Oh My Fak Girl
Hari ini menjadi hari baru bagi seorang Raka di salah satu kampus swasta terkenal di Jakarta. Beberapa pasang mata menatap takjub padanya saat dia melenggang dengan bebas di halaman kampus dan mampu menarik perhatian para gadis yang ada di sekitarnya.
“Gila, tuh cowok cakep bangeettt…” seru salah satu gadis dengan mata membulat.
“Waaahhh opa baru nih di kampus kita.” Sahut gadis lainnya seraya menyelipkan rambut di sela telinganya, tangannya melambai ke arah Raka.
Terlihat tarikan tipis di sudut bibir Raka. Pandangan takjub dan tingkah para gadis tersebut sudah menjadi hal biasa baginya saat dimanapun ia berada. Wajah yang tampan dengan style modis dan outfit branded menjadi ciri khas dari laki-laki berhidung bangir ini.
“Bro!” seru salah seorang laki-laki yang berjalan ke arahnya.
Raka melepaskan kacamata yang melindungi kedua matanya dan tersenyum ramah pada laki-laki yang kini ada di hadapannya.
“Lo gak bilang masuk hari ini.” Lanjut Fery sambil merangkul sahabat karibnya. “Kalo gue bilang, emang lo mau nyiapin karpet merah buat gue?!” sahut Raka yang membalas rangkulan sahabatnya.
“Karpet merah, cewek cakep dan wiski, paket lengkap buat nyambut lo!” ujar Fery dengan diiringi tawa renyah. Raka hanya tersenyum simpul. “Wah hari pertama gini, siapa yang bikin muka cakep lo bonyok?” Fery baru tersadar dengan lebam di sudut bibir sahabatnya.
“Oh, ini..” Raka mengusap sudut bibirnya yang masih terasa nyeri. “Di colek kucing betina.” Lanjutnya dengan senyuman ketir.
“Hahahahha… Gila, kucing mana yang berani nyolek-nyolek muka lo sampe kayak gitu?”
“Nanti gue ceritain, sekarang kita cari dulu minuman seger.” Sahut Raka yang segera kembali memakai kacamatanya.
"Okey, let's go!" Fery menepuk bahu sahabatnya lalu berjalan beriringan menuju kantin, sesekali terdengar suara tawa keduanya. Dan lirikan genit para gadis menjadi pelengkap perjalanan mereka.
*****
“Lo udah fix nerusin kuliah lo di sini?” Fery memulai pembicaraan dengan penasaran.
“Ya, bokap nyuruh gue nerusin kuliah di sini sekalian belajar ngelola perusahaan.” Sahut Raka di selingi sesapan secangkir kopi hitam di hadapannya.
“Sayang banget ya, padahal rencananya libur semester sekarang gue mau nyusul lo ke LA, tapi lo malah balik.”
“Kayak bocah sekolah lo, nyusul gue mesti nunggu libur semester segala.” Sahut Raka dengan tawa renyah. Fery ikut terkekeh mendengar sahutan Raka.
Terlihat Raka menarik nafas dalam-dalam. Suasana yang berbeda ia rasakan. Suara celotehan dan tawa serta kebiasaan orang-orang yang beberapa tahun belakangan tidak pernah dilihatnya, kini ia bisa rasakan setiap hari.
“Kenapa, di sini gak semenarik di LA?” Suara Fery kembali menyadarkan Raka dari lamunannya.
“Gak lah, justru suasana seperti ini yang gue kangenin waktu di sana.” Raka kembali menyeruput kopinya dengan perlahan. Merasakan setiap rasa pahit yang berubah manis saat mengisi tenggorokannya. Dibalik kacamata hitamnya, matanya berkeliling melihat sekeliling kantin yang ramai dengan lalu lalang pengunjungnya.
“Waahh,, ada yang mesti lo tau juga nih dari kampus ini… " Fery mencondongkan tubuhnya pada Raka seraya memperlihatkan senyuman lebarnya. Raka mengernyitkan dahinya, tanda tidak mengerti pada maksud ucapan Fery. "Reva, f*ck girl kampus sini.” ujar Fery dengan mata membulat.
“Ah basi lo!!” Raka menaruh kopi di hadapannya, ia mengerti maksud sahabatnya, yang ia bahas tidak akan lepas dari masalah perempuan.
"Tuh liat!" Fery menunjuk dengan sudut matanya. Dengan malas Raka mengikuti arah pandang Fery.
Terlihat seorang gadis tengah berjalan dengan santai melewatinya. Di sampingnya ada seorang laki-laki yang berjalan sambil terus merapikan rambutnya dan terlihat sangat gugup.
Raka mengernyitkan dahinya. Ia merasa familiar dengan wajah yang dilihatnya.
Flash Back on
“Copeeetttt!!!!” Teriak seorang wanita setengah baya di antara kerumunan ramainya orang-oorang yang berada di pasar pagi itu.
Seorang laki-laki berlari dengan cepat membelah kerumunan, di tangannya ia memegangi dompet dan berlari ke arah Raka.
“Bruk!” laki-laki tersebut menabrak Raka dan membuat keduanya terjatuh.
Dengan wajah panik ia segera berdiri dan berlari meninggalkan hasil copetannya begitu saja. Raka segera bangkit namun tiba-tiba sebuah tangan menarik kerah jaketnya dengan kasar.
“Buk!”
Sebuah pukulan mendarat di wajah Raka dan membuat sudut bibirnya meneteskan lelehan darah. Raka masih belum bisa mencerna apa yang terjadi padanya. Kepalanya masih terasa begitu pening mendapatkan hantaman yang tiba-tiba dari tangan seorang gadis.
“Berani lo ya nyopet di sini?!” seru gadis tersebut dengan mata menyalak.
“Gue gak nyopet!” sahut Raka yang gelagapan menerima tuduhan yang tiba-tiba dari seorang gadis.
“Oh, masih gak ngaku juga? Terus ini apaan, hah?” Gadis itu memukulkan dompet wanita yang tadi dicopet ke pipi Raka.
“Astaga, itu bukan gue yang ngambil!” kilah Raka.
Raka melihat kesekelilingnya, beberapa pasang mata menatap sinis ke arahnya. Tak terkecuali sepasang mata bulat yang kini sedang berusaha menghakiminya.
"Gue gak nyopet! Lo salah paham, okey?" Raka berusaha menjelaskan. Tangannya memegang tangan gadis tersebut agar melepaskan cengkramannya tapi sepertinya gadis ini tidak peduli dan cengramannya malah semakin kuat.
Sebuah senyuman sarkas tergambar jelas di bibir gadis yang berdiri di hadapannya.
"Kalo copet kayak lo ngaku, penjara pasti penuh." Lagi-lagi Raka menerima pukulan di dada kirinya, meski tidak terlalu keras tapi tetap membuatnya terhuyung.
“Reva! Tunggu!” seru sebuah suara yang menghampiri mereka. “Bukan dia kayaknya copetnya.” Lanjut wanita tersebut yang terengah-engah karena nyaris kehabisan nafas.
Raka menatap gadis itu dengan senyum tipis dan belalakan mata puas.
“Maksud ibu?” Gadis bernama Reva tersebut masih tak habis pikir dengan ucapan wanita di sampingnya.
“Copetnya tadi pake jaket warna abu, dia jaket item. Kamu salah orang nak!” terang wanita tersebut.
Pandangan Reva beralih pada laki-laki yang ada di hadapannya. Sebuah topi, dengan jaket branded menyamarkan penampilan laki-laki tersebut. Mata keduanya saling bersitatap, sebuah tatapan penuh amarah terasa balik menyerang Reva.
Reva segera melepaskan genggamannya. Dengan penuh rasa bersalah ia tertunduk di hadapan Raka. Raka mengusap lelehan darah di sudut bibirnya. Lidahnya bisa merasakan asinnya darah yang kemudian ia usap. Ingin sekali rasanya ia membalas pukulan di wajahnya, namun tatapan sepasang mata bulat itu telah menghilangkan semua amarahnya. Malah berganti jatungnya yang berdebar kencang mendapat tatapan dari Reva.
“Sory…” Kata tersebut terdengar lirih dari mulut Reva. Ia memberanikan diri mengangkat wajahnya dan menatap Raka. Tangannya saling memilin satu sama lain, kemudian kembali tertunduk dengan penuh rasa bersalah.
Raka menghembuskan nafasnya dengan kasar. Bagaimana bisa gadis dihadapannya begitu,
“Hah!” hanya itu yang bisa mewakili perasaan Raka saat ini. Ia bahkan tidak bisa marah melihat ekspresi gadis ini.
“Mas nya, ibu minta maaf ya… Sepertinya putri ibu salah orang.” Ujar wanita tersebut seraya menyenggol Reva.
Raka berusaha tersenyum, namun pandangannya masih belum bisa beralih dari gadis yang tertunduk di hadapannya.
“Kamu obatin dulu luka mas-nya” lanjut wanita tersebut yang berusaha menyadarkan Reva. “Silakan..” Wanita tersebut memapah Raka ke sebuah bangku yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Kerumunan orang-orang pun berangsur memudar.
“Ibu ambilin obat merah dulu, kamu tunggu di sini sama mas-nya.”
Dengan segera wanita paruh baya tersebut pergi. Tinggallah Raka dan Reva yang masih terdiam satu sama lain. Raka menyentuh sudut bibirnya yang terasa berdenyut perih.
“Apa masih sakit?” Reva berusaha memecah keheningan yang terasa seperti menghakiminya.
“Menurut lo?!” sengit Raka tanpa menatap Reva sedikitpun.Ia memandangi sisa darah yang ada di jemarinya.
Reva benar-benar merasa bersalah. Dari penampilannya, ia yakin laki-laki yang ada dihadapannya bukan orang biasa.
Tak lama berselang, Ibu datang dengan sebuah kotak kecil berisi obat. Dengan segera ia membenamkan kotak tersebut di tangan Reva.
“Kamu obatin mas-nya. Ibu jaga warung dulu.” Tutur wanita tersebut yang kemudian mengangguk pamit pada Raka.
“Hem…” hanya itu jawaban Reva.
Dengan tangan gemetar, Reva mengambil obat merah dan meneteskannya di kapas, lalu perlahan mengoleskannya di sudut bibir Raka.
“Em..” Raka berusaha memalingkan wajahnya karena lukanya yang terasa perih saat di tekan dengan kapas.
“Sebentar..” Reva segera menahan dagu Raka dengan tangannya agar ia leluasa memberinya obat.
Raka bisa melihat dengan jelas wajah cantik polos yang bersemu kemerahan di kedua pipinya. Beberapa helai anak rambut tampak tergerai menutupi rahang tegas wajah sensual gadis tersebut. Titik-titik keringat di dahinya terlihat berkilauan terbiaskan cahaya matahari pagi.
Sejenak Raka tertegun, memandangi salah satu keindahan ciptaan Tuhan. Entah mengapa sudut hatinya tersenyum. Ada getaran yang merambat di aliran darahnya seirama kerlipan mata dan tiupan lembut dari bibir tipis di hadapannya.
“Udah…” Suara Reva mengakhiri lamunan Raka begitu saja. Raka menyentuh sudut bibirnya yang ternyata sudah tertutup plester kecil. Ia tidak lagi merasakan perih disana. Namun jika ia bisa meminta, ia bersedia untuk kembali terluka di sudut bibir agar bisa kembali Reva obati.
Flash back Off
“Nah kan!” Suara fery dan tepukan di bahu Raka, membuat jantung Raka hampir saja melorot.
“Apaan?!” Raka segera tersadar dari lamunannya.
“Apa gue bilang, itu tuh bidadarinya kampus kita. Reva Anasya. Lo juga terpesona kan?” bisik Fery dengan seringai puasnya.
“Di LA banyak yang begituan!” Raka kembali meneguk kopinya hingga tandas, seolah acuh pada keadaan di sekitarnya padahal di rongga dadanya, jantungnya masih berdetak tak beraturan.
“Yang cakep emang gue yakin banyak. Tapi yang spesial kayak dia, lo cari ke antartika juga gak bakal nemu.” sahut Fery dengan bangga. Matanya tak henti memandangi sosok sempurna yang tengah tersenyum di sela perbincangannya dengan beberapa laki-laki
“Iya , gue dapetnya pinguin!” cetus Raka yang segera beranjak meninggalkan sahabat reseknya.
“Hahahhha…” Tawa Fery mengudara dengan jelas.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
Pena Hitam
wew
2024-03-06
0
Z@in@ ^ €£ QULUB
ini novel kedua ku baca dari karyamu thor...
2023-07-08
1
Kisti
baca ya thoorrr 👍
2023-03-11
1