Selama perjalanan menuju proyek yang memakan waktu hampir setengah jam tersebut, Rania hanya terdiam membisu. Tidak ada sepatah katapun yang terucap dari bibir tipisnya itu. Dia pun juga hanya menatap kaca di samping kanannya yang menampilkan pemandangan kota. Sementara lelaki di sebelahnya, dia terus menatap gadis cantik di sampingnya. Dia begitu gemas melihat tingkah gadis itu. Ingin sekali dia merengkuh tubuh mungil gadis di sampingnya itu dan tak akan dilepaskan nya.
Mobil sedan hitam tersebut memasuki kawasan proyek yang akan dibangun tersebut. Masih berupa lahan kosong dengan berbagai tanaman rambat dan semak belukar yang menghiasi area tersebut. Kerjasama perusahaan yang dipimpin Aditya dengan perusahaan tempat Rania bekerja akan membangun sebuah hotel bintang lima ditengah-tengah pusat kota. Dan tempat ini adalah bekas gedung kosong yang lama tak terpakai.
"Selamat datang tuan." sapa seorang lelaki yang usianya lebih tua daripada Aditya. Namun lelaki itu tunduk dan hormat kepada lelaki yang baru saja tiba tersebut.
"Kau sudah mengurus semuanya?" tanya Aditya sambil menatap sekeliling.
"Sudah tuan. Semua sudah beres dan siap. Anda tidak perlu khawatir lagi. Pokoknya anda akan terima beres ..." ujarnya panjang lebar. Tidak lupa lelaki itu melontarkan pujian demi pujian untuk menjilat dan mencari simpati lelaki itu.
"Aku tidak mau dengar kata gagal diproyek kali ini!" tegas Aditya.
"Anda tidak perlu khawatir. Serahkan semua kepada saya!" jawab lelaki itu.
"Rania, serahkan berkas yang kamu bawa itu kepadanya." perintah Aditya.
Rania pun mendekat dan menyerahkan berkas yang sedari tadi dibawanya itu. Setelah itu, Aditya pun melenggang pergi dari sana dan mendekat ke arah mobil. Rania hanya menatap lelaki itu.
"Kenapa kau masih berdiri di situ? Mau aku tinggal?" tanya Aditya yang melihat Rania masih belum beranjak dari tempatnya.
"Apa sudah selesai? Hanya begini saja?" tanya Rania yang tidak mengerti.
"Lalu mau apalagi?" tanya Aditya. Rania berdecak kesal. Dia menatap tajam ke arah lelaki yang membuatnya kesal itu.
"Kalau hanya seperti ini, lalu kenapa kamu harus repot-repot mengajak ku? Aku kira akan ada rapat atau pembicaraan yang penting. Ternyata hanya bicara omong kosong begini!" dengus Rania kesal.
"Kamu dengar sendiri kan, dia yang akan membereskan semuanya. Jadi untuk apa repot-repot!." ujar Aditya.
"Aku heran, orang gak ada otak seperti mu itu bisa jadi CEO. Di lihat darimana coba?" hujat Rania secara blak-blakan.
Aditya yang mendengar pun hanya tersenyum menyeringai. Lelaki itu pun berjalan mendekat ke arah Rania berdiri. Ditatapnya mata Rania dengan lekat. Rania pun seakan tak punya rasa takut. Dia juga menatap lekat wajah serta mata tajam Aditya.
"Lalu kamu ingin aku seperti apa, hah?" tanya Aditya dengan lirih.
"Apa aku harus duduk berjam-jam dan seharian penuh dibalik meja kantor dengan berkas-berkas yang menumpuk. Begitu?" imbuhnya.
Tangan Aditya pun merengkuh pinggang ramping Rania dan di-dekatkan ke tubuhnya. Rania pun meronta menolak rengkuhan lelaki itu. Aditya mengangkat tangan satunya lagi dan membelai lembut pipi mulus gadis cantik itu. Rania memalingkan wajahnya dan menepis tangan Aditya untuk tidak menyentuh kulitnya.
"Kau tau! Bibir manis mu ini semakin membuat ku ingin memiliki mu!" ujar Aditya sambil mengusap bibir tipis nan merah milik Rania.
"Aku tidak sudi di miliki oleh lelaki abnormal seperti mu!" tukas Rania dengan tegas. Aditya semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang Rania. Sehingga gadis itu semakin meronta dan memukul dada bidang milik Aditya.
"Semakin kau menolak ku. Semakin bersemangat diriku untuk memilikimu!" bisik Aditya tepat pada telinga Rania dan sedikit meniupnya.
Bau parfum maskulin perpaduan misk dan mint pun tercium dengan jelas pada indera penciuman Rania. Begitu memabukkan siapa saja yang menciumnya. Rania hanya menatap tajam wajah lelaki itu. Rasanya percuma dia berontak. Tenaganya tak cukup kuat untuk melawan lelaki satu ini. Ditambah lagi Rania tidak ingin jika Aditya semakin menunjukkan sifat gilanya lebih dalam lagi. Bisa-bisa dia akan benar-benar habis kali ini.
"Matanya ... Aku suka mata indahnya. Dan bibirnya ... Aah aku sangat ingin bibir ini. Aku ingin menikmatinya ..." gumam Aditya saat atensi matanya menatap lekat wajah gadis dalam rengkuhannya itu.
"Sampai kapan kamu akan seperti ini?" tanya Rania dengan nada malas. Aditya pun tersadar dari halusinasinya. Dia pun tersenyum tipis dan melepaskan pelukannya pada gadis yang mencuri perhatiannya itu.
Rania merapikan blazers yang sedikit berantakan akibat ulah si boss gila itu. Pergelangan tangannya langsung ditarik oleh lelaki yang sama yang membuat dirinya kesal.
"Lepas! Kau mau apa?" tanya Rania takut.
"Aku akan mengajakmu makan siang." jawabnya enteng.
"Tidak! Aku tidak mau makan denganmu!" tolak Rania mentah-mentah.
"Aku tidak suka penolakan!" tegas Aditya lalu membuka handle pintu mobil dan menyuruh Rania masuk ke dalam lalu disusul olehnya. Perlahan mobil sedan hitam itupun meninggalkan tempat itu.
*****
Kini Rania dan Aditya sudah duduk di sebuah restoran yang ada disalah satu hotel milik Aditya. Restoran ini berada dilantai paling atas gedung ini. Rania tau, jika ini bukan restoran yang bisa sembarangan dikunjungi oleh publik. Karena restoran ini salah satu tempat privat dan hanya didatangi oleh orang-orang yang berkelas dan memiliki kantong yang tebal akan uang.
Salah satu pelayan pun datang membawa makanan yang sudah dipesan oleh Alvian. Makanan western yang entah apa namanya Rania tidak perduli sama sekali.
"Makanlah sepuas mu! Jika kurang, kau boleh memesan yang lain!" ujar Aditya tanpa melihatnya dan sibuk dengan garpu dan pisau di tangannya.
Tanpa pikir dua kali, Rania pun memakan makanan di depannya itu.
"Wooaahh ... Ini enak sekali!" ujar Rania dengan mata berbinar. Seumur hidupnya baru pertama kali ini dia makan makanan seenak ini. Aditya menyeringai mendengar ucapan Rania yang begitu norak itu.
"Aku bisa memberimu makan seperti itu setiap hari." ujar Aditya.
" Benarkah? Aku tidak yakin jika itu semua secara gratis. Pasti ada harga yang harus dibayar kan!" tukas Rania telak.
"Waahh ... Kau seperti peramal ya! Bisa membaca pikiran orang sebegitu sempurnanya." ujar Aditya berpura-pura kagum.
"Ohh ya sebelumnya, aku mau tanya sesuatu kepadamu!" tukas Rania.
"Apa?"
"Apa kamu yang membayar biaya rumah sakit Mama ku?" tanya Rania. Tidak menjawab, Aditya hanya tersenyum.
"Di lihat dari ekspresi mu, sepertinya aku tidak salah." ujar Rania lalu membuka tasnya dan menyodorkan amplop berisi uang kepada Aditya. Aditya meletakkan sendok dan garpu yang dipegangnya dan menatap dalam wajah Rania.
"Kau tau kan, aku tidak suka menerima bantuan orang lain. Apalagi itu secara gratis. Ditambah lagi orang itu kamu. Aku tidak suka! Jadi ambil uang ini. Aku tidak mau punya hutang sama orang seperti mu!" tukas Rania.
"Beraninya kau menolak bantuan ku?" tanya Aditya dengan seringai diwajahnya.
"Apa yang aku takutkan. Kamu juga manusia kan?" jawab Rania.
Aditya tergelak mendengar ucapan Rania. Dia terkekeh melihat tingkah gadis di depannya. Menambah rasa gemas pada hatinya.
"Baik, aku akan terima uang dari kamu ini. Tapi jangan salahkan aku, jika masa depan dan impian kekasihmu itu hancur detik ini juga!" jelas Aditya.
Sontak Rania membulatkan matanya mendengar ucapan lelaki dihadapannya itu. Aditya hanya tersenyum menyeringai melihat perubahan ekspresi wajah gadis cantik di depannya itu.
"Apa mau mu? Jangan pernah sentuh atau menyakiti dia!" ujar Rania dengan geram.
"Wow ... Santai sajalah. Kenapa berubah jadi emosi seperti ini." tukas Aditya bercanda.
"Aku serius Aditya!" bentak Rania. Wajah Aditya pun berubah jadi dingin dan menatap tajam wajah Rania.
"Aku pun begitu!" ujar Aditya penuh dengan penekanan setiap katanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments