Rania berjalan dengan cepat menuju ruang perawatan ibunya. Tak terhitung berapa tetes air mata yang sudah mengalir membasahi pipinya itu. Kecewa saat ini yang dia rasakan. Dia tak pernah menyangka jika orang yang paling dia percaya dan sayangi akan berbicara seperti itu mengenai ibunya. Selama ini dia selalu membela jika sang ibu berbicara buruk mengenai dirinya.
Satu usapan lembut mengusap salah satu bahunya. Rania pun mendongak menatap tangan yang berada di bahunya itu.
"Vania ..." ujarnya dengan senyum tipis.
"Kakak kenapa? Berantem ya sama kak Sean?" tanya sang adik lalu ikut duduk di sampingnya.
"Kenapa kamu di luar? Mama siapa yang jagain?" tukas Rania sambil mengusap kasar air mata dipipinya.
"Mama sudah tidur." jawab Vania.
"Oohh. Kamu sudah makan dek?" tanya Rania mengusap lembut surai milik sang adik.
"Sudah kak. Tadi aku beli di kantin. Kakak sendiri sudah makan belum?" Rania mengangguk mengiyakan pertanyaan sang adik.
Hening. Kedua adik dan kakak itu hanya terdiam menikmati dinginnya udara malam di rumah sakit. Sepi, tak banyak yang lalu lalang di koridor. Hanya beberapa perawat yang sedang bertugas jaga malam itu. Tiba-tiba Rania teringat akan sesuatu.
"Dek, apa paman Soni tadi kesini?" tanya Rania.
"Tidak kak. Kenapa?"
"Lalu siapa ya?" tukas Rania bingung.
"Ada apa sih?" tanya Vania.
"Gini, tadi sore setelah pulang kerja kakak kan pinjam uang sama Bang Tigor buat bayar perawatan rumah sakit Mama." jelas Rania.
"Kakak pinjam uang ke Bang Tigor? Dia kan lintah darat kak?" tukas Vania kaget.
"Kakak terpaksa dek. Mau pinjam sama siapa lagi. Kakak bingung. Kemarin kakak sudah mencoba pinjam uang ke rumah paman Soni. Bukannya dipinjami kakak malah dapat hinaan dari istrinya itu. Kakak juga coba pinjam uang koperasi kantor tapi harus mengikuti prosedur. Jadi gak ada jalan lain." jelas Rania kepada adiknya.
"Lalu sekarang apalagi masalahnya?" tanya Vania.
"Tadi sore saat kakak mau bayar ke administrasi, kata petugas di sana biaya perawatan Mama sudah lunas dibayarkan. Siapa gitu yang bayar dek?." ujar Rania.
"Siapa ya kak?" Vania pun ikut berpikir.
"Apa jangan-jangan lelaki yang tadi sore ke sini ya yang bayar." celetuk Vania.
Rania langsung teringat akan Aditya. Lelaki yang dengan segala kekuasaan dan keangkuhannya itu. Rania berdecak kesal mengingat nama lelaki itu.
"Kenapa aku harus berurusan lagi dengan lelaki mesum itu? Pasti dia punya niat terselubung dibalik ini semua. Cih! Sok dermawan mau bantu bayar biaya perawatan Mama. Pasti dia minta imbalan yang aneh-aneh. Aku harus ketemu dia besok dan mengembalikan uangnya itu. Aku tidak mau punya utang sama lelaki mesum dan abnormal itu!" gumam Rania dalam hati dengan kesalnya.
*****
Pagi ini matahari baru saja terbit dari tempat persembunyiannya. Namun lelaki tampan yang biasanya masih bergelut dengan selimut tebal itu, kini telah beradu dengan samsak dan sarung tinju ditangannya. Para pelayan di rumahnya pun alhasil dibuat heran dan terkejut setengah mati.
Alvian yang baru saja keluar dari kamarnya pun melihat para pelayan rumah itu saling berbisik. Dia belum tau siapa yang sedang dibicarakan oleh para pelayan itu.
"Ada apa?" tanya Alvian kepada salah satu pelayan di sana.
"T-tidak tuan. Hanya saja, tuan muda sedang berlatih tinju di taman belakang." ujar salah seorang pelayan.
"Tuan muda? Tuan muda sudah bangun?" tanya Alvian kaget.
"Benar tuan." ujarnya membenarkan.
"Jam berapa sekarang? Tumben sekali tuan muda sudah bangun tanpa dibangunkan." tukas Alvian.
"Baru setengah enam pagi." jawab pelayan itu.
"Ya sudah. Siapkan sarapan dan pakaian tuan muda. Jangan lupa siapkan air hangat untuknya mandi." perintah Alvian.
"Baik tuan."
Alvian pun berjalan menuju taman yang ada di belakang rumah mewah tersebut. Benar, di sana terlihat Aditya sudah basah akan keringat akibat bergelut dengan samsak di depannya. Entah sudah berapa lama lelaki itu bertarung dengan samsak itu.
" Tuan muda ..." panggil Alvian saat berada di belakang punggung tuan mudanya itu.
"Kau sudah bangun!," tukas Aditya enteng.
"Tuan muda bangun jam berapa? Apa tidur tuan muda tidak nyenyak?" tanya Alvian khawatir. Aditya melepas sarung tinju di tangannya lalu mengambil handuk kecil di atas meja dan duduk di bangku kayu yang ada di sana.
"Tidak. Tidur ku nyenyak. Sangat nyenyak. Ada apa?" ujar Aditya.
"Tidak ada. Saya hanya terkejut saja melihat tuan muda jam segini sudah berlatih di sini." jelas Alvian.
"Tidak tau mengapa hari ini aku begitu bersemangat sekali. Sepertinya sesuatu yang menyenangkan akan terjadi hari ini." tukas Aditya dengan senyum menyeringai.
Alvian hanya menatap diam wajah tuan mudanya itu. Tidak tau harus berucap apa dengan lelaki itu.
"Kau sudah menghubungi Richard?" tanya Aditya.
"Sudah tuan. Nanti siang setelah makan siang tuan Richard akan datang ke kantor untuk bertemu dengan anda." jawab Alvian.
"Bagus. Aku tidak sabar dengan semua ini. Pasti sangat menyenangkan, bukan!" ujar Aditya masih dengan senyum seringainya itu.
"Kalau sudah selesai, tuan segera berendam air hangat. Saya sudah meminta pelayan menyiapkan air hangat untuk tuan muda mandi." tukas Alvian.
"Baiklah. Kau juga cepat mandi. Kau sangat jelek ketika bangun tidur!" ejek Aditya lalu berlalu pergi meninggalkan orang kepercayaannya itu yang masih berdiri di tempatnya.
"Cih! Anda masih saja narsis tuan!" gumam Alvian lalu ikut beranjak dari tempatnya dan masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap-siap menghadapi dunia hari ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments