Malam ini, angin bertiup lumayan kencang. Meski matahari telah lengkap ditelan malam, Reva masih berada di café dengan sebuah laptop di hadapannya. Dan Jeremy, sedari tadi setia menemani Reva mengerjakan tugas-tugasnya.
“Re, lo belum mau pulang?” suara Jeremy membuyarkan pikiran Reva untuk kesekian kalinya.
“Lo pulang duluan aja. Gue masih ngerjain tugas terakhir.” Sahutnya tanpa mengalihkan pandangannya pada Jeremy.
“Emang harus selesai semuanya sekarang ya Re?”
Terdengar dengusan nafas kasar dari mulut Reva. Di tatapnya Jeremy yang tengah menatap Reva dengan mata lelahnya. Matanya sudah merah dan berair. Tangannya terlipat dan menopang dagunya yang sudah berada di atas meja.
“Hari ini, lo gak usah bayar jasa gue. Hari ini semuanya gratis. Cukup lo bayarin minuman gue doang.” Tutur Reva tiba-tiba.
“Loh emang kenapa? Gue gak masalah kok kalo pun lo masih ngerjain tugas. Kita bisa nonton yang jam 9 malem dan gue juga bakal nganterin lo sampe kost-an.” Terang Jeremy yang segera menegakkan tubuhnya menghadap Reva.
Terlihat senyum tipis di bibir Reva. “Jer, sory kali ini gue gak bakal terima bayaran Lo. Soalnya, gue gak bisa nemenin lo nonton. Tugas gue masih banyak banget. Dan lagi, ini terakhir kalinya gue nerima orderan dari lo. Mulai lusa, gue bakal ninggalin semuanya dan fokus sama tugas kuliah, magang dan tugas akhir. Jadi anggap aja ini perpisahan dari gue, hem?” terang Reva dengan penuh kesungguhan.
“Lo beneran gak akan ngelakuin semuanya lagi Re?” Ada rasa kecewa yang tidak bisa Jeremy jelaskan saat ini.
“Iyaa… kuliah gue bentar lagi selesai. Uang semesteran juga udah gue lunasin jadi, gag ada alesan lagi buat gue ngelakuin semuanya. Dan makasih, lo udah jadi pelanggan setia gue. Gue berani jamin, semua omongan lo, aman di tangan gue.” Tegas Reva seraya menepuk bahu Jeremy.
Sejenak Jeremy termenung. Ia menatap lekat sepasang mata bulat yang selalu membuatnya merasa damai. Ia ingin menatapnya sepuasnya, karena kelak ia pasti akan merindukannya.
Reva bisa merasakan perubahan sikap Jeremy yang tiba-tiba. Jeremy, pelanggan setia yang ia kenal sejak kuliah semester 2 mungkin perlahan akan menjauhinya karena urusannya benar-benar telah selesai. Namun tekadnya sudah bulat, semua harus berakhir. Ia ingin hidup yang lebih baik bukan di kenal sebagai f*ck girl lagi oleh teman sekampusnya.
“Anterin gue pulang ya…” Reva berusaha menghilangkan kecanggungan di antara keduanya.
Dikemasinya buku dan alat tulis yang sejak tadi terserak di atas meja. Jeremy hanya terangguk. Ia membantu Reva mengemasi barang-barangnya. Walau sulit, Jeremy berusaha tersenyum saat sorot mata keduanya saling bertemu.
*****
Jeremy mengantar Reva dengan mobil sportnya. Sepanjang perjalanan tidak ada pembicaraan di antara keduanya. Hanya suara Raditya Dika yang mengisi kehampaan diantara mereka.
Selama bersama-sama dengan Reva, Jeremy memiliki kebiasaan baru mendengarkan stand up komedi. Candaan-candaan ringan tersebut kerap membuat Reva dan Jeremy tertawa terpingkal-pingkal. Receh memang, tapi bisa menghilangkan rasa stress yang kerap melanda keduanya.
Gang kost-an Reva sudah terlihat di depan mata. Hanya satu injakan gas lagi mereka akan sampai di sana. Namun, Jeremy memilih untuk membanting stir menjauh dari sana. Ia masih belum siap kehilangan moment bersama Reva.
“Jer, kita mau kemana?” Reva celingukan kebingungan melihat arah laju mobil yang berubah.
“Ke taman bentar ya…” sahut Jeremy dengan dingin.
Reva tak lagi berkomentar. Jeremy menepikan mobilnya di sebuah taman yang cukup luas. Keduanya terdiam, tak ada yang beranjak. Jeremy mengecilkan volume music box lalu menyandarkan tubuhnya dengan santai.
Matanya terpejam dengan dada yang terlihat naik turun.
“Jer, lo baik-baik aja kan?” Reva memperhatikan dengan seksama raut manis khas ambon milik Jeremy.
Perlahan Jeremy membuka matanya dan menatap Reva dengan sendu.
“Ini pertama kalinya lo nanya perasaan gue re…” sahut Jeremy dengan senyum manis di bibirnya.
Reva segera memalingkan wajahnya, ia tak ingin terlibat lebih dalam dengan perasaan yang di rasakan Jeremy. Seperti prinsipnya, selama ia bersama laki-laki yang harus ia temani, "No Heart feeling" cukup duduk manis, dengarkan dan tersenyum. Itu saja yang selalu Reva ingat dalam pikirannya. Dan lagi tidak pernah ada satu tatapan atau interaksipun yang membekas diingatannya apalagi hatinya. Semua yang terjadi akan berlalu begitu saja tanpa perlu ia simpan.
“Re, selama 3 tahun lo menemin gue, 37 kali lo duduk di samping gue, dengerin gue curhat, liat gue nangis gara-gara putus cinta, liat gue mabok gara-gara masalah keluarga, nemenin gue jadi pacar bohongan, bantuin gue buat manas-manasin cewek yang udah nyakitin gue bahkan nemenin gue saat gue cuma butuh untuk di temenin tanpa bicara apapun dan gak pernah sekalipun lo pergi ninggalin gue. Semuanya udah bikin gue terlalu terbiasa ada lo di samping gue." Jeremy menjeda kalimatnya dengan sebuah hembusan nafas kasar. Seperti ada bongkahan besar yang mengganjal perasaannya.
Ia menatap Reva yang duduk di sampingnya, lalu tersenyum saat mata sayu itu berbalik menatapnya. "Selama lo sama gue, ada 2 hal yang gak pernah gue kasih tau sama lo." Tatapan Jeremy terlihat semakin lekat. "Pertama, gue adalah anak hasil selingkuhan dan yang kedua, gue jatuh cinta sama lo.” Begitu saja kata-kata itu keluar dari mulut Jeremy.
Sejenak, Reva terdiam mendengar pengakuan Jeremy. Menjadi pendengar, sepertinya sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan bagi Reva.
“Re, gue gak tau, berapa banyak cowok yang minta jasa lo buat lo temenin. Tapi gue tau, gue cowok yang bikin lo masuk ke lingkaran ini. Gue cowok yang bikin lo milih kerjaan yang gak beda jauh sebagai wanita penghibur dan gue juga yang buka jalan buat lo di cela sama temen-temen kampus. Maafin gue re…..”
Pada titik ini, raut wajah Jeremy berubah sendu. Matanya terlihat berkaca-kaca. Sudut hatinya di penuhi rasa sesal.
Berbeda dengan Reva, ingatannya tentang hari yang ia coba lupakan perlahan kembali terbuka. Sekuat tenaga ia mencoba menahannya agar tidak terbawa perasaan saat bersama Jeremy. Ia selalu punya alasan untuk hal itu seperti yang biasa ia lakukan saat bersama laki-laki lain pula. Karena secara sadar, ia telah membangun tebing yang tinggi untuk melindungi perasaanya tanpa bisa terrenyuh oleh perhatian semanis apapun.
“Jer, sejak dulu, hidup gue adalah pilihan. Terlepas lo menjadi orang yang membuka jalan buat gue atau bukan, sebenarnya pilihan tetap ada di tangan gue. Gue memilih untuk mengiyakan ajakan lo, karena gue ada alesan sendiri. Dan itu bukan gara-gara lo. Lagi pula, selama ini gue masih bisa menjaga diri gue dengan baik. Menjaga kesucian gue, walau gue gak tau orang-orang percaya atau nggak.” Terlihat senyum pedih di sudut bibir Reva. Matanya dengan tegas menatap Jeremy. “Lo gak pernah salah, karena ini pilihan gue. Dan tentang perasaan lo,
maaf gue gak bisa.” Tegas Reva dengan garis senyum tipis di bibir mungilnya.
Jeremy tersenyum kecut. Ia sudah bisa menebak hari ini memang akan tiba. Hari dimana ia mengungkapkan perasaannya dan Reva menolaknya.
“Kita masih bisa berteman kan re?” Suara Jeremy terdengar berat.
“Tentu! Kedepannya lo boleh cerita apapun, gue siap dengerin dan itu gratis.” Sahut Reva dengan diiringi senyuman cantiknya.
“Kalo gue minta peluk sekali aja, sebagai tanda berakhir kontrak, boleh?” rajuk Jeremy dengan seringai jenakanya.
“Gak! lo mau gue gibeng?!” Reva menyilangkan tangannya di depan dada
“Sebentaran doang re.”
“Gak!”
“Ayolah re, lo bilang kita temen. Peluk sekali gak bikin lo hamil juga kali!” Jeremy semakin mendekat
“Ngasal lo ya!”
Reva mendorong tubuh Jeremy, namun tiba-tiba saja, Jeremy menarik tangan Reva dan membuatnya masuk ke dalam pelukan Jeremy.
“Sekali ini aja, gue janji gak akan ngelakuin hal lebih dari ini.” Bisik Jeremy dengan lembut.
Reva hanya terdiam. Ia bisa merasakan hembusan nafas Jeremy yang menerpa lehernya. 3 tahun menemani Jeremy bukan lah waktu yang singkat. Banyak hal yang ia lewati, tertawa bersama, mendengarnya menangis, mendengarnya mengaduh dan mendengarnya mengupat serta melihatnya terjatuh kemudian kembali bangkit. Semuanya membekas di pikiran Reva, namun lagi, tidak pernah masuk ke hatinya.
Jeremy telah bertumbuh, Reva merasa ia pun harus kembali melangkah. Sekali ini saja, mungkin ia harus mengabulkan permintaan Jeremy. Karena selama ini pun, Jeremy memperlakukannya dengan baik.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
Kisti
smg kmu lkas brtemu dgn laki2 pelindungmu ya re.aamiin
2023-03-11
0
Bunda dinna
Reva cewek gadungan Jeremy ternyata
2023-03-01
1
Meili Mekel
reva terxata jadi play girl
2022-10-17
0