Bab 2. Problematika Kehidupan

Sean mengajakku makan bakso di warung pak Umar. Sejak masih SMA dulu, aku dan Sean sering banget makan di sana. Setelah dua puluh menit perjalanan, akhirnya kami pun sampai di warung bakso pak Umar.

Kami pun memesan dua porsi bakso dengan ukuran jumbo dan dua gelas es teh manis. Tak lama kemudian pesanan kami pun datang. Aku dan Sean langsung memakan bakso itu dengan lahapnya. Selain rasa bakso itu yang enak, kita juga kelaparan. Dalam waktu beberapa menit saja, mangkuk kita yang tadinya penuh, sekarang habis tak tersisa.

"Mau tambah?" tanya Sean saat melihatku telah selesai meminum es teh manis hingga habis tak tersisa.

"Kalau masih lapar, tambah lagi aja. Tenang! Aku yang traktir. Jadi kamu bisa makan sepuasnya," tukas Sean. Aku menggeleng cepat.

"Enggak. Aku udah kenyang!" jawabku.

"Ya sudah. Kita bungkus aja buat Vania sama Mama kamu," tukas Sean.

"Gak usah Sean. Aku kan gak bilang sama mereka kalau aku bolos kerja. Mereka tau nya kan aku sedang kerja sekarang," ujar ku. Sean menunduk menatap mangkuk yang telah kosong di depannya.

"Maafin aku ya, Rania. Gara-gara aku kamu jadi bolos kerja dan bohong begini," tukas Sean sedih. Aku menggenggam tangan Sean yang ada di atas meja dan tersenyum menatapnya.

"Aku gak apa-apa kok. Kamu gak usah ngerasa bersalah begitu," ujar ku.

*****

Selepas dari warung bakso pak Umar. Sean mengajakku jalan-jalan mengelilingi kota. Kami berdua bercanda sambil menikmati suasana sore dengan motor matic milik Sean. Sudah lama sekali aku dan Sean tidak berkeliling kota seperti ini.

Dulu saat aku dan Sean masih sekolah, hampir setiap hari kita berkeliling seperti ini sepulang sekolah. Namun semenjak kita lulus dan aku sudah bekerja, kita sudah tidak pernah seperti ini. Kalaupun kita pergi keluar, kita pasti janjian ketemu di mall atau bioskop. Karena aku melarang Sean menjemput ku di rumah. Mama pasti ngomel jika melihatku pergi dengan Sean.

Aku melirik jam tangan yang ada di tanganku. Sudah waktunya jam pulang kantor.

"Sean, kita pulang yuk! Sudah sore nih" pinta ku dengan sedikit mendekat dan berteriak di telinga Sean.

"Memang sudah jam berapa?" tanyanya dengan berteriak juga.

"Sudah jam lima." jawabku.

"Oohh, ok. Kita langsung pulang," ujarnya.

Sean pun langsung melajukan motornya sedikit lebih kencang menuju tempat tinggal ku.

"Sean, berhenti di depan gang saja. Gak usah di depan rumah." pinta ku padanya.

"Loh kenapa?" tanyanya. Aku terdiam. Tidak enak kan kalau aku bilang takut Mama marah.

"Kamu takut aku di marahi Mama kamu?" tanyanya.

"Iya."

"Kamu tenang aja. Aku gak apa-apa kok. Kan sudah kebal juga kena omel Mama kamu." jawabnya dengan bercanda.

Seperti itulah Sean. Semua permasalahan dalam hidupnya selalu dianggap bercandaan. Aku tau jika selama ini bukannya dia tidak serius dengan masa depannya. Namun memang takdir dan nasib saja yang selalu tidak berpihak kepadanya.

Motor Sean berhenti tepat di depan pintu pagar rumahku. Terlihat Mama mengintip dari balik jendela rumah tanpa mau keluar menemui Sean. Aku hanya menghela nafas panjang.

"Kamu hati-hati ya pulangnya." seru ku.

"Iya. Kamu jangan mandi malam-malam. Nanti masuk angin. Aku balik ya. Dah Rania." tukasnya lalu pergi meninggalkan rumahku dengan motornya.

Aku pun membuka pagar dan langsung masuk ke dalam.

"Assalamualaikum." sapa ku saat membuka pintu dan masuk kedalam rumah.

"Waalaikumsalam." sahut Mama yang sedang berdiri di dekat pintu. Aku pun menyalami tangan Mama.

"Sampai kapan kamu akan berhubungan dengan si pengangguran itu?" tanya Mama sambil merapikan jahitan baju punya tetangga. Aku hanya terdiam lalu duduk di meja makan sambil menuang air putih ke dalam gelas dan meminumnya.

"Ngurusin dirinya sendiri saja gak becus. Apalagi mau ngurusin kamu nantinya. Kamu mau di kasih makan apa sama dia. Makan cinta. Kalau Mama sih ogah ya. Jaman sekarang udah tambah sulit, apa-apa serba mahal. Dan semua itu belinya pakai uang. Hari gini kok mau di kasih makan cinta!" aku menghela nafas berat.

Setiap kali aku diantar pulang oleh Sean. Mama akan selalu ngomel seperti itu. Ingin rasanya aku membantah setiap ucapan Mama. Namun aku selalu ingat pengorbanan Mama selama ini untukku dan Vania. Beliau rela kerja siang malam demi sekolah ku dan Vania. Demi menafkahi aku dan adikku. Aku langsung beranjak masuk ke dalam kamarku sebelum setan meracuni hatiku untuk menjadi anak yang durhaka.

Aku merebahkan tubuhku di atas tempat tidur ku. Sejenak aku memejamkan mataku menahan lelah dalam hati ini. Ponselku tiba-tiba berdering. Aku pun beranjak duduk dan merogoh tas ku mengambil ponselku yang ada di sana. Ada pesan dari Sean.

"Jangan lupa langsung mandi. Mama kamu pasti ngomel ya. Maafin aku ya." aku menghela nafas panjang lalu beranjak dari sana menuju lemari pakaian untuk mengambil pakaian ganti dan segera menuju kamar mandi untuk menyegarkan badanku yang lengket akan keringat seharian ini.

*****

Sejak pagi aku sudah disibukkan dengan beberapa surat jalan dan berkas - berkas yang menumpuk dimeja ku. Karena kemarin aku tidak masuk kerja. Aku lumayan keteteran hari ini. Apalagi besok adalah akhir bulan. Berkas laporan bulanan harus di kumpulkan karena akan di evaluasi untuk bulan-bulan selanjutnya.

"Ran, kamu gak makan siang?" tanya Lila yang masih melihatku tenggelam dibalik layar komputer.

"Aduh kerjaan aku masih lumayan nih. Aku nitip aja deh," ujar ku dengan mata yang tak berpindah dari layar komputer.

"Kamu nitip apa?" tanya Lila.

"Cilok aja deh. Sepuluh ribu. Yang pedes." pinta ku.

"Ok. Itu aja?"

"Sama es teh manis deh. Biar seger." ujar ku.

Lila pun pergi meninggalkan kubikel tempatku bekerja. Sekarang hanya ada aku seorang diri di ruangan ini. Yang lain sudah pergi untuk makan siang. Aku yang sibuk membolak-balik berkas yang akan aku input ke dalam komputer pun sampai tak menyadari jika sedari tadi ponsel ku bergetar terus menerus.

*****

Aku berlari menuju ruang UGD dengan nafas yang memburu. Di sana terlihat Vania duduk sambil menangis ditemani oleh pak Ratno dan bu Mila, istrinya.

"Bagaimana kondisi Mama?" tanya ku panik saat berada di samping Vania.

"Kakak!" Vania langsung memeluk ku dan menangis dalam pelukanku.

"Mama masih di dalam Kak. Aku takut Kak!" ujar Vania sambil menangis.

"Mama kok sampai begini sih, dek? Kenapa Mama sampai seperti ini?" tanya ku panik.

"Aku juga gak tau Kak. Waktu aku pulang sekolah, Mama sudah pingsan di ruang tamu." jelas Vania.

Aku pun menangis sambil memeluk tubuh Vania dengan erat. Bu Mila mengusap lenganku supaya aku sedikit lebih tenang.

"Keluarga nyonya Elis?" panggil seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang UGD. Aku dan Vania langsung berdiri dan berlari mendekat ke arah dokter itu.

"Iya dok. Saya anak dari nyonya Elis," ujar ku.

"Tekanan darah nyonya Elis sangat tinggi. Untung saja cepat dibawa kemari untuk mendapat pertolongan. Kalau tidak pembuluh darahnya bisa pecah dan akan beresiko stroke atau tidak tertolong nya nyawa nyonya Elis." kaki ku serasa lemas saat mendengar penjelasan dokter di sana.

"Lalu bagaimana kondisi ibu saya sekarang dok? Dia baik - baik saja kan?" tanyaku panik.

"Nyonya Elis sudah di beri obat penurun tekanan darah. Nyonya Elis juga harus di rawat inap disini untuk beberapa hari sampai kondisinya membaik. Takutnya jika pulang, nanti kalau ada apa - apa tidak bisa tertolong lagi." jelas dokter itu.

Aku pun menghela nafas berat. Akhirnya aku pun setuju jika Mama di rawat di sana untuk beberapa hari. Namun sekarang yang jadi beban pikiranku adalah biaya rumah sakit ini. Aku hanya memiliki sedikit tabungan. Karena gaji bulanan ku sudah aku berikan pada Mama sebagian untuk biaya hidup kita sehari - hari dan sekolah Vania.

"Mari ikut saya ke bagian administrasi untuk mengurus pembayaran rawat inap dan tanda tangan berkas- berkas nyonya Elis." ujar seorang perawat yang menuntunku menuju tempat administrasi.

"Kamu tunggu di sini ya, dek. Kakak mau ke ruang administrasi dulu," tukas ku pada Vania. Vania pun menurut.

Dengan langkah yang berat aku pun berjalan mengikuti langkah perawat di depanku.

***

Maaf ya reader, author hanya ingin menjadi penulis yang benar. Selama ini tulisan author masih amburadul. Jadi ke depannya agar bisa lebih baik lagi. 🙏🤗

Terpopuler

Comments

De Afekh..

De Afekh..

awal komentarku....mulai menarik ceritanya

2021-02-22

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Audisi
2 Bab 2. Problematika Kehidupan
3 Bab 3. Kau Seperti Pengemis!
4 Bab 4. Beban
5 Bab 5. Ciuman Pertama Ku
6 Bab 6 Calon Ibu Mertua
7 Bab. 7 Tertarik
8 Bab. 8 Mood Swing
9 Bab. 9 Permainan Akan Segera Di Mulai
10 Bab. 10 Rencana Licik Boss
11 Bab. 11 Ancaman
12 Bab. 12 Selangkah Lagi
13 Bab. 13 Awal Dari Semuanya
14 Bab. 14 Awal Yang Bahagia
15 Bab. 15 Menunggu
16 Bab. 16 Ajakan
17 Bab. 17 Kisah Kelam Aditya ( 1 )
18 Bab. 18 Kisah Kelam Aditya ( 2 )
19 Bab. 19 Identitas Baru, Kehidupan Baru
20 Bab. 20 Gangguan
21 Bab. 21 Perubahan Cinderella
22 Bab. 22 Pameran Lukisan
23 Bab. 23 Dengan Caraku
24 Bab. 24 Terjerat
25 Bab. 25 Hal Konyol
26 Bab. 26 Kesalahan
27 Bab. 27 Bodoh
28 Bab. 28 Kembalinya Sang Mantan
29 Bab. 29 Memihak
30 Bab. 30 Jangan Sentuh Milik Ku!!
31 Bab. 31 Amarah
32 Bab. 32 Suka Atau Duka?
33 Bab. 33 Tidur Bersama
34 Bab. 34 Tiba - Tiba Dingin
35 Bab. 35 Di Balik Senyuman
36 Bab. 36 Di Abaikan
37 Bab. 37 Kabur ( 1 )
38 Bab. 38 Kabur ( 2 )
39 Bab. 39 Pengawal Pribadi
40 Bab. 40 Bertemu Lagi
41 Bab. 41 Di Belakang
42 Bab. 42 Pertama
43 Bab. 43 Tindakan Bodoh
44 Bab. 44 Dampak Buruk
45 Bab. 45 Teman
46 Bab. 46 Mencari Rania
47 Bab. 47 Titik Terang
48 Bab. 48 Tidak Sebanding
49 Bab. 49 Melihatmu Kembali
50 Bab. 50 Galau
51 Bab. 51 Perasaan Apa Ini?
52 Bab. 52 Malam Pertama
53 Bab. 53 Terikat
54 Bab. 54 Berita Tersembunyi
55 Bab. 55 Kebahagiaan Dibalik Kesedihan
56 Bab. 56 Kehadiran Yang Tidak Tepat
57 Bab. 57 Banyak Anak
58 Bab. 58 Rewel
59 Bab. 59 Bedrest
60 Bab. 60 Pengkhianatan
61 Bab. 61 Menutupi
62 Bab. 62 Egois
63 Bab. 63 Mantan Teman Kencan
64 Bab. 64 Memaafkan
65 Bab. 65 Ego
66 Bab. 66 Kebiasaan Baru
67 Bab. 67 Badai Siap Menghadang
68 Bab. 68 Pengabdian
69 Bab. 69 Cara Menghabiskan Uang Suami Dengan Benar
70 Bab. 70 Negosiasi
71 Bab. 71 Malaikat Tak Bersayap
72 Bab. 72 Mirip
73 Bab. 73 Tak Lagi Sama
74 Bab. 74 Toxic
75 Bab. 75 Pengkhianatan
76 Bab. 76 Saling Menyakiti
77 Bab. 77 Mengakhiri
78 Bab. 78 Di Hantui
79 Bab. 79 Jadi Gila
80 Bab. 80 Good News? Bad News?
81 Bab. 81 Kabur
82 Bab. 82 Tak Tau Tujuan
83 Bab. 83 Ijinkan Tinggal
84 Bab. 84 Orang Baik
85 Bab. 85 Tergantikan
86 Bab. 86 Hancur Secara Tidak Langsung
87 Bab. 87 Ketemu
88 Bab. 88 Apalagi Ini?
89 Bab. 89 Titik Terendah
90 Bab. 90 Pedihnya Kehilangan
91 Bab. 91 Pelangi Setelah Badai
92 Visual Soul Mine
93 Extra Part
Episodes

Updated 93 Episodes

1
Bab 1. Audisi
2
Bab 2. Problematika Kehidupan
3
Bab 3. Kau Seperti Pengemis!
4
Bab 4. Beban
5
Bab 5. Ciuman Pertama Ku
6
Bab 6 Calon Ibu Mertua
7
Bab. 7 Tertarik
8
Bab. 8 Mood Swing
9
Bab. 9 Permainan Akan Segera Di Mulai
10
Bab. 10 Rencana Licik Boss
11
Bab. 11 Ancaman
12
Bab. 12 Selangkah Lagi
13
Bab. 13 Awal Dari Semuanya
14
Bab. 14 Awal Yang Bahagia
15
Bab. 15 Menunggu
16
Bab. 16 Ajakan
17
Bab. 17 Kisah Kelam Aditya ( 1 )
18
Bab. 18 Kisah Kelam Aditya ( 2 )
19
Bab. 19 Identitas Baru, Kehidupan Baru
20
Bab. 20 Gangguan
21
Bab. 21 Perubahan Cinderella
22
Bab. 22 Pameran Lukisan
23
Bab. 23 Dengan Caraku
24
Bab. 24 Terjerat
25
Bab. 25 Hal Konyol
26
Bab. 26 Kesalahan
27
Bab. 27 Bodoh
28
Bab. 28 Kembalinya Sang Mantan
29
Bab. 29 Memihak
30
Bab. 30 Jangan Sentuh Milik Ku!!
31
Bab. 31 Amarah
32
Bab. 32 Suka Atau Duka?
33
Bab. 33 Tidur Bersama
34
Bab. 34 Tiba - Tiba Dingin
35
Bab. 35 Di Balik Senyuman
36
Bab. 36 Di Abaikan
37
Bab. 37 Kabur ( 1 )
38
Bab. 38 Kabur ( 2 )
39
Bab. 39 Pengawal Pribadi
40
Bab. 40 Bertemu Lagi
41
Bab. 41 Di Belakang
42
Bab. 42 Pertama
43
Bab. 43 Tindakan Bodoh
44
Bab. 44 Dampak Buruk
45
Bab. 45 Teman
46
Bab. 46 Mencari Rania
47
Bab. 47 Titik Terang
48
Bab. 48 Tidak Sebanding
49
Bab. 49 Melihatmu Kembali
50
Bab. 50 Galau
51
Bab. 51 Perasaan Apa Ini?
52
Bab. 52 Malam Pertama
53
Bab. 53 Terikat
54
Bab. 54 Berita Tersembunyi
55
Bab. 55 Kebahagiaan Dibalik Kesedihan
56
Bab. 56 Kehadiran Yang Tidak Tepat
57
Bab. 57 Banyak Anak
58
Bab. 58 Rewel
59
Bab. 59 Bedrest
60
Bab. 60 Pengkhianatan
61
Bab. 61 Menutupi
62
Bab. 62 Egois
63
Bab. 63 Mantan Teman Kencan
64
Bab. 64 Memaafkan
65
Bab. 65 Ego
66
Bab. 66 Kebiasaan Baru
67
Bab. 67 Badai Siap Menghadang
68
Bab. 68 Pengabdian
69
Bab. 69 Cara Menghabiskan Uang Suami Dengan Benar
70
Bab. 70 Negosiasi
71
Bab. 71 Malaikat Tak Bersayap
72
Bab. 72 Mirip
73
Bab. 73 Tak Lagi Sama
74
Bab. 74 Toxic
75
Bab. 75 Pengkhianatan
76
Bab. 76 Saling Menyakiti
77
Bab. 77 Mengakhiri
78
Bab. 78 Di Hantui
79
Bab. 79 Jadi Gila
80
Bab. 80 Good News? Bad News?
81
Bab. 81 Kabur
82
Bab. 82 Tak Tau Tujuan
83
Bab. 83 Ijinkan Tinggal
84
Bab. 84 Orang Baik
85
Bab. 85 Tergantikan
86
Bab. 86 Hancur Secara Tidak Langsung
87
Bab. 87 Ketemu
88
Bab. 88 Apalagi Ini?
89
Bab. 89 Titik Terendah
90
Bab. 90 Pedihnya Kehilangan
91
Bab. 91 Pelangi Setelah Badai
92
Visual Soul Mine
93
Extra Part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!