Aku berjalan menuju kamar perawatan Mama. Baru saja Vania menelepon ku dan mengatakan kalau Mama sudah dipindah ke ruang perawatan yang ada dilantai tiga rumah sakit ini. Aku berjalan sambil menghela nafas berulang kali.
"Biaya perawatan atas nama nyonya Elis yang harus dibayarkan sebesar 4.850.000,00. Itu untuk perawatan dan obat selama 7 hari. Kalau nyonya Elis sudah diperbolehkan pulang sebelum 7 hari, makan uang perawatannya akan dihitung kembali dan sisanya akan dikembalikan" jelas bagian administrasi tadi kepadaku.
Aku menghela nafas dengan berat. Darimana aku dapat uang lima juta dalam semalam. Kalau harus pinjam, aku pinjam pada siapa?Tiba-tiba aku teringat akan paman ku yang sudah lama tidak aku temui. Dia adalah kakak dari Almarhum ayahku.
Aku pun berbalik arah meninggalkan lorong rumah sakit menuju ke rumah pamanku tersebut. Aku pun memanggil tukang ojek yang kebetulan mangkal di depan rumah sakit itu.
"Mas, ke jalan Cendrawasih ya!" pinta ku.
"Siap neng!" tukas mas-mas ojek sambil menyerahkan helm kepadaku.
Dalam perjalanan menuju rumah pamanku, aku bertarung dengan hati kecil dan batinku sendiri. Apakah paman mau meminjamkan uang yang tidak sedikit jumlahnya itu kepadaku? Apakah paman punya uang sebesar itu? Apakah bibi Ratna mau meminjamkan uang itu? Karena yang aku tau, istri pamanku itu tidak menyukai ku dan adikku.
Dulu saja waktu aku kecil dan diajak ayah mengunjungi rumahnya, bibi Ratna selalu bicara ketus dan menatapku penuh dengan kebencian. Dan paman Soni pun hanya diam tak bisa berbuat apa-apa. Karena paman Soni termasuk kategori suami yang takut istri.
Aku menghela nafas dengan berat. Mencoba menenangkan diriku. Semoga saja aku nanti pulang tidak dengan tangan kosong.
Aku pun sampai di depan rumah paman Soni. Terlihat Anita, sepupuku, sedang duduk di teras. Setelah membayar ongkos ojek, aku pun melangkah masuk ke dalam.
"Assalamualaikum" sapa ku. Anita mendongak menatap ku sinis. Dia yang sedang memakaikan kutek di kuku jarinya pun melengos saat melihatku.
"Hai Anita. Apa kabar?" tanya ku basa basi.
"Ngapain kesini?" tanyanya ketus.
"Hemm paman Soni ada?" ujar ku ramah.
"Ngapain? Mau pinjem duit ya?" tanyanya penuh selidik.
"Iya." jawabku.
"Dari dulu sampai sekarang hidupnya kok jadi benalu!," tukasnya lalu beranjak pergi masuk kedalam rumah. Aku pun menghela nafas dengan panjang.
Sabar ... Sabar ... batinku.
Anita usianya sama seperti ku. Hanya beda dua bulan saja. Namun sikapnya itu tak beda jauh dari ibunya. Sangat ketus dan suka pamer. Dia tidak suka jika ada orang yang menyaingi dirinya.
"Rania!" seru paman Soni dari dalam rumah saat melihatku berdiri di teras rumah.
"Paman." tukas ku lalu berjalan menghampirinya dan menyalim tangannya.
"Kenapa berdiri di situ nak? Ayo masuk!" paman Soni mengajakku untuk masuk. Aku pun menurut dan duduk di ruang tamu rumah itu.
"Sudah lama kamu tidak datang kesini. Bagaimana kabar Mama mu dan Vania?" tanya paman Soni.
"Mama ... Mama sedang di rawat di rumah sakit paman." tukas ku.
"Sakit apa Mama mu?" tanyanya kaget.
"Kata dokter sih hipertensi dan asam lambung yang sudah akut paman" jelas ku.
"Astaghfirullah. Maaf paman tidak tau nak. Sudah berapa lama Mama mu di rawat?" tanya paman.
"Baru tadi siang Mama masuk rumah sakit. Vania yang menemukan Mama jatuh pingsan di ruang tamu" jawabku. Paman Soni terlihat manggut-manggut mendengar ceritaku.
"Paman. Bisakah Rania meminjam uang? Untuk biaya rumah sakit Mama, paman." tanya ku hati-hati. Paman terdiam menatap ku. Dia terlihat sedang berpikir.
"Berapa?" tanya paman Soni.
"Rania pinjam lima juta aja paman. Nanti Rania akan cicil bayarnya setiap Rania gajian." tukas ku.
"Jangan di kasih Pa!" tiba - tiba bibi Ratna datang menghampiri kami berdua dari dalam rumah.
"Enak aja datang-datang pinjam duit! Kamu pikir kita ini bank, gitu?" tukas bibi Ratna dengan judes.
"Saya mohon Bi. Saya butuh uang itu untuk biaya rumah sakit Mama." pinta ku dengan nada memohon.
"Mama mu sakit itu bukan urusan kita ya! Lagian kan kamu sudah kerja. Masa' iya kerja bertahun - tahun duit segitu saja gak punya?" tukasnya dengan nada mengejek.
"Tabungan Rania kurang Bi. Uang gajian Rania semua sudah Rania berikan untuk biaya kebutuhan rumah dan sekolah Vania." jelas ku meratap. Rasanya air mata ku ingin jatuh saat ini saja.
Selain aku sedih karena diperlakukan seperti pengemis oleh paman dan bibi ku sendiri. Aku juga sedih karena harus bersikap seperti ini. Namun aku tak punya pilihan lain. Hanya mereka kerabat kami satu-satunya.
"Saya mohon paman, bibi. Tolong pinjami saya uang. Saya janji akan kembalikan. Saya akan mencicilnya setiap gajian. Dikasih bunga pun tak apa-apa." ujar ku memelas.
Cih, kamu seperti pengemis yang tidak tau malu, Rania. batinku dalam hati.
"Gak ada duit! Kamu pikir lima juta itu gak banyak, hah!" tukas bibi Ratna.
"Paman." aku menatap ke arah paman Soni dengan tatapan mengiba. Paman Soni hanya terdiam dan menunduk. Benar, paman Soni takut pada bibi Ratna.
Aku pun mengusap sudut mata ku yang mulai basah akan air mata. Aku menghela nafas dengan berat.
"Baiklah kalau begitu. Rania pamit pulang paman, bibi. Maaf jika kedatangan Rania mengganggu," tukas ku lalu beranjak berdiri dan meninggalkan rumah terkutuk itu.
Dalam perjalanan pulang aku merutuki kebodohan ku yang sudah berkata dan bersikap memelas seperti tadi. Aku datang ke tempat yang salah. Tidak seharusnya aku datang ke rumah itu lagi setelah bertahun - tahun tidak kesana.
"Kamu bodoh, Rania. Kau lihat kan! Kau di perlakukan seperti pengemis oleh mereka. Pasti sekarang mereka sedang tertawa menghina mu dan keluarga mu." gumam ku dalam hati.
Dan ...
"Aaawww." teriakku saat sebuah mobil menyerempet ku hingga aku jatuh terjengkang ke belakang.
"Aauuuuwww ... Siku ku sakit banget!" rintih ku sambil mengusap tangan dan siku ku yang kotor terkena kotoran debu dan pasir jalanan.
Seorang lelaki bertubuh tinggi tegap dengan jas hitam rapi turun dan menghampiri ku.
"Kau tidak apa-apa nona?" tanya lelaki itu. Aku mendongak dan menatap lelaki itu dengan judes.
"Gak lihat apa, ini tanganku terluka!" tukas ku dengan galak sambil memperlihatkan siku ku yang terluka.
"Saya minta maaf nona. Tapi tadi nona sendiri yang tidak hati-hati ketika berjalan." ujar lelaki itu dengan sopan.
"Yaaa! Jelas-jelas mobil mu ini yang menyerempet ku sampai seperti ini. Masih saja menyalahkan aku!" teriak ku sambil menendang ban mobil itu dengan kesal dan penuh amarah.
"Alvian. Kenapa lama sekali?" teriak seseorang dari dalam mobil. Kaca mobil bagian belakang itu pun terbuka. Seorang pria dengan kacamata hitam memandang ku dengan sinis.
"Maaf tuan. Akan segera saya bereskan!" ujar lelaki itu.
Lelaki yang berbicara kepadaku itu mengeluarkan dompet dan memberiku selembar uang ratusan ribu.
"Pergilah ke klinik terdekat dan obati luka mu nona!" tukas lelaki itu lalu pergi meninggalkan aku yang masih berdiri di pinggir jalan.
Sebuah senyuman mengejek ditujukan ke arah ku oleh lelaki dengan kacamata hitam dengan seiringnya mobil yang melaju perlahan meninggalkan tempat itu.
"Hei ... Hei!" teriakku saat melihat mobil itu berjalan meninggalkan ku sendiri. Aku begitu kesal dan geram dengan tingkah dua lelaki itu. Mentang-mentang mereka naik mobil mewah bisa seenaknya saja kepada orang lemah.
"Aku bukan pengemis tau!" aku melempar uang yang diberikan oleh lelaki itu. Aku sangat kesal sekali. Rasanya amarah ku sudah sampai ubun-ubun.
Lalu aku tersadar kembali telah membuang selembar uang ratusan ribu itu. Aku pun berbalik dan mengambil uang yang telah ku buang tadi. Dasar ucapan dan tindakan bertolak belakang sekali!
Tapi sepertinya aku tidak asing dengan laki-laki memakai kacamata itu. Sepertinya aku pernah bertemu dengannya? Namun aku lupa pernah ketemu di mana. Aku berjalan sambil mengingat-ingat wajah lelaki berkacamata itu. Tapi semakin ku ingat, aku semakin tidak ingat.
Bodoh. Apa perduli mu dengan lelaki sombong seperti itu! gumam ku dalam hati. Aku pun mencegat angkutan umum yang kebetulan lewat di sana lalu naik.
***
Masih revisi ya reader. Mohon pengertiannya. Sambil menunggu bab selanjutnya di review, author akan merevisi semua tulisan. Biar kalian tidak sakit mata. 🙏🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments