Bab 8

Bab 8

Evan menatap proyek konstruksi yang berdiri megah di bawah langit senja. Gedung itu adalah salah satu investasi JC Investment—namun bagi Evan, ini lebih dari sekadar proyek properti. Ia melihatnya sebagai langkah pertama menuju impian besar yang akan merubah dunia. Namun, untuk mencapai itu, ia butuh kekuatan dari balik bayangan. Sesuatu yang tak bisa dijangkau oleh sekadar uang atau jabatan.

Ketika pandangannya mengamati pekerja-pekerja di lapangan, ia tertuju pada seorang pria yang berbeda dari yang lain. Tubuh pria itu tegap, terlihat bekas luka samar di lengan yang terlihat dari balik seragamnya yang lusuh, namun langkahnya pincang, seperti ada sesuatu yang salah pada kaki kanannya. Di sela-sela keramaian suara mesin dan percakapan pekerja, Evan melihat sesuatu yang tak biasa dalam diri pria ini. Sorot matanya, meski letih, tampak memiliki ketajaman yang tak biasa.

“Siapa pria itu?” Evan bertanya pelan pada mandor yang berdiri di dekatnya.

“Oh, itu Theo, Tuan Evan,” jawab sang mandor sambil melirik pria yang dimaksud. “Dulu dia anggota militer. Tapi setelah cedera, dia tak bisa kembali bertugas. Kini dia mengambil pekerjaan serabutan, meski kakinya bermasalah.”

Evan mengangguk kecil, tapi dalam hati, ia sudah merasa yakin. Theo bukan sekadar pekerja biasa—ia adalah orang yang mungkin bisa memainkan peran besar dalam rencananya. Tanpa ragu, Evan melangkah mendekati Theo, memutuskan untuk berbicara langsung.

Theo yang tengah duduk di pojok, terkejut ketika melihat seorang pria muda yang berpakaian rapi berjalan mendekatinya. Dengan perlahan, ia menurunkan rokok dari bibirnya dan menatap Evan dengan pandangan curiga.

“Aku dengar kau pernah di militer,” kata Evan tanpa basa-basi, suaranya tenang namun terukur.

Theo tersenyum sinis, “Ya, dulu. Tapi itu dulu. Sekarang aku hanya pekerja biasa di sini.”

Evan menarik kursi kosong di dekat Theo dan duduk, menatap Theo dengan pandangan tajam yang membuat pria itu sedikit tak nyaman. “Aku tak percaya kau adalah pria yang biasa-biasa saja, Theo. Cara kau berdiri, cara matamu memandang, semua mengisyaratkan bahwa kau bukan sekadar buruh konstruksi.”

Theo tertawa kecil, sinis. “Kau salah tempat jika ingin mencari cerita heroik atau tentara yang tangguh. Aku sudah selesai. Kakiku ini, sudah mengubur semua mimpi itu.”

Evan mengangguk pelan, namun tak ada tanda-tanda mundur. “Bagaimana jika aku katakan aku bisa menyembuhkanmu?”

Theo tertawa pendek, jelas tak percaya. “Sudah cukup banyak dokter yang mengatakan hal itu, tapi nyatanya, aku masih di sini, dengan kaki yang tak bisa berjalan normal.”

Evan tersenyum tipis, menatap Theo dengan keyakinan yang tampak tak tergoyahkan. “Aku bukan dokter biasa, Theo. Aku tahu apa yang salah dengan tubuhmu, dan aku tahu bagaimana memperbaikinya.”

Theo menatap Evan dalam-dalam, untuk pertama kalinya ada sedikit keraguan dalam sikapnya. “Lalu apa yang kau inginkan dariku? Tak mungkin kau menawarkan hal ini tanpa meminta sesuatu sebagai imbalan.”

Evan membalas tatapan itu dengan sorot mata yang tenang, namun penuh intensitas. “Aku butuh seseorang sepertimu, Theo. Seseorang yang memahami medan, disiplin, dan cara bekerja dari bayangan. Aku ingin kau menjadi tangan kananku. Bersamaku, kita akan membangun sebuah kekuatan, organisasi yang tak terlihat di permukaan, namun memiliki kendali penuh di belakang layar. Organisasi yang membuat siapa pun gentar hanya dengan mendengar namanya.”

Theo terdiam, seolah mempertimbangkan setiap kata yang baru saja ia dengar. Ia tertawa kecil, namun kali ini tanpa cemooh. “Itu rencana besar, anak muda. Apa kau tahu jalan ini tak punya tempat untuk mundur?”

Evan menatapnya, tajam dan mantap. “Aku sudah siap, Theo. Tak ada mundur dalam kamusku. Yang kutawarkan adalah kesempatan kedua untukmu—kesempatan untuk kembali ke jalur yang pernah kau pilih, namun dengan tujuan yang lebih besar.”

Setelah hening sesaat, Theo menatap Evan dengan pandangan serius, wajahnya kini tanpa raut cemooh. “Baik. Tapi jika kau berani menipu atau mundur, aku tidak akan ragu untuk meninggalkanmu. Jalan ini berbahaya. Kau tak tahu dengan apa dan siapa kau akan berurusan.”

Evan tersenyum, puas. “Kita akan jalani ini bersama. Aku akan menyiapkan pengobatanmu, dan setelah kau pulih, kita mulai membangun.”

Namun, saat Evan bangkit dan hendak melangkah pergi, suasana berubah tegang. Theo, yang sebelumnya tampak tenang, tiba-tiba berdiri dengan kecepatan yang mengejutkan, gerakan yang tidak mencerminkan kakinya yang terluka. Dalam sekejap, ia mengulurkan tangan, mencoba menangkap leher Evan dengan cekalan yang cepat, gerakan yang tampaknya seperti refleks militer yang terlatih.

Evan, yang tidak menyangka serangan itu datang secepat itu, berusaha menghindar. Dengan keberuntungan dan insting tajamnya, Evan berhasil menggelincirkan tubuhnya ke samping, hanya seujung jari dari tangan Theo yang hampir menggenggam lehernya. Keduanya terdiam sejenak, sesaat setelah Theo menyadari kegagalannya.

“Jangan coba-coba,” kata Theo, suaranya sekarang serak dengan ancaman, tatapannya penuh peringatan. “Aku tak suka ada yang mencoba mengendalikan aku.”

Evan tetap berdiri tegak, matanya masih penuh kepercayaan diri meskipun baru saja hampir terjatuh dalam serangan mendadak itu. “Aku tahu apa yang bisa kau lakukan, Theo. Tapi percayalah, aku lebih dari sekadar pengusaha. Jangan salah menilai aku.”

Theo hanya mengangguk, sedikit terkesan, namun tetap waspada. “Kau mungkin bisa menghindar kali ini. Tapi ingat, dunia ini bukan tempat untuk berurusan dengan orang yang salah. Terkadang berurusan dengan yang benar membawa masalah pada akhirnya.”

Evan tersenyum tipis, percaya diri. “Aku tidak berurusan dengan orang yang salah, Theo. Justru kau adalah orang yang tepat untuk apa yang akan ku bangun.”

Theo terdiam, kemudian duduk kembali dengan perlahan. “Kau punya keberuntungan yang besar, Evan. Tapi jangan anggap aku mudah ditaklukkan.”

Evan menatapnya sejenak, lalu berbalik dan berjalan pergi. “Aku tidak mencoba menaklukkanmu, Theo. Aku mencoba memberi kesempatan. Jangan sia-siakan itu.”

Di rumah sakit Yin Medical Centre

Kedatangan Arka ke rumah sakit itu bukanlah sesuatu yang diinginkan oleh Jonathan. Ia sudah tahu bahwa kedatangan pria itu hanya untuk berpura-pura baik, menyembunyikan niat buruknya yang sebenarnya. Namun, meskipun begitu, Jonathan tetap berusaha tetap tenang. Wajahnya yang lelah karena malam yang panjang terjaga oleh kecemasan itu semakin tertekan dengan kehadiran Arka di ruangan rumah sakit tersebut.

“Paman Jonathan, bagaimana keadaanmu?” Arka berkata dengan nada penuh kepura-puraan, mencoba menunjukkan empati, meskipun sorot matanya memancarkan sesuatu yang berbeda.

Jonathan memandang Arka dengan tatapan tajam. “Jangan berpura-pura,” katanya, suaranya penuh kebencian. “Aku tahu apa yang telah kau lakukan.”

Arka tampak terkejut, namun senyum jahatnya tak menghilang. “Apa maksudmu, Paman Jonathan?” tanyanya, berusaha terdengar tidak bersalah.

Jonathan, yang sebelumnya hanya berbaring lemah di ranjang rumah sakit, kini duduk dengan tegak, menatap Arka dengan penuh amarah. Wajahnya berubah menjadi serius, seperti sedang menahan ledakan emosi yang bisa meledak kapan saja.

“Aku tahu kau yang ada di balik penculikan Stella. Kau pikir aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi?” suara Jonathan menjadi semakin keras, penuh kemarahan yang tak bisa lagi disembunyikan. “Kau berani melakukan itu pada anakku, hanya demi keuntunganmu sendiri?”

Arka terdiam sejenak, seolah tidak menyangka bahwa Jonathan sudah mengetahui segalanya. Senyum di wajahnya berubah sedikit, namun ia masih mencoba mempertahankan kendali. “Kau terlalu cepat mengambil kesimpulan, paman Jonathan. Aku hanya berusaha melakukan apa yang terbaik untuk—”

“Tutup mulutmu!” Jonathan memotong dengan suara yang menggema di ruang rumah sakit itu. “Kau tahu apa yang hampir terjadi pada Stella. Kau tak pernah peduli padanya, kau hanya menggunakan putriku untuk permainanmu sendiri!”

Arka merasakan ketegangan di udara, namun ia tidak menunjukkan ketakutannya. Di dalam hatinya, ia merasa dirinya masih punya kuasa atas situasi ini. Namun, reaksi Jonathan yang penuh amarah membuatnya terkejut. Arka kemudian melihat sosok pria tua yang masuk ke dalam ruangan, pria yang dikenalnya sebagai penjaga lama Jonathan, yang sejak lama menjaga keluarga mereka. Wajah pria itu menatap Arka dengan penuh kebencian.

“Tuan Jonathan… jangan biarkan orang ini masuk ke dalam hidupmu lagi,” ujar pria tua itu dengan suara keras. "Aku sudah tahu semua tentang dia. Aku tahu siapa dia sebenarnya. Anda harus berhenti berurusan dengannya."

Jonathan melihat pria tua itu dan segera mengangguk setuju. Ia kembali memandang Arka dengan tatapan tajam dan marah. “Kau telah melanggar batas, Arka. Aku tak akan membiarkanmu mengancam keluarga ku lagi!.”

Arka, yang semula tampak tenang, kini merasakan amarah yang menggebu. Namun, dia berusaha menahan diri, menekan emosinya agar tidak terlihat lemah. “Kau bisa berpikir begitu, Paman Jonathan,” katanya dingin, senyum sinis masih tergambar di wajahnya. “Tapi ingat satu hal aku selalu bisa membuatmu berlutut.”

Jonathan memandang Arka dengan tatapan penuh kebencian, namun Arka terus berbicara, nadanya penuh ancaman.

“Aku akan pastikan bahwa suatu hari nanti, di depan matamu, aku akan merusak hidupmu. Kau akan melihat Stella, putri kesayanganmu itu, berada di bawah kendaliku… dan aku akan memperkosanya di depanmu. Hanya saat itu kau akan tahu rasa sakit yang sebenarnya.”

Setiap kata yang keluar dari mulut Arka bagaikan pisau yang menembus hati Jonathan. Rasa ngeri dan kemarahan berpadu dalam dirinya. Namun, Jonathan berusaha keras menahan dirinya untuk tidak berbuat lebih jauh. Dengan suara berat yang penuh kebencian, Jonathan berkata, “Kau akan menyesal dengan ancamanmu itu, Arka.”

Arka tertawa pelan, tidak peduli. “Kita lihat nanti, Tuan Jonathan…Kau tidak akan bisa melindungi Stella selamanya.”

Saat itu, pria tua yang berada di sisi Jonathan berdiri dan melangkah maju, menghalangi jalan Arka untuk lebih mendekat. Dengan tatapan tajam, pria itu berkata, “Jika kau berani datang lagi ke sini, aku akan pastikan kau tidak bisa berjalan dengan bebas.”

Arka memandang pria itu dengan sisa kebenciannya, namun ia tahu bahwa saat itu adalah saatnya untuk mundur. Ia memutar tubuhnya dan meninggalkan ruangan itu dengan langkah berat, namun senyum jahat tetap mengukir di wajahnya.

Begitu Arka pergi, Jonathan terjatuh kembali ke ranjangnya, tubuhnya lelah dan tertekan oleh apa yang baru saja terjadi. Paman tua itu berdiri di sampingnya, memberinya dukungan seiring beratnya beban yang harus ditanggung.

Namun, dalam hati Jonathan, satu pemikiran terus berputar—bahwa ancaman Arka bukanlah hal yang sepele.

Setelah satu minggu berlalu, Theo mengalami proses perawatan yang intens. Evan menggunakan metode medis yang belum pernah Theo alami sebelumnya. Setiap perawatan terasa menyakitkan, namun Theo merasakan perubahan pada tubuhnya—kakinya mulai merespon perlahan.

Evan melakukan perawatan untuk Theo di sebuah Rumah sakit paling besar yang merupakan rumah sakit dibawah JC Investment. Yaitu Institut International Health care. Sebuah rumah sakit seperti hotel 5 bintang. Dan Evan mempunyai pegangan sebagai direktur di rumah sakit itu karena dia adalah pemilik Jc Investment. Tiada siapa yang berani bahkan dokter-dokter disana tidak bisa menghalangi Evan.

Suatu malam, di sebuah ruangan khusus dirumah sakit, Theo terbaring setelah perawatan. Evan datang menemuinya, membawa beberapa berkas di tangannya.

“Rasanya bagaimana?” tanya Evan.

Theo memutar-mutar kakinya, meski dengan sedikit rasa sakit, ia bisa merasakan pergerakan yang mulai kembali normal. “Aku tidak percaya, ini seperti keajaiban. Jika ini terus berlanjut…”

“Kau akan bisa kembali seperti sedia kala, bahkan lebih baik,” potong Evan. “Setelah kau pulih, aku ingin kita mulai perekrutan pertama. Kau yang akan memimpin pelatihannya. Kita rekrut mereka yang terpinggirkan, yang dunia anggap sampah, namun memiliki kemampuan yang bisa kita manfaatkan.”

Theo mengangguk, mata tajamnya mulai kembali berkilau. “Baik, aku akan persiapkan segala hal yang diperlukan. Kita tak bisa membuat kesalahan sedikit pun dan harus berhati-hati dengan setiap orang yang direkrut, mereka belum tentu loyal.”

Evan menepuk bahu Theo, penuh keyakinan. “Itu sebabnya aku memilihmu. Kau dan aku, kita akan ciptakan sesuatu yang besar, sesuatu yang dunia ini belum pernah lihat sebelumnya dan akan membuat dunia takut hanya dengan mendengar nama Organisasi kita.” Evan mengatakan itu dengan penuh keyakinan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!