Malam hampir menjelang dini hari, sepasang mata bulat masih enggan terpejam. Ia memandangi langit-langit kamarnya yang berwarna putih polos. Sebuah lampu besar tergantung di sana dan telah ia matikan. Hanya lampu tidur yang menerangi kamarnya remang.
Adalah Raka yang saat ini masih berguling ke sana kemari, mencari posisi yang nyaman untuknya tidur. Ia mengecek group pesan yang baru diikutinya. Tidak ada perbincangan tentang Reva, selain rencana kumpul-kumpul mereka di salah satu café.
Raka melihat-lihat foto Reva yang tersebar di group tersebut. Ia menyimpannya ke dalam galery handphonenya dan memandanginya seraya tersenyum.
“Lo dimana sih? Kok pinter banget nyiksa orang? Apa setiap lo buka mata, lo akan melupakan laki-laki yang pernah bersama lo, termasuk gue?” gumam Raka yang berbicara pada foto Reva di hadapannya.
Ia memiringkan tubuhnya, memeluk guling dengan erat seraya tersenyum menatap Reva yang tengah tersenyum padanya.
Benar kata Fery, begini rasanya berhalusinasi membayangkan seseorang ada di depan kita dan berbicara dengan kita, ternyata bisa mengobati sedikit kerinduan.
Raka mulai mencari akun media sosial milik Reva, ia menggunakan semua tagar yang ada di chat groupnya. Namun tidak ada satupun wajah yang terlihat mirip Reva di sana.
Ia mengetikkan beberapa pesan pada Fery dan mengirimkannya.
“Reva gag punya akun medsos ya?” begitu tulisnya yang ia kirim jam 23.49 wib.
Fery yang sudah masuk ke alam mimpinya, tentu saja mengabaikan pesan yang dikirim Raka.
“Nih kebo udah tidur kali ya? Gag bisa banget di ajak susah dikit.” Protes Raka yang berbicara dengan handphonenya.
Ia mendengus kesal, kembali berguling tak karuan.
“Ya tuhaaannn, gue kesiksa banget kayak gini…” pekik Raka dalam hatinya.
Ia mencari kontak Reva, kemudian membuka aplikasi whatapp nya. Last seen nya adalah 2 hari lalu. Raka kembali mendengus kesal, mengacak rambutnya hingga berantakan. Sungguh, malam ini ia merasa benar-benar akan gila.
*****
“Rakaa,,, bangun nak… Rakaa…” suara Niken terdengar nyaring di depan pintu.
Saat akan di buka pun, pintu kamar Raka terkunci rapat, tidak seperti biasanya.
“Raka, papah bilang ikut ke kantor. Ayo kamu bangun dulu…” Niken mengulang panggilannya namun Raka tidak menjawab sama sekali.
Wira yang mendengar suara Niken tak bersambut, segera angkat bicara.
“Mah bilang, kalo dia gag bangun, papah beliin lagi tiket ke LA. Dia terusin lagi sekolah di sana.” Seru Wira setengah berteriak.
Niken hanya tersenyum, walaupun ia tahu ini hanya candaan sang suami, semoga bisa membuat Raka terbangun.
“Raka,, kamu denger nak. Papah bilang kalo kamu gag bangun, dia mau beliin tiket buat kamu ke LA lagi.” Ujar Niken setengah berteriak.
Raka yang masih berada di bawah selimutnya segera bangun dan terduduk mendengar suara Niken. Sebenarnya sejak tadi, bukan ia tidak mendengar panggilan Niken, tapi ia terlalu ngantuk untuk membuka matanya. Rasanya baru beberapa jam saja ia tertidur.
“Raka udah bangun mah!!!” teriak Raka yang segera berlari menuju kamar mandi.
Niken terkekeh, ternyata ancaman suaminya begitu berhasil. Ia segera kembali ke meja makan untuk sarapan bersama suami tercintanya.
“Kenapa mamah senyum-senyum sendiri?” tanya Wira yang sedang menikmati sarapannya.
“Hahha enggak pah, itu anak kamu kok takut banget di suruh balik lagi ke LA. Bukannya kemaren-kemaren dia gag mau di suruh pulang?” tutur Niken yang mulai mengoleskan selai di rotinya.
“Mungkin dia menemukan sesuatu yang menarik di kampusnya.” Sahut Wira seraya tersenyum.
“Apa seorang gadis pah?” Niken terlihat sangat antusias.
Wira hanya mengangkat bahunya, tanda tidak tahu.
Tak lama, Raka terlihat menuruni anak tangga menuju ruang makan. Ia duduk di samping Niken dan meneguk susu putihnya hingga tandas.
“Nanti kamu ke pameran, liat kondisi stan kita di sana.” Tutur Wira yang seketika menghentikan kunyahannya.
“Kenapa gag om Rudy aja sih pah? Raka mesti ke kampus.” Sahutnya dengan malas.
“Raka, sebentar lagi kamu akan jadi penerus perusahaan, kamu harus tau lah minat calon konsumen kita kayak gimana. Belajar yang banyak dari Om Rudy, jangan cuma main aja kerjanya.” Tutur Wira dengan tatapan tajamnya.
Raka hanya mengangguk-angguk sambil melahap roti isi di tangannya.
“Raka, tentang putri Om Seno, mamah udah aturin waktu buat kalian…”
“Maaahh… jangan mulai lagi deh…” potong Raka dengan kesal.
“Tapi Raka,…”
“Mah, Raka juga normal kok. Raka suka sama perempuan, tapi Raka masih mau nyari sendiri. Jadi berhenti jodoh-jodohin Raka sama para putri teman mamah itu.” Tukas raka yang segera menghabiskan sarapannya.
Niken menghembuskan nafasnya dengan kasar. Lagi-lagi Raka menolak calon gadis yang akan ia kenalkan. Bukan sekali ini, sudah berkali-kali dan semuanya berakhir dengan anak gadis orang yang dibuat patah hati.
“Ya udah, pokoknya sampe kamu resmi menjadi penerus perusahaan, kalo kamu masih belum ngenalin seorang gadis sama mamah, mamah akan maksa kamu menikah dengan pilihan mamah.” Ancam Niken dengan serius.
Raka tak menanggapinya sama sekali.
“Aku duluan. Nanti sore ke kantor papah.” Ujarnya seraya berlalu.
“Aduuhhh anak kamu itu pah. Keras kepala banget sih!” gerutu Niken sambil mengeram karena kesal.
Wira hanya tersenyum, Raka memang mewarisi sifatnya, selektif dan semaunya.
****
Sore ini Reva di buat kerepotan dengan banyaknya pengunjung yang datang. Ternyata orang kaya di negara ini memang banyak dan baru terlihat saat event seperti ini.
“Re, tadi atas nama siapa yang mau ngajuin kredit?” tanya Kemal yang sudah membawa setumpuk berkas ditangannya.
“Bapak Anggoro mas.” Sahut Reva dengan segera.
Kemal kembali ke meja nya, stand nya penuh sesak dengan pengunjung.
“Mas kemal, gara-gara si Reva nih kita penuh begini. Ya liat-liat unit iya, ya minta foto juga. Udah kayak dia aja brand ambasadornya.” Kekeh Aldy yang sejak tadi memperhatikan Reva.
“Gag pa-pa, yang penting dalam waktu 2 hari udah 6 unit yang kejual.” Sahut kemal dengan penuh kebanggan.
“Hahahha iya, bonus menanti kita.” tukas Aldy yang tiba-tiba tenaganya ikut bertambah saat harus menghitungkan biaya para kreditur.
Di stan lain, Raka sedang memeriksa Maket yang di tawarkan perusahaannya. Suasananya sangat membosankan dan sepi pengunjung. Dalam sehari hanya 2 atau 3 orang yang mengunjungi stan nya.
Raka melihat, beberapa orang berbondong-bondong menuju stan yang tidak jauh dari tempatnya. Kondisinya penuh sesak.
“Om, di sana pameran apa sih? Kok rame banget?” tunjuk Raka pada kerumunan orang di kejauhan.
“Oh mobil kayaknya. Kenapa, kamu minat?” goda Rudy yang masih asyik memeriksa daftar pengunjung stan nya.
Tanpa menjawab, Raka meninggalkan Rudy begitu saja. Rudy segera menyusulnya dan berjalan bersama Raka.
“Silakan Ibu, type seperti apa yang ibu inginkan? Kami memiliki banyak model dan warna yang eye cathing. Silakan untuk memilihnya terlebih dahulu.”
Mendengar suara itu, Raka serasa mengenalnya. Ia segera masuk dan melihat ke dalam stan tersebut. Benar saja, suara itu adalah milik gadis yang dua hari kemarin dicarinya.
“Om beli satu.” Tutur Raka tanpa berpikir panjang.
“Apanya yang beli?” Rudy kebingungan sendiri.
“Mobilnya lah… Tapi jangan bilang aku yang beli, anggap aja kita gag saling kenal.” Terang Raka yang kemudian ikut bergabung dengan kerumunan orang.
“Mba, boleh foto bentar ya?” ujar seorang wanita yang datang bersama laki-laki muda.
“Boleh bu, sebelah sini yaa, supaya mobilnya terlihat.” Sahut Reva dengan ramah.
“Bukan saya, mba foto sama anak saya aja.” Sahut ibu tersebut sambil mendorong putranya mendekati Reva.
Reva berseru O tanpa suara.
Laki-laki itu tampak salah tingkah dan berdiri di samping Reva dengan kaku. Beberapa foto di ambilnya, si ibu tampak kegirangan sendiri.
“Gimana bu, jadi ngambil yang ini?” Reva mengulang pertanyaanya.
“Nanti ya mba, saya bilang suami saya dulu. Kalo suami saya oke, saya balik lagi ke sini sama anak saya. Anak saya ini udah kerja di perusahaan bonafit lo mba. Gajinya juga lumayan besar, iya kan De?” cerocos wanita tersebut dengan penuh semangat.
Reva hanya mengangguk-angguk mengiyakan pernyataan si ibu.
Di sudut lain, Raka tengah memandangi Reva yang terlihat sangat cantik dengan polesan make up tipis di wajahnya. Baju SPG yang biasa ia lihat di dealer dan jalanan terlihat begitu mewah saat di pakai oleh Reva.
“Selamat datang bapak, silakan ada yang bisa saya bantu?” sapa Reva saat melihat Rudy datang dengan pakaian kerjanya.
“Selamat sore. Saya mencari mobil.” Sahut Rudy gelagapan. Ia mencari sosok Raka yang bersembunyi di kejauhan dan memperhatikan Reva yang tengah berbicara dengan Rudy.
“Iya mobil seperti apa yang bapak inginkan?” Reva begitu fokus pada Rudy yang berada di hadapannya.
“Emm sebenarnya mobilnya buat ponakan saya. Jadi saya juga belum tau mobil jenis apa yang dia mau.” Tutur Rudy yang kebingungan dan celingukan.
“Baik, mungkin bisa saya bantu tapi bisa bapak ceritakan seperti apa keponakan bapak itu?”
“Eemm… Dia itu pinter, tampan, badannya tinggi dan berotot, sekarang kuliah pasca sarjana jurusan manajemen bisnis dan hoby nya minum kopi.” Tutur Rudy dengan gamblang.
Reva tersenyum tipis mendengar gambaran yang Rudy paparkan. Persis beberapa ibu yang tadi mempromosikan anak laki-lakinya. Sementara itu, Raka menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, ia merasa sangat malu dengan detail yang di ceritakan Rudy.
“Mohon maaf kalau dari segi karakternya seperti apa pak?”
Rudy tampak berfikir, ia berusaha mengingat sikap Raka selama ini. “Dia itu kaku, pemalu, gag punya banyak temen. Sikapnya dingin terhadap orang lain dan keras kepala.” Ujar Rudy sambil mengangguk-angguk.
“Astaga Fery, kelakuan bokap lo… Kenapa gag sekalian aja bilang gue jomblo!” gerutu Raka sambil meremas jemarinya satu sama lain.
“Dan belum punya pacar!” tutup Rudy dengan yakin.
“Astagaaaaaa…. Om, awas yaa…” Raka mengepalkan tangannya mendengar kalimat terakhir Rudy. Harga dirinya terasa hancur.
Terlihat Reva yang tersenyum geli mendengar celoteh Rudy. Ia terlihat sangat cantik dengan barisan gigi putih yang rapi. Raka ikut tersenyum, ia lupa akan kekesalannya terhadap Rudy.
“Baik Pak, silakan ikut saya.”
Reva membawa Rudy pada sebuah mobil mewah produksi Eropa berwarna putih yang terlihat gagah. Reva menceritakan detail mobil yang ditawarkannya secara terperinci. Raka ikut menyimak pembicaraan Reva, gerak bibirnya begitu menarik perhatian Raka, terlebih senyum merekah yang tak pernah lepas dari garis bibirnya.
“Iya om, ambil yang itu.” Raka mengetik pesan untuk Rudy dan mengirimkannya.
Rudy tersenyum puas dengan penjelasan Reva.
“Saya ambil yang ini.” Sunggut Rudy dengan yakin.
“Baik bapak, silakan tunggu sebentar, bagian administrasi kami akan menyiapkan segala kelengkapan administrasi pembelian berikut surat-suratnya.” Tutur Reva dengan rasa bahagia yang menyeruak di dadanya.
Rudy hanya mengangguk dan menunggu Aldy yang kemudian dengan cepat mengurus administrasinya.
“Good job Re! kamu emang keren.” Ujar Kemal seraya menepuk bahu Reva dengan bangga.
“Makasih mas…” sahut Reva dengan perasaan bahagia yang bergemuruh di dadanya.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
Mystera11
🤣🤣🤣🤣🤣
2023-07-07
1
Kisti
gak sabar nunggu reva pacaran jadi istrinya raka,,pasti kumbang pd pth hti dan mawar pd layu sketika yaaa 😅
2023-03-11
1
Ririn
om rudy bokapnya fery.. sama2 somplak wkwkk..
seru yah bab ini
2023-03-04
1