamu hati-hati ya. Jangan sungkan main ke rumah." ujar Mama ramah. Aditya mengangguk perlahan.
Saat akan melangkah pergi, dia melirik ku sekilas masih dengan seringai diwajahnya.
"Aaaarrrrgggghhhh ... Menyebalkan!" batinku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments