Sudah sangat lama dari terakhir kali Reva berbicara dengan Riana. Seiring berjalannya waktu, Reva merasa semakin jauh dengan Riana. Riana selalu menghindar saat Reva akan berbicara. Pesan dan telpon yang ia lakukanpun tidak pernah di jawab Riana.
Hari ini, setelah seharian mencari Riana di kampus, Reva masih belum bisa menemui gadis bermata sipit yang ia sebut sebagai sahabatnya. Maka ia memutuskan untuk menemui Riana di rumahnya.
Seperti biasa, rumah Riana yang megah tampak begitu sepi. Hanya seorang pelayan yang menyambut kedatangan Reva.
“Bi, Ririnya ada?” Sapa Reva saat melihat pelayanan keluarga Riana membukakan pintu untuknya.
“Emm.. Non Riana belum pulang. Udah hampir seminggu nginep di rumah temennya.” Terang wnita muda tersebut dengan wajah cemasnya.
“Boleh saya tau temennya yang mana ya bi?”
“Kalo gag salah namanya Linda deh non Reva…”
Reva tercengang, setau Reva, Linda bukan orang yang bisa di ajak berteman dan Riana sangat tidak akur dengannya. Mereka kerap beberapa kali terlibat pertengkaran kecil saat di kelas.
Perasaan Reva mulai tidak nyaman. Ia segera memutuskan untuk mencari Riana.
3 jam berkeliling mencari Linda dan Riana ternyata tidaklah mudah. Setelah mencari di kost-annya, Reva mencari ke tempat-tempat yang biasa Linda datangi salah satunya club malam.
Sebuah mobil mewah terparkir di halaman club malam yang dikenal sebagai tempat nongkrongnya anak gaul jakarta. Suara hingar musik sudah terdengar sejak di depan club yang bermandikan cahaya lampu disko.
Reva memasuki pintu yang di jaga oleh 2 orang laki-laki berbadan kekar dengan otot-otot tubuh yang terlihat jelas di balik kaos hitamnya. Mata Reva berkeliling mencari sosok yang sedang dicarinya.
Dari kejauhan terlihat Linda yang sedang asyik berjoget dengan beberapa pria. Di meja terpisah tampak Riana yang sedang dicekoki minuman dari tangan seorang laki-laki.
“Ri!” teriak Reva seraya mengibaskan tangan laki-laki yang sedang berusaha menjamah Riana.
“Reva? Mau apa lo ke sini hah?!” ujar riana dengan suara khas orang mabuk.
“Ri, ayo ikut gue pulang.” Reva berusaha menarik tangan Riana namun Riana mengibaskannya.
“Apa peduli lo! Gue mau pulang kek, mau nginep kek, bukan urusan lo!” serua Riana seraya mendorong tubuh Reva menjauh darinya.
“Lo gag usah ikut campur, malem ini temen lo milik gue.” Ujar seorang laki-laki seraya meraih pinggang ramping Riana.
Riana terkekeh di pundak laki-laki itu. Tangan nakalnya membelai lembut dada laki-laki yang sudah cukup berumur.
“Maaf om, tapi temen saya ini di cariin mamahnya. Saya harus bawa Dia pulang.” Reva berusaha menarik tubuh Riana yang sudah setengah tak sadarkan diri.
“Lepasin gue Reva! Gue gag mau pulang! Lo jangan belaga peduli sama gue! Setelah lo ambil semua perhatian Jeremy, sekarang lo pura-pura baik mau ngajak gue pulang. Dasar ular lo!” ceracau Riana tak jelas.
“Ri, apa maksud lo? Gue gag pernah ngambil siapapun dari lo.” Reva berusaha memegangi tangan Riana namun kali ini laki-laki di samping Riana menepisnya.
“Lo urus hidup lo sendiri, temen lo jadi urusan gue.” Ujar laki-laki tersebut seraya mengecup leher Riana. Riana sedikit menjauh namun laki-laki itu terus berusaha melakukan hal tidak senonoh pada Riana.
"Lepasin temen gue, ato lo bakal nyesel!” teriak Reva seraya mendorong tubuh laki-laki tersebut menjauh dari Riana.
Rupanya tenaga Reva cukup besar, laki-laki tersebut terpelanting hingga menimpa sebuah meja dan jatuh telentang di sana.
Semua perhatian kini tertuju pada Reva dan laki-laki yang jadi rivalnya, sementara Riana jatuh terduduk nyaris tenggelam dalam mabuknya.
“Oh, lo berani ya sama gue? Jangan kira lo perempuan gue gag berani bikin lo babak belur. Cepet minta maaf, ato gue bikin muka cantik lo ini gag berbentuk lagi.” Ancam laki-laki tersebut seraya mencengkram dagu Reva dengan kuat.
Reva menyeringai tipis. Dengan segera ia menarik tangan laki-laki itu dan memelintirnya hingga berbalik membelakangi Reva. Reva mengunci tangannya di balik punggung laki-laki tersebut.
“Shit! Lepasin gue bocah ingusan!” laki-laki itu mencoba memberontak namun cengraman Reva lebih kuat.
“Lain kali, lo pilih lawan yang sepadan serigala busuk!” ujar Reva seraya mendorong laki-laki tersebut.
Ia terjatuh menabrak barisan kursi dan tidak bisa bangun karena konsidinya yang setengah
mabuk.
Dengan segera Reva meraih tubuh Riana dan membawanya keluar dari Club tersebut. Riana sudah sangat kepayahan, ia meracau tak jelas. Setelah berhasil mendapatkan taksi yang akan mengantarnya ke rumah, Reva segera membaringkan Riana di sana.
“Reva, gue benciii sama lo! Lo udah rebut Jeremy dari gue! Kenapa lo jahat banget sama gue Reva, kenapa?!” teriak Riana dengan mata tertutup.
“Ri, gue gag pernah rebut siapaun dari Lo. Kalo lo suka sama Jeremy, lo kejar dia, gue gag akan
ngehalangin lo. Tapi lo jangan pernah kayak gini lagi. Gue gag mau terjadi hal yang buruk sama lo.” Tutur Reva seraya menutupi tubuh Riana dengan jaketnya.
Sepanjang perjalanan, Riana terlelap di bawah pengaruh minuman yang di tenggaknya. Reva merasakan kengerian, ketakutannya selama ini terbukti. Cara Jeremy memperlakukannya, membuat seseorang merasa sedih dan kecewa. Dan itu sahabatnya sendiri, Riana.
****
Hujan deras mengguyur ibu kota. Reva tampak sendirian di kost-annya dan tengah menyalakan lilin aroma terapi.
Akhir-akhir ini, Reva banyak menghabiskan waktunya sendirian. Adrian yang biasa setiap hari menemaninya, akhir-akhir ini lebih sering pulang ke rumah orang tuanya yang hanya 2 jam perjalanan saja.
Seperti saat ini, seminggu Adrian tidak memberinya kabar. Hanya sesekali mengirim pesan itupun saat Reva sudah terlelap. Ia mengabarkan bahwa keluarganya ada yang sakit. Beberapa kali Reva mencoba menghubunginya namun tidak pernah ia angkat.
Reva terpaku, memandangi foto dirinya dan Adrian yang tengah tersenyum saat berada di sebuah café. Terlihat sudut bibirnya melengkungkan sebuah senyuman, betapa ia sangat merindukan laki-laki ini.
“Happy monthsary ke 8 bey, semoga kamu selalu sayang sama aku…” lirih Reva yang mulai merasakan kegamangan dalam hubungannya.
Reva merebahkan tubuhnya di atas ranjang, di dadanya ia mendekap foto dirinya bersama Adrian. Matanya memandangi langit-langit kamarnya yang sudah berwarna putih tua. Ia mencoba memejamkan matanya, namun bayangan Adrian terus menghinggapi pikirannya. Diliriknya handphone yang tergeletak di sampingnya, tidak ada pesan atau panggilan yang masuk sekalipun selain pesan iseng dari game online dan tawaran pinjaman kredit.
“Bey, aku kangen…” begitu isi pesan yang Reva kirim pada laki-laki yang selalu mengisi pikirannya.
Namun, jangankan di balas, di bacapun tidak.
Reva berguling, ia membenamkan wajahnya di atas bantal.
“Aku benci hujan, karena saat hujan aku bener-bener kangen kamu.” Lirih Reva.
Tak lama, terdengar suara ketukan pintu di antara suara kilatan petir. Dengan langkah gontai Reva berjalan untuk membukakan pintu.
“Bey?!” laki-laki yang dirindukan Reva tiba-tiba ada di hadapannya. Selarut ini dan dengan badan basah kuyup.
Tiba-tiba Adrian memeluk Reva dengan erat. Tubuhnya yang dingin nyaris membuat tubuh Reva ikut bergidik. Reva membalas pelukan adrian dengan erat. Laki-laki yang ia rindukan memang selalu memberinya kejutan yang tidak pernah ia sangka.
Perlahan Reva mulai melepaskan pelukannya, begitupun Adrian. Wajahnya terlihat sedikit pucat dengan mata yang kemerahan.
“Kamu kenapa malem-malem gini hujan-hujanan?” tanya reva seraya mengusap lembut pipi Adrian.
“Rindu kamu…” lirih Adrian yang kemudian menggenggam tangan Reva dan menciumnya dengan penuh perasaan.
“Em ya udah masuk dulu, ganti baju juga. Aku bikin kamu minuman anget, biar gag masuk angin.” Tutur Reva seraya menarik tangan Adrian.
Namun bukannya mengikuti langkah Reva, Adrian malah menarik tubuh Reva dan memeluknya dari belakang. Ia mengecup tengkuk Reva dengan lembut membuat bulu kuduk Reva meremang.
“Maafin aku, selalu bikin kamu nunggu bey…” Adrian menempatkan dagunya di bahu Reva. Reva mengusap wajah Adrian dengan lembut. Entah lah, perasaan Reva berdebar tak menentu.
“Aku akan baik-baik aja, selama kamu juga baik-baik aja…” sahut Reva seraya tersenyum manis. “Ya udah, sekarang ke kamar mandi dulu gih. Ada sweater aku yang kegedean, nanti bisa kamu pake.” Reva berusaha melepaskan tubuhnya dari pelukan Adrian yang menurutnya semakin erat.
“Mau temenin aku mandi?” bisik Adrian seraya tersenyum.
“Jangan macem-macem, nanti aku sleding kamu baru tau!” ancam Reva seraya menjauh dari Adrian.
Adrian terkekeh gemas. Ia meraih handuk Reva yang berada di atas kursi dan pergi ke kamar mandi. Reva hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Adrian.
“Di depan mahasiswa aja dingin dan kaku sok berkharisma, di depan gue kayak bayi besar aja!” gumam Reva yang terkekeh geli mengingat tingkah Adrian.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
Iwan Sukendra
kelamaan
2025-01-21
0
botak
Adrian dah punya bini oi
2022-10-15
2
Reni Rinjani
sweet banget tapi kek ada yg aneh
2022-08-30
0