Pagi ini, Raka sudah mematut dirinya di depan cermin. Semalaman ia memang tidak bisa tidur, bayangan Reva terus mengisi pikirannya. Setelah selesai dengan urusannya bersama sang pencipta, Raka segera bersiap untuk pergi ke kampus.
“Pagi Mah…” sapa Raka pada wanita paruh baya yang tengah menyiapkan sarapannya.
Ia mengecup pipi wanita tersebut dengan lembut.
“Anak mamah udah rapi gini. Mau kemana sih nak?” Goda Niken seraya mengusap pipi sang anak.
“Kampus mah. Papah mana?” Raka melahap roti isi yang terhidang di hadapannya.
Berbeda dari biasanya, Raka terlihat lebih bersemangat saat ini. Beberapa hari lalu saat ia tiba dari LA, ia pasti duduk membisu di salah satu kursi dengan makanan yang terus di aduk tanpa di cicip sedikitpun. Namun kali ini, Raka yang dilihat Niken sungguh berbeda.
“Papah masih siap-siap di kamar. Bentar lagi juga turun.”
Niken duduk di depan Raka seraya memandangi sang putra yang tengah mengunyah makanannya dengan semangat.
“Apa kampus baru sangat menyenangkan nak?” tanya Niken yang membuat Raka hampir tersedak makanannya.
Niken segera menyodorkan air minum pada Raka, Raka merasa dejavu saat menerima air minum plus wajah cemas yang ia lihat dari Niken.
“Reva…” batinnya. Ia meneguk air mineralnya hingga tandas.
“Lumayan lah mah, gag semembosankan yang aku pikir.” Sahut raka seraya tersenyum. Suapan terakhir masuk ke mulut Raka dan diakhiri dengan segelas jus buah yang ikut berpindah ke perutnya. “Mah, aku berangkat dulu ya! Ada urusan.” Lanjutnya sambil berlalu setelah sebelumnya mendaratkan kecupan hangat di pipi Niken.
“Eh nak, gag bareng papah aja?”
“Nanti aku ke kantor!” sahut Raka yang kemudian berlari kecil menuju mobil mewahnya.
Niken hanya menggelengkan kepala melihat tingkah sang putra yang sangat banyak perubahan. Terlihat tarikan garis senyum di wajah Niken.
****
Raka melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Alunan musik jazz menjadi temannya menghabiskan waktu membelah jalanan yang mulai ramai. Dari bibirnya terlantun lagu yang ia ikuti dari penyanyi aslinya. Matanya tampak awas memperhatikan jalanan sekitarnya.
Saat lampu merah terakhir sebelum kampus, Raka merapikan tampilannya yang terpantul dari spion tengah mobilnya. Kacamata hitam yang semula tergantung di bajunya, kini bertengger rapi di atas hidung mancungnya.
Tak sampai lima menit, Raka sudah berada di halaman parkir kampus. Dengan langkah mantap ia berjalan menuju kantin, tempat paling sering seseorang yang ia cari, sambangi.
Secangkir kopi hitam tengah berada di tangannya. Ia menempelkan tangannya ke cangkir dan merasakan hangat yang berpindah ke telapak tangannya yang kedinginan.
“Bro, udah di sini aja!” seru Fery yang baru datang.
“Kopi!” tawar Raka seraya menyeruput cairan hitam dan pahit miliknya.
Fery hanya menggeleng, terlalu pagi baginya untuk menikmati minuman tersebut.
“Lo pagi bener udah nyampe kampus. Bangun subuh apa gag tidur semaleman?” tanya Fery seraya melepas kacamata yang menutupi mata bulat Raka.
“Dua-duanya.” Sahut Raka sambil menekan-nekan pangkal hidungnya yang terasa pening.
“Ada apa lo pagi-pagi udah ke kampus? Bukannya kelas siang? Jangan bilang lo nyari si Reva!” terka Fery dengan seringai jenakanya.
Raka hanya tersenyum sambil kembali meneguk kopinya.
“Sebenernya gue udah pernah ketemu dia sebelum di kampus ini.” Tutur Raka yang meletakkan kembali cangkirnya pada tatakannya.
“Oh ya? Kapan?” Fery terlihat antusias.
“Sehari sebelum gue masuk kampus, di salah satu pasar tradisional di bogor.” Kenang raka seraya
tersenyum.
Masih terrekam jelas dalam ingatannya tatapan Reva dan suara cemprengnya saat menawarkan barang dagangannya. Raka begitu terpaku melihat Reva yang begitu semangat membantu ibunya.
“Wah jangan bilang bekas luka di bibir lo itu…” Fery menunjuk pipi Raka tempat tempo hari terpasang plester.
Raka mengangguk mengiyakan. “Lo apain sampe dia nonjok lo?” selidik Fery yang sangat penasaran.
“Salah paham kecil, dia ngira gue copet, terus maen hajar aja. Gila bogemnya keras banget.”
Raja kembali mengusap pipinya yang masih terasa ngilu saat mengingat kejadian bersama Reva.
“Hahhahaha baru kali ini lo di kira copet bro! gag dikira mafia sekalian?” ledek Fery dengan tawa yang tidak bisa ia tahan.
“Sialan lo! Tapi ya bro, dia kayaknya gag inget pernah mukul gue. Buktinya pernah ketemu gue aja dia gag inget.” Tutur Raka seraya mengenang kembali beberapa pertemuannya bersama Reva.
“Iya dia emang gitu. Kalo menurut salah satu cowok yang pernah jalan sama Dia, si reva sering menggunakan metode Memory represion atau apalah gitu, jadi dia sendiri gag mau inget sama kejadian yang menurut dia gag nyenengin atau gag dia suka. Termasuk ngelupain cowok-cowok yang cuma sekali dua kali jalan sama Dia.” Terang Fery dengan raut wajah serius.
“Tapi bukannya jalan sama cowok itu suatu kesenangan baru buat dia? Buktinya dia ngejalaninnya dengan santai kan?”
“Itu yang kita liat, tapi kita gag pernah tau apa yang sebenarnya si reva rasain kalo lagi jalan sama para kumbang. Mungkin sebenernya dia ngerasa gag nyaman, tertekan atau gag suka, tapi terpaksa harus ngelakuin itu demi ngumpulin biaya kuliah dia dan biaya hidup adik-adiknya.” Ujar Fery dengan gamblang.
Raka hanya terdiam, berusaha memahami perkataan Fery. Ingatannya tentang kejadian tempo hari kembali berputar di kepalanya. Saat Reva yang marah karena di sebut pel*cur dan saat tiba-tiba ia bercerita dengan penuh kesakitan.
Fery melihat jam yang melingkar di tangannya.
“Ini udah siang kok si Reva belum keliatan ya?” ujar Fery seraya menatap Raka yang terlihat melamun.
Fery membuka handphonenya dan melihat beberapa group kampusnya. “Dia gag ngampus bro!” lanjut Fery seraya menepuk bahu Raka.
“Hah gimana?” Raka gelagapan sendiri.
“Yeee… lo mikirin apaan sih? Gue bilang si Reva gag ngampus.” Fery mengulang kalimatnya dengan malas.
“Kok lo tau?”
“Nih!” Fery menyodorkan handphonenya pada Raka dan tampak lah perbincangan tentang Reva di group yang ia beri nama “Kumbang”.
“Gila, kalian bikin group kayak gini?” seru Raka sambil terus menscroll obrolan di dalam group tersebut.
“Iya , itu fanbasenya si Reva. Semua cowok yang pernah jalan dan ngaku-ngaku jalan sama dia ada di sini.” Terang Fery sambil terkekeh geli mengingat kekonyolannya bersama teman-temannya.
“Gila, ada 147 orang isi groupnya, ini pernah jalan semua sama si reva?” Raka terbelalak melihat isi percakapan di group tersebut.
“Ya enggak lah, paling cuma setengahnya. Sisanya para stalker yang gag punya nyali atau gag punya duit.” Sahut Fery yang kembali tertawa.
Raka tampak asyik membaca satu per satu pengakuan sombong dari para kumbang yang sudah pernah jalan bersama Reva. Banyak foto Reva terpampang di sana. Ada rasa tidak rela di hati Raka melihat Reva jadi perbincangan banyak orang. Matanya terbelalak saat ia melihat sebaris kalimat yang membuatnya jijik.
“Waktu gue jalan sama Reva, gue coba nyium dia, respon dong dia. Dan gila udah sebulan masih kerasa aja bekas bibirnya.” Tulis salah satu laki-laki dengan emoticon bibir.
Terlihat tangan Raka yang mengepal tiba-tiba dan melototi benda persegi di tangannya.
“Lo bilang gag ada yang pernah kontak fisik, ini ada yang sampe ciuman?!” protes Raka dengan kesal.
Fery mengintip kalimat yang di baca Raka. Kemudian menscroll obrolannya hingga ke bawah.
“Tuh baca, itu cuma di mimpi si cunguk doang. Si Jeremy udah nanya langsung ke si reva dan dia bilang gag pernah ciuman sama si cunguk.” Terang Fery sambil menunjuk-nunjuk layar handphonenya.
“Jeremy tuh siapa?” tanya Raka dengan wajah cengonya.
“Haiisshh, Jeremy tuh temen sekelasnya si Reva. Dia pemegang rekor jalan sama si Reva. 35 apa berapa kali gitu. Dia juga yang cinta mati sama Si Reva dan jadi cowok pertama yang ngajak si Reva jalan. Makanya songongnya gag ketulungan. Tapi sedeket apapun mereka, ya cuma bisa jadi temen, gag bisa lebih dari itu.” Terang Fery panjang kali lebar kali tinggi.
“Kenapa cuma bisa temenan?” lanjut Raka yang masih penasaran.
“Astaga, lo dulu bisa dapet pacar gimana ceritanya sih? Lo pedekate kan? Lo pilih-pilih cewek kan? Pasti ada yang nolak dan ada yang nerima lo. Gitu kan?” Fery mengacak rambutnya dengan frustasi.
Raka hanya menggelengkan kepala.
“Hah? Maksud lo?” Fery di buat bingung dengan gelengan kepala Raka.
“Mantan gue yang nembak gue. Gue belum bilang iya, dia udah bikin pengumuman kalo gue pacaran sama dia.” Jawab Raka dengan polos.
“Astagaaaa, bisa gila gue ngobrol sama lo! Jangan bilang lo ciuman sama cewek juga belum pernah?” selidik Fery.
“Kan gue udah bilang cewek gue ngajak putus gara-gara gue cuek, gag mau nyium dia sama gag mau tidur sama dia.” Jawab Raka sekenanya.
“Astaga Rakaaaaa, anak perawan lo yaaaa?! Kalah lo sama anak SMP zaman sekarang yang udah manggil mamah papah. Miris gue!” seru Fery seraya merebut handphonenya dan berlalu begitu saja dari hadapan Raka.
“Fer, gue belum selesei liat!” teriak Raka, namun Fery tak menggubrisnya. Ia hanya mengacungkan jari tengahnya pada Raka. Raka segera berdiri dan mengejar Fery yang pergi meninggalkannya.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
Z@in@ ^ €£ QULUB
good to raka
2023-07-08
1
Tatik Wae
gokil lo raka...... ngakak guwe...
2023-05-21
1
Septya Tya
Raka cowok selugu itu soal pacaran🤔🤔🤔
2023-05-03
1