Sean mengajakku makan bakso di warung pak Umar. Sejak masih SMA dulu, aku dan Sean sering banget makan di sana. Setelah dua puluh menit perjalanan, akhirnya kami pun sampai di warung bakso pak Umar.
Kami pun memesan dua porsi bakso dengan ukuran jumbo dan dua gelas es teh manis. Tak lama kemudian pesanan kami pun datang. Aku dan Sean langsung memakan bakso itu dengan lahapnya. Selain rasa bakso itu yang enak, kita juga kelaparan. Dalam waktu beberapa menit saja, mangkuk kita yang tadinya penuh, sekarang habis tak tersisa.
"Mau tambah?" tanya Sean saat melihatku telah selesai meminum es teh manis hingga habis tak tersisa.
"Kalau masih lapar, tambah lagi aja. Tenang! Aku yang traktir. Jadi kamu bisa makan sepuasnya," tukas Sean. Aku menggeleng cepat.
"Enggak. Aku udah kenyang!" jawabku.
"Ya sudah. Kita bungkus aja buat Vania sama Mama kamu," tukas Sean.
"Gak usah Sean. Aku kan gak bilang sama mereka kalau aku bolos kerja. Mereka tau nya kan aku sedang kerja sekarang," ujar ku. Sean menunduk menatap mangkuk yang telah kosong di depannya.
"Maafin aku ya, Rania. Gara-gara aku kamu jadi bolos kerja dan bohong begini," tukas Sean sedih. Aku menggenggam tangan Sean yang ada di atas meja dan tersenyum menatapnya.
"Aku gak apa-apa kok. Kamu gak usah ngerasa bersalah begitu," ujar ku.
*****
Selepas dari warung bakso pak Umar. Sean mengajakku jalan-jalan mengelilingi kota. Kami berdua bercanda sambil menikmati suasana sore dengan motor matic milik Sean. Sudah lama sekali aku dan Sean tidak berkeliling kota seperti ini.
Dulu saat aku dan Sean masih sekolah, hampir setiap hari kita berkeliling seperti ini sepulang sekolah. Namun semenjak kita lulus dan aku sudah bekerja, kita sudah tidak pernah seperti ini. Kalaupun kita pergi keluar, kita pasti janjian ketemu di mall atau bioskop. Karena aku melarang Sean menjemput ku di rumah. Mama pasti ngomel jika melihatku pergi dengan Sean.
Aku melirik jam tangan yang ada di tanganku. Sudah waktunya jam pulang kantor.
"Sean, kita pulang yuk! Sudah sore nih" pinta ku dengan sedikit mendekat dan berteriak di telinga Sean.
"Memang sudah jam berapa?" tanyanya dengan berteriak juga.
"Sudah jam lima." jawabku.
"Oohh, ok. Kita langsung pulang," ujarnya.
Sean pun langsung melajukan motornya sedikit lebih kencang menuju tempat tinggal ku.
"Sean, berhenti di depan gang saja. Gak usah di depan rumah." pinta ku padanya.
"Loh kenapa?" tanyanya. Aku terdiam. Tidak enak kan kalau aku bilang takut Mama marah.
"Kamu takut aku di marahi Mama kamu?" tanyanya.
"Iya."
"Kamu tenang aja. Aku gak apa-apa kok. Kan sudah kebal juga kena omel Mama kamu." jawabnya dengan bercanda.
Seperti itulah Sean. Semua permasalahan dalam hidupnya selalu dianggap bercandaan. Aku tau jika selama ini bukannya dia tidak serius dengan masa depannya. Namun memang takdir dan nasib saja yang selalu tidak berpihak kepadanya.
Motor Sean berhenti tepat di depan pintu pagar rumahku. Terlihat Mama mengintip dari balik jendela rumah tanpa mau keluar menemui Sean. Aku hanya menghela nafas panjang.
"Kamu hati-hati ya pulangnya." seru ku.
"Iya. Kamu jangan mandi malam-malam. Nanti masuk angin. Aku balik ya. Dah Rania." tukasnya lalu pergi meninggalkan rumahku dengan motornya.
Aku pun membuka pagar dan langsung masuk ke dalam.
"Assalamualaikum." sapa ku saat membuka pintu dan masuk kedalam rumah.
"Waalaikumsalam." sahut Mama yang sedang berdiri di dekat pintu. Aku pun menyalami tangan Mama.
"Sampai kapan kamu akan berhubungan dengan si pengangguran itu?" tanya Mama sambil merapikan jahitan baju punya tetangga. Aku hanya terdiam lalu duduk di meja makan sambil menuang air putih ke dalam gelas dan meminumnya.
"Ngurusin dirinya sendiri saja gak becus. Apalagi mau ngurusin kamu nantinya. Kamu mau di kasih makan apa sama dia. Makan cinta. Kalau Mama sih ogah ya. Jaman sekarang udah tambah sulit, apa-apa serba mahal. Dan semua itu belinya pakai uang. Hari gini kok mau di kasih makan cinta!" aku menghela nafas berat.
Setiap kali aku diantar pulang oleh Sean. Mama akan selalu ngomel seperti itu. Ingin rasanya aku membantah setiap ucapan Mama. Namun aku selalu ingat pengorbanan Mama selama ini untukku dan Vania. Beliau rela kerja siang malam demi sekolah ku dan Vania. Demi menafkahi aku dan adikku. Aku langsung beranjak masuk ke dalam kamarku sebelum setan meracuni hatiku untuk menjadi anak yang durhaka.
Aku merebahkan tubuhku di atas tempat tidur ku. Sejenak aku memejamkan mataku menahan lelah dalam hati ini. Ponselku tiba-tiba berdering. Aku pun beranjak duduk dan merogoh tas ku mengambil ponselku yang ada di sana. Ada pesan dari Sean.
"Jangan lupa langsung mandi. Mama kamu pasti ngomel ya. Maafin aku ya." aku menghela nafas panjang lalu beranjak dari sana menuju lemari pakaian untuk mengambil pakaian ganti dan segera menuju kamar mandi untuk menyegarkan badanku yang lengket akan keringat seharian ini.
*****
Sejak pagi aku sudah disibukkan dengan beberapa surat jalan dan berkas - berkas yang menumpuk dimeja ku. Karena kemarin aku tidak masuk kerja. Aku lumayan keteteran hari ini. Apalagi besok adalah akhir bulan. Berkas laporan bulanan harus di kumpulkan karena akan di evaluasi untuk bulan-bulan selanjutnya.
"Ran, kamu gak makan siang?" tanya Lila yang masih melihatku tenggelam dibalik layar komputer.
"Aduh kerjaan aku masih lumayan nih. Aku nitip aja deh," ujar ku dengan mata yang tak berpindah dari layar komputer.
"Kamu nitip apa?" tanya Lila.
"Cilok aja deh. Sepuluh ribu. Yang pedes." pinta ku.
"Ok. Itu aja?"
"Sama es teh manis deh. Biar seger." ujar ku.
Lila pun pergi meninggalkan kubikel tempatku bekerja. Sekarang hanya ada aku seorang diri di ruangan ini. Yang lain sudah pergi untuk makan siang. Aku yang sibuk membolak-balik berkas yang akan aku input ke dalam komputer pun sampai tak menyadari jika sedari tadi ponsel ku bergetar terus menerus.
*****
Aku berlari menuju ruang UGD dengan nafas yang memburu. Di sana terlihat Vania duduk sambil menangis ditemani oleh pak Ratno dan bu Mila, istrinya.
"Bagaimana kondisi Mama?" tanya ku panik saat berada di samping Vania.
"Kakak!" Vania langsung memeluk ku dan menangis dalam pelukanku.
"Mama masih di dalam Kak. Aku takut Kak!" ujar Vania sambil menangis.
"Mama kok sampai begini sih, dek? Kenapa Mama sampai seperti ini?" tanya ku panik.
"Aku juga gak tau Kak. Waktu aku pulang sekolah, Mama sudah pingsan di ruang tamu." jelas Vania.
Aku pun menangis sambil memeluk tubuh Vania dengan erat. Bu Mila mengusap lenganku supaya aku sedikit lebih tenang.
"Keluarga nyonya Elis?" panggil seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang UGD. Aku dan Vania langsung berdiri dan berlari mendekat ke arah dokter itu.
"Iya dok. Saya anak dari nyonya Elis," ujar ku.
"Tekanan darah nyonya Elis sangat tinggi. Untung saja cepat dibawa kemari untuk mendapat pertolongan. Kalau tidak pembuluh darahnya bisa pecah dan akan beresiko stroke atau tidak tertolong nya nyawa nyonya Elis." kaki ku serasa lemas saat mendengar penjelasan dokter di sana.
"Lalu bagaimana kondisi ibu saya sekarang dok? Dia baik - baik saja kan?" tanyaku panik.
"Nyonya Elis sudah di beri obat penurun tekanan darah. Nyonya Elis juga harus di rawat inap disini untuk beberapa hari sampai kondisinya membaik. Takutnya jika pulang, nanti kalau ada apa - apa tidak bisa tertolong lagi." jelas dokter itu.
Aku pun menghela nafas berat. Akhirnya aku pun setuju jika Mama di rawat di sana untuk beberapa hari. Namun sekarang yang jadi beban pikiranku adalah biaya rumah sakit ini. Aku hanya memiliki sedikit tabungan. Karena gaji bulanan ku sudah aku berikan pada Mama sebagian untuk biaya hidup kita sehari - hari dan sekolah Vania.
"Mari ikut saya ke bagian administrasi untuk mengurus pembayaran rawat inap dan tanda tangan berkas- berkas nyonya Elis." ujar seorang perawat yang menuntunku menuju tempat administrasi.
"Kamu tunggu di sini ya, dek. Kakak mau ke ruang administrasi dulu," tukas ku pada Vania. Vania pun menurut.
Dengan langkah yang berat aku pun berjalan mengikuti langkah perawat di depanku.
***
Maaf ya reader, author hanya ingin menjadi penulis yang benar. Selama ini tulisan author masih amburadul. Jadi ke depannya agar bisa lebih baik lagi. 🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
De Afekh..
awal komentarku....mulai menarik ceritanya
2021-02-22
1