“Hay Reva…” sapa seorang laki-laki yang ia kenal sebagai Jeremy teman sekelasnya.
“Hay Jer,,, Makan?” Reva mengangkat piring yang ada di hadapannya , bermaksud menawari Jeremy.
“Thanks Re, gue cuma pengen minum doang.” Sahut Jeremy seraya menyeruput jus jeruk milik Reva.
“Ish, lo emang gag ada akhlak yaa… minuman Gue maen embat aja!” Reva memukul Jeremy dengan bogem mentahnya.
“Aduh sakit Re, minuman doang gue ganti kali!” sengit Jeremy sambil memegangi tangan Reva
“Re, lo jangan kasar dong sama cowok…” protes Riana yang tiba-tiba jadi pendiam dan elegan setelah kedatangan Jeremy.
Reva segera mengibaskan tangannya dari cengkraman Jeremy. Di tatapnya Riana yang masih tertunduk dan memainkan makanan di hadapannya.
“Gue ke perpus dulu ya Ri. Dan lo, temenin Riana di sini!” ancam Reva dengan kasar.
“Re, gue belum selesai ngomong kali.” Jeremy menahan tangan Reva yang akan pergi
“Ngomong apalagi sih? Bawel banget lo!”
Reva mengibaskan cengkraman tangan Jeremy lalu menyilangkan tangannya di depan dada. Terlihat Jeremy senyum-senyum tak jelas sambil menyentuh tengkuknya.
“Malem minggu , nonton yuk… Ada film romantis baru.” Ajaknya seraya tersenyum manis
“Film romantis?” Reva mengutip sebagian kelimat Jeremy. Sekilas ia menoleh Riana yang mengacak makanannya dengan geram.
“Iya, romantic…” Jeremy tersipu sendiri, ia berharap Reva mengiyakan ajakannya.
“Noh ajak Riana, gue gag mau!”
Reva menolaknya begitu saja. Terlihat raut wajah senang Riana mendengar ujaran Reva.
“Tapi gue maunya sama lo.” Jeremy merengek
“Gag!”
Dengan segera Reva pergi meninggalkan Riana dan Jeremy. Ia tak peduli dengan ajakan Jeremy yang aneh-aneh. Sebentar-sebentar ngajak makan di café, atau hiking bareng , kadang karaoke bareng dan semuanya tidak pernah Reva iyakan.
“Isshh susah banget sih ngajak si Reva jalan. Ada aja alesannya.” Gerutu Jeremy yang mengacak rambutnya frustasi.
“Gue bisa temenin ko Jer…” Riana berusaha mendekati Jeremy yang terlihat putus asa.
“Lain kali deh! Males gue!” sengit Jeremy yang juga berlalu pergi. Riana hanya mendengus kesal. Tolakan Jeremy selalu menjadi hal yang menyedihkan baginya.
*****
Suasana perpustakaan tampak tenang seperti biasanya. Reva memilih beberapa buku sebagai referensinya untuk mengerjakan tugas. Setelah mengambil beberapa buku, ia memilih duduk di pojokan agar lebih konsentrasi.
“Bu, punya charger laptop?”
Sebuah suara yang tak asing di telinga Reva membuatnya berbalik. Terlihat Adrian yang sedang berada di meja petugas perpustakaan.
“Wah saya gag punya laptop…” sahut wanita tersebut sambil membenarkan posisi kacamatanya.
“Ini pak, pake punya saya…” Reva menyodorkan charger miliknya.
“Reva Anasya… Terima kasih.” Sambut Adrian dengan senyum tipis di sudut bibirnya.
Reva ikut tersenyum, karena ternyata Adrian mengingat namanya bahkan tau kepanjangannya, membuat jantung berdenyut-denyut kecil.
Selesai dengan urusannya, ia segera kembali ke mejanya, namun ternyata Adrian mengikutinya. Ia duduk di samping Reva dan focus pada layar persegi di hadapannya.
“Kamu jurusan apa?” Adrian bertanya tanpa melirik sedikitpun.
“Ekonomi pak…” sahut Reva yang memilih tidak melirik juga.
Ia mencoba focus dengan halaman-halaman yang di bukanya. Sementara Adrian focus mengerjakan silabus perkuliahannya.
Masing-masing tampak tidak terusik dengan kegiatannya. Hingga hari menjelang malam dan Reva telah selesai dengan tugas kuliahnya.
“Saya pulang duluan pak…”
Reva telah selesai mengemasi semua barangnya.
“Saya juga sudah selesai. Yuk!” sahut Adrian yang segera mengemasi barang miliknya.
Ia mengembalikan charger milik Reva dan membantunya memasukkan ke dalam tas punggung yang telah Reva gendong.
“Makasih pak…”
Adrian hanya tersenyum dan memperlihatkan lesung pipi di kedua sisi wajahnya.
Mereka berjalan beriringan, tidak ada pembicaraan apapun dari keduanya. Hingga tiba di tempat parkir, Reva segera pamit.
“Kamu tinggal dimana?”
“Kost pak…”
“Ayo naik..” Adrian menepuk jok motornya, meminta Reva untuk naik.
“Gag usah pak, nanti malah ngerepotin. Saya naik angkot aja, 10 menit juga nyampe.”
“Naiklah, saya antar.” Sahut Adrian tidak ingin ada penolakan.
Reva pun mengikuti permintaan dosennya. Adrian mulai melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Hembusan angin malam membuat Reva bergidik dingin. Adrian meraih tangan Reva dan memasukkannya ke dalam saku jaketnya.
Sungguh, jantung Reva berdegub sangat kencang. Wajahnya bersemu kemerahan, ia menyembunyikan wajahnya di punggung Adrian agar tidak terlihat dari kedua belah spion. Ingin sekali ia bersandar di punggung Adrian yang bidang dan memeluknya dengan erat. Tapi semua hanya harapan.
****
Hingga beberapa menit berlalu, Adrian memarkirkan motornya di depan sebuah resto kecil dengan menu andalan sate.
“Turunlah, kita makan dulu.”
Reva segera turun. Ia menyatukan kedua tangannya dan menggosoknya satu sama lain. Udara malam ini benar-benar sangat dingin. Baju tipisnya tidak mampu menahan hembusan angin yang menelusuk setiap lekuk tubuhnya.
Adrian berjalan di depan Reva yang terlihat ragu dengan langkahnya. Bagaimana bisa ia makan malam dengan dosennya, apa kata dunia kalau tau Reva dinner dengan sang dosen idola. Itulah pikiran-pikiran yang menganggu Reva saat ini.
Tak disangka, Adrian menarik tangan Reva hingga berjalan di sampingnya.
“Maaf pak, saya tidak bisa.” Reva mengibaskan tangan Adrian dengan segera dan menghentikan langkahnya.
“Reva, ini di luar kampus. Anggap saja saya teman lelaki kamu.”
“Tapi saya gag pernah pegangan tangan sama teman laki-laki manapun.” Sahut Reva.
Ada rasa kecewa di hati Reva, melihat sikap Adrian yang menurutnya terlalu berani.
“Okey, saya minta maaf. Saya janji tidak akan mengulanginya. Jadi bisa kan kita makan malam dulu?” tanya Adrian dengan penuh kesungguhan.
Reva hanya mengangguk.
Beberapa menu telah di pesan dan terhidang di atas meja. Wangi sate benar-benar menusuk hidung Reva.
“Makanlah jangan malu-malu..”
Adrian mendekatkan satu per satu makanan yang ada di hadapannya pada Reva. Setelah memejamkan mata dan mengucap do’a dalam hati, Reva segera menyantap makanan di depannya tanpa ragu. Adrian tersenyum tipis melihat Reva makan tanpa jaga image sedikitpun, ia sangat apa adanya.
Mereka begitu menikmati makan malamnya. Sesekali mereka tertawa membahas hal remeh temeh yang biasa terjadi di kampus. Perlahan rasa canggung pun memudar. Adrian begitu tertarik dengan sosok Reva yang ceria dan menyenangkan.
“Jadi kenapa kamu pilih jurusan ekonomi Re? kamu suka berbicara dengan orang lain, sepertinya komunikasi public lebih cocok buat kamu.” Adrian terlihat begitu penasaran dengan gadis muda di hadapannya.
“Saya orangnya boros tapi perhitungan pak, kayaknya lebih cocok ngambil ekonomi.” Sahut Reva seraya tergelak.
“Pelit juga gga?”
“Banget, hahaha…”
Keduanya kembali tertawa. Reva sosok yang begitu menyenangkan untuk Adrian, dan Adrian sosok yang membuat jantungnya berdegub kencang sejak pertama melihatnya.
“Ddrrtt.. ddrrtt…”
Terdengar handphone Adrian berbunyi nyaring. Ia segera mengangkatnya tanpa beranjak meninggalkan Reva.
“Iya Bu? Oh silabusnya sudah saya email tadi jam 2 siang.” Ujar Adrian seraya melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. “Iya, baik selamat malam…” lanjutnya yang kemudian mengakhiri panggilan.
Reva menatap serius pada Adrian. Ia bisa mendengar jelas ucapan Adrian barusan.
“Kenapa, satenya gag enak?” Tanya Adrian yang dengan santai mencicipi sate di hadapannya.
“Bapak tadi kalo udah selesai kenapa gag pulang duluan aja?”
“Emangnya kenapa? Pulang tadi dengan sekarang gag ada bedanya, sama-sama bakal nungguin kamu.” Sahut Adrian sekenanya.
“Haish, hoby banget sih buang waktu nungguin orang..” gumam Reva yang masih mengaduk makanan di hadapannya.
Adrian hanya tersenyum mendengar gumaman Reva yang menggelitik hatinya.
“Makanlah…” Adrian menyuapkan nasi ke mulut Reva dan Reva membuka mulutnya begitu saja. “Anak baik…” lanjut Adrian seraya mengacak rambut tebal Reva.
“Isshh kotor tau pak!” Reva mengibaskan tangan Adrian, namun Adrian hanya terkekeh geli melihat ekspresi kesal Reva. “Bau sate deh ini rambut.” Reva menciumi rambutnya sendiri.
“Iya gitu?” Adrian refleks mengendus rambut Reva , Reva yang tiba-tiba mendongakan wajahnya membuat pandangan keduanya bertemu. Jarak keduanya sangat dekat hingga Reva bisa merasakan hembusan nafas Adrian yang menerpa wajahnya.
“Em sory…”
Adrian segera menarik dirinya dan kembali ke posisi duduknya namun tatapannya tak pernah lepas dari Reva. Sementara Reva, dengan segera ia memalingkan wajahnya dan berusaha mengendalikan perasaannya yang bergejolak.
Hanya suara sendok dan garpu saling beradu yang mengisi keheningan di antara keduanya.
*****
Adriiaaannn oh Adriaaannn , minta like dan komennya dong... Makasiihh
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
syalu
thor maaf sedikit koreksi tulisan "gag"yang mungkin berarti enggak bisa gak "g"nya di ganti k,jadi "gak" gitu.biar enak bacanya.
2022-09-05
0
Etik Widarwati Dtt Wtda
wahhh
2022-09-02
0
Oka Luthfia
😍😍
2022-08-31
0