“Tet tet!”
Suara klakson membuyarkan lamunan Reva. Tampak Edho yang tengah menepikan mobilnya di depan Reva. Sesuai janji, Reva akan menemani Edho ke acara ulang tahun teman SMA nya. Reva sudah berdandan rapi dengan mengenakan dress selutut sesuai permintaan Edho.
“Hay cantiikkk…” sapa Edho yang kini berdiri di hadapan Reva.
“Hay Do…” sahutnya dengan senyum tersungging.
“Yuk cabut!” Edho membukakan pintu untuk Reva yang disambut dengan senyuman cantik Reva yang memperlihatkan deretan gigi putih dan rapinya.
“Apa yang harus gue lakuin di sana nanti?”
Edho menoleh pada gadis cantik yang duduk di sampingnya.
“Gue udah bilang belom kalo lo cantik banget Re?” Edho mengabaikan pertanyaan Reva.
“Tempo hari lo udah bilang dho.”
“Hem, sepertinya gue yang lupa.” Timpal Edho dengan diiringi tawa renyah. “Re, nanti kalo di sana ada yang ngajak lo ngobrol, lo cuek aja yaa, kecuali ada gue di samping lo.”
“Sesuai permintaan lo.” Sahut Reva tanpa ragu.
Edho terangguk-angguk seraya menghentakkan jari-jarinya di atas stir, mengikuti irama lagu yang di putar di music box nya. Sementara Reva tampak duduk santai dengan tatapan lurus ke depan melihat kendaraan yang saling berlarian di hadapannya. Sesekali Edho melirik dan berdecak kagum melihat wujud cantik di sampingnya. Betapa ia bersyukur bisa menjadi laki-laki terakhir yang menemani Reva menyelesaikan petualangannya.
Hingga tiba di sebuah rumah mewah, beberapa mobil mewah telah terparkir di sana. Reva turun bersamaan dengan Edho yang mengulurkan tangannya pada Reva.
“Gandengan doang biar keliatan pacarannya, gue janji gag lebih dari itu.” Bisik Edho yang di sambut senyuman tipis dari Reva.
Mereka melangkah bersamaan menapaki pelataran rumah yang telah di hias oleh bunga-bunga dan dekorasi mewah lainnya.
“Edho, Reva….. Akhirnya lo berdua dateng juga…” sambut seorang gadis yang biasa mereka panggil Alea.
Alea memeluk Edho dan Reva bergantian.
“Selamat ya Lea, inget umur lo makin tua.” Cetus Edho sambil tertawa renyah.
“Hahahaha makasih dho udah ngingetin gue. Ayo masuk, gabung sama yang lain.” ajak Alea seraya menarik tangan Reva.
Edho hanya mengangguk saat melihat tatapan Reva.
Edho bergabung dengan teman laki-lakinya sementara Reva diajak ke mini bar oleh Alea. Ia disuguhi beragam minuman non alkohol karena Alea tahu Reva tidak minum alkohol.
“Re, gue kirain lo sama Edho udah putus, soalnya beberapa kali ketemu dia pasti sendirian.” Ujar Alea seraya memainkan gelas berisi wine di tangannya.
“Iya, gue sama Edho emang punya kegiatan masing-masing dan gag bisa sama-sama terus.” Sahut Reva dengan senyum tipis.
“Kalo gue jadi lo, gag bisa gue jauh-jauh sama Edho. Bawaannya pengen deket dia terus kayaknya. Hahahaha…. Sory nih gue terlalu terus terang.” Tutur Alea dengan tawa ringannya.
Reva hanya tersenyum. Dari kejauhan ia melihat Edho yang tengah berbincang dengan teman-temannya. Secara fisik, memang tidak ada yang kurang dari Edho. Rambut agak gondrong yang terkesan maskulin, dengan mata berwarna biru yang menggairahkan serta bibir dan hidung yang berpadu sempurna di kelilingi rambut tipis di sisi
rahang tegasnya. Bagi Reva, wajar saja jika banyak gadis yang mengaku tergila-gila pada laki-laki berbadan tegap tersebut.
“Lo udah sejauh mana sama Edo?” pertanyaan Alea menggelitik Reva membuatnya tak bisa menahan bibirnya untuk melengkungkan senyum.
“Masih tetep sama, gag ada yang berubah.” Sahut Reva dengan yakin.
Alea hanya terangguk seraya tersenyum, ia kembali meneguk minumannya hingga tandas.
Tak lama ia berajak, “Gue pengen dance, lo ikut?” tawar Alea dengan antusias.
“Gue di sini aja ya…” Reva berusaha menolak dengan halus.
Alea tak ingin memaksa Reva. Ia segera pergi ke area dansa, meminta DJ memutarkan lagu yang berirama lebih cepat hingga refleks membuat orang-orang menghentakan kakinya. Ia menggerakkan badannya seirama dentuman lagu.
“Woowww you hot girl!” seru seorang laki-laki yang tak lain adalah Theo.
Beberapa laki-laki segera mengikuti jejak Alea dan ikut menggoyangkan badannya seirama lagu yang dimainkan. Mereka tampak menikmati musik yang disuguhkan, tak terkecuali Edho.
Reva membalik badannya membelakangi Alea dan teman-temannya yang tengah berpesta. Ia lebih memilih memainkan minuman non alkohol yang ada di tangannya. Hanya sesekali ia melirik dan ikut tersenyum saat terdengar sorakan dari arah mereka yang asyik berpesta.
****
“Reva…” sapa sebuah suara di tengah dentuman musik.
“Oh hay… Lo juga dateng?” sahut Reva dengan ramah.
“Lo masih inget gue?” Raka menunjuk batang hidungnya sendiri, tidak menyangka Reva mengingatnya.
“Memory gue gag sependek itu Fery…” cetus Reva.
“Gue Raka, Re…” timpal Raka.
“Oh, hahahhaha… Sory, kebanyakan minum jus, otak gue jadi ikutan blepbep.” Tukas Reva seraya mengetuk-ngetuk kepalanya. Terdengar tawa renyah dari keduanya.
“Lo dateng sama siapa?” Raka ikut meneguk minuman yang di sodorkan oleh bartender di hadapannya.
“Sama Edho. Lo?”
“Sendiri, kebetulan Alea temen kuliah gue.”
Reva membulatkan bibirnya tanpa suara. Raka tampak mengacungkan gelas berisi wine ke arah Alea yang berteriak memanggil namanya.
Untuk beberapa saat mereka saling terdiam, memandangi gelas masing-masing yang mulai kosong.
“Gue…”
“Gue…”
Ujar keduanya bersamaan. Mereka saling tertawa mendengar ketidak sengajaan keduanya.
“Okey lo duluan.” Ujar Raka seraya tersenyum.
“Hahaha okey… Sebenernya, gue mau minta maaf, karena gag bisa bantu lo dan maen pergi gitu aja. Gue harap lo gag tersinggung.” Tutur Reva dengan tenang.
“It’s okey re, menerima atau menolak itu hak lo kok. Gue gag ada masalah.” Kilah Raka. Walau ia merasa
kecewa, namun ia sadar , ia tak bisa memaksakan kehendaknya.
Dalam sekian detik, Reva merasakan ada seseorang yang berdiri di belakangnya dan melingkarkan tangannya di leher Reva. Secepat itu juga Reva mengambil tangan laki-laki itu dan membantingnya ke meja bar hingga laki-laki itu telentang di hadapannya.
“Theo?” Reva segera melepaskan tangannya melihat Theo yang kesakitan.
“Aw shit! Gerakan lo cepet banget! Belum sempet gue ngasih tanda di leher putih lo.” Ujar Theo seraya terkekeh.
“Theo, ini gag lucu!”
Reva segera berdiri dan menjauh dari Theo yang mulai terlihat mabuk.
“Reva cantik, gue gag becanda… Lo kira gue cowok kuat yang bisa nahan gairah gue ngeliat cewek hot kayak lo? Gue gag sebego Edho yang nganggurin cewek kayak lo gitu aja. Kalo dia gag bisa, gue bisa ngajarin lo sama dia bareng-bareng.” Tutur Theo dengan tatapan penuh gairah. Ia berjalan mendekati Reva dengan seringai jahatnya.
“Theo…” Raka mencoba menahan bahu Theo namun dengan segera Theo mengibaskannya.
“Ada apa ini?” Edho yang baru datang segera menarik tangan Reva dan menyembunyikannya di balik badan tegapnya.
Terlihat Theo tersenyum sarkas. Ia mengusap wajahnya dengan kasar.
“Gue suka sama cewek lo. Ada masalah?!” sahut Theo dengan terus terang.
“BUK!” sebuah pukulan mendarat di wajah Theo.
Theo terkapar dengan sudut bibir melelehkan cairan darah segar. Tangan Edho masih mengepal kuat, terasa denyutan nyeri di sela jarinya yang ikut memerah. Theo mengusap sudut bibirnya, darah segar itu masih terus mengalir. Ia tersenyum kesal melihat respon Edho yang membuat wajah tampannya tertutup lebam bekas pukulan Edho.
Theo mendengus kasar, harga dirinya tak terima mendapat perlakuan tersebut dari Edho, Ia berusaha bangkit dan
“BUK!” sebuah serangan balasan membuat Edho terhuyung.
Reva segera menahan tubuh Edho agar tidak terjatuh namun tangan kokoh Theo menarik Reva dengan kasar hingga berjarak beberapa senti saja dari Theo.
Tubuh Edho roboh, dengan segera Alea menghampirinya.
"Berhenti! Kalian apa-apaan sih?! Gara-gara cewek berantem kayak preman pasar gini!” seru Alea yang ikut terbawa emosi.
“Reva, lo liat, si Edho gag ada apa-apanya depan gue. Gue bisa ngasih yang lebih buat lo!” Theo mencengkram kuat dagu Reva agar tak berpaling dari pandangannya.
“Theo, becanda lo udah kelewatan. Lepasin gue, jangan sampe gue lewat batas.” lirih Reva yang merasa dipermalukan oleh Theo.
Theo melepaskan cengkramannya dengan kasar, terlihat seringai sebal di wajahnya.
“Berapa si Edo bayar lo sehari? Gue yakin, gag lebih dari harga makanan kucing di rumah gue.”cetus Theo dengan tatapan sinisnya.
Reva tercengang, ia tak pernah menyangka bahwa Theo mengetahui hubungannya dengan Edho. “Reva, gue bisa ngasih lebih buat lo. Lo gag perlu nawarin tubuh lo sama laki-laki lain. Cukup jadi temen späring gue tiap malem, perusahaan gue juga bisa gue kasih buat lo.”lanjut Theo dengan seringai liciknya.
Reva hanya tersenyum. Tidak ada rasa sakit sedikitpun yang ia rasakan. Seperti inilah kenyataannya, pandangan orang lain terhadapnya, adalah konsekuensi yang harus ia terima.
“Theo, jangan bacot lo. Lo udah kelewatan!” teriak Edho yang segera menghampiri dan hendak melayangkan pukulannya. Namun, secepat itu pula Reva menahan tangan Edho dan menggenggamnya dengan kuat. Ia tersenyum seraya menggelengkan kepalanya pada Edho.
“Maafin gue do, gue pergi.” ujar Reva seraya melepaskan genggamannya dan berjalan menjauhi kerumunan Edho dan teman-temannya. Ia tau, bukan pilihan baik jika ia terus berada di sana, ia tidak ingin membuat hari bahagia Alea menjadi lebih kacau.
“Heh pelac*r\, urusan kita belum selesai b*tch!” teriak Theo dengan diiringi tawa.
Reva menghentikan langkahnya. Teriakan Theo membuatnya merasa tertampar. Ia memejamkan matanya yang tampak berkaca-kaca. Perlahan jemarinya mengepal, ia berbalik menghampiri Theo dengan langkah yakin.
“Iya, urusan kita belum selesai.”bisik Reva dengan senyuman sinisnya. Theo tersenyum penuh kemenangan. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah Reva dan berusaha mencium bibir Reva.
“BUK!”
Satu, dua, tiga pukulan bertubi-tubi ia berikan di wajah dan dada Theo. Ia pun membanting tubuh Theo hingga terkapar tak berdaya di lantai.
“Aauuwww” Theo mengaduh kesakitan.
Reva berjongkok di samping tubuh besar Theo.
“Kalo lo mau mengoyak mangsa, pilihlah mangsa yang masih segar, jangan mengoyak bangkai yang sudah busuk karena lo cuma bakal dapet baunya.” Tegas Reva seraya melapkan tangannya pada baju Theo. Theo hanya tertawa di antara rasa sakit di wajah dan tubuhnya.
Reva segera berdiri, tidak ada perubahan ekspresi sama sekali tetap dingin seperti tidak terjadi apa-apa.
“Alea, sory gue udah ngerusak pesta lo. Dan tolong telponin dokter buat Theo.”tutur Reva tanpa menoleh sedikitpun.
Dengan kaki jenjangnya ia berjalan meninggalkan semuanya yang masih terpaku. Hanya suara tawa Theo yang berpadu dengan alunan music disco terdengar saling bersahutan.
Raka terpaku, ia tidak pernah menyangka sosok Reva yang seperti ini.
****
Dari pada tengang, mending like sama komen dulu yaaa, mamaciiii...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
Nurwana
pokoknya kerennnnn Thor.
2023-10-01
1
Kisti
like nya udah,koment nya,,tercengah aq thor.gak bsa berkata kt 😲😮😲😲😲😲
2023-03-11
1
Bunda dinna
Harusnya semua wanita punya skill kyk Reva,,biar g gampang di lecehkan pria ya?
2023-03-01
1