“Bagaimana dengan tawaran gue?” tanya Roman.
Aku menggelengkan kepala. Dan Roman langsung memalingkan wajahnya, menatap jauh ke langit, sore ini.
“Oke, kalau begitu lo nyanyi di sini!”
“Di sini?”
“Iya.”
Aku menatap orang-orang di halte, mereka menengok ke satu arah. Menunggu bis kota untuk membawa ke rumah masing-masing. Sore ini, Roman menahanku untuk tidak pulang di halte ini. Dia masih memainkan jari-jari di senar gitar.
“Aku nggak bisa nyanyi.”
“Gue nggak butuh bisa atau tidak, tapi gue pengen denger suara lo, itu aja!”
Laki-laki yang memaksa, tapi aku suka dipaksa seperti ini. Bagiku Roman sebebnarnya bukannya memaksa, tapi tegas. Hm, walaupun berbeda karakter, namun aku yakin Roman memiliki arah hidup yang sama. Aku belum pernah melihat dia merokok, atau mabuk. Dia hanya bergaul, justru aku yang kaku menghadapinya, aku terlalu penyendiri, sehingga tidak bisa mengikuti gaya bahasanya, tapi, aku sadar, Roman tak pernah memintaku untuk mengikuti gaya bahasa. Mungkin, dia suka dengan wanita kaku, sebab tidak semua wanita di sekolah seperti aku.
Bukan ingin menyombongkan diri, namun aku sadar, bahwa kata unik, sangat diminati oleh kebanyakan laki-laki dewasa ini. Roman, haruskah aku mengatakan jatuh cinta kepadamu, atau aku menunggu luluh hatimu, untuk mengatakan bahwa kamu ingin melindungiku?
“Aku…”
Dan terdiam. Tak bisa kuteruskan kata-kata ini.
“Memang tak mudah melawan sesuatu yang kita tidak inginkan.”
“Maksudmu?”
“Hhh… lo teguh dalam memegang prinsip, jarang ada wanita seperti itu.”
Mendadak hidungku kembang-kempis. Seperti akan terbang ke angkasa, dimana langit sedang mendung, pasti akan turun hujan.
“Tapi, jangan ge-er ya.”
“Biasa aja kok!” ketusku.
“Hahahaha…”
Roman malah tertawa ngakak. Memangnya ada yang lucu? Aku merasa dipojokkan oleh prasangkanya, aku menyukai itu. Aku sangat suka dengan ke hati-hatian dia membuka diri untukku, seolah dia juga berusaha mengenaliku, berusaha untuk tidak membuatku tersinggung. Lelaki yang seperti ini, adalah orang yang baik hati.
Hanya saja, Roman dibentuk oleh lingkungan yang keras. Bukan hanya dia, aku juga terbentuk dengan lingkungan yang sama, walaupun ibu selalu membatasiku untuk masuk ke dunia itu, seolah dia tidak ingin aku menjadi seperti dirinya, dia sangat menjagaku dari hal-hal negatif. Dengan segala kelakuan ibu, dia memberi contoh bahwa lingkungan di kota besar ini bukan tempat yang cocok untukku.
“Kamu menertawaiku?” aku memasang wajah galak.
“Nggak… nggak… aku hanya senang melihat lo bersikap ketus. Habis, biasanya murung…”
Biasanya? berarti dia memerhatikanku selama ini. Ya ampun, bunga-bunga cinta semakin bermekaran.
“Loh kok bengong? Ayo nyanyi!”
“Ih… aku nggak bisa nyanyi.”
“Nggak baik membohongi diri sendiri.”
Kali ini, Roman sangat tampan dengan tatapan yang tajam. Aku semakin terpesona, seorang laki-laki yang membuat jantungku berdegup lebih kencang. Apakah aku bisa menguasai diri ini di depannya?
Tiba-tiba, Roman memainkan gitar. Petikan-petikan jemarinya membuat bulu kuduk merinding, sangat halus. Hujan mulai turun rintik-rintik, angin berhembus perlahan, dan aku merasakan orang-orang di sekitar diam, mendengarkan petikan gitar itu. Sesekali, Roman melantunkan suaranya, mungkin untuk memancingku bernyanyi mengikuti iramanya. Lagu yang tak asing bagi diriku, Roman memang pandai membuat aku terbuai.
Gelombang demi gelombang suara gitar itu mengalun, mendayu-dayu, meruntuhkan kepedihan yang aku rasakan saat ini. Kemurunganku menjadi sebuah jalan cahaya, memancarkan warna terang dalam pandangan. Apakah aku memang sudah jatuh hati kepada Roman? Atau, aku hanya terhipnotis dengan suara merdu gitarnya?
Sesekali kulirik wajah Roman, dengan sembunyi-sembunyi. Aku malu untuk menatapnya lama-lama, aku takut dia tak suka dengan pandanganku. Namun, Roman malah balik menatapku, seolah memaksa untuk bernyanyi bersamanya.
Dalam hati, ada suara yang mengatakan kamu adalah rembulan
Dalam jiwa, ada suara yang mengatakan cinta adalah sunyi
Dalam dirimu, ada rembulan di tengah kesunyian
Roman berpuisi. Ya Tuhan—aku tak pernah menyangka jika berandalan ini dapat melantunkan puisi begitu dalam, begitu sunyi, dan tatapannya sangat romantis. Aku terhanyut, mulutku perlahan bergumam, menyanyi. Roman semakin memetik gitar dengan sangat merdu, tanpa disadari, aku bernyanyi diiringi gitar. Dan hujan turun membasahi bumi, membasahi hati kita yang tengah terbuai asmara.
Dalam hati ada puisi
Untaian kata hanya untukmu, wahai rembulan
Seperti seorang gadis yang duduk di tepi jendela
Memandang langit, memandang hidupnya
Roman berpuisi kembali. Aku mendengarkan dentingan gitarnya, kemudian bernyanyi, semakin lepas. Orang-orang melihat kami, dua remaja yang duduk di sudut halte, memainkan gitar, berpuisi dan bernyanyi. Mereka pasti terhanyut, mereka larut dalam untaian-untaian kata dan suara dari kami. Dan, kami tak pernah menganggap mereka ada.
Tak!
Senar gitar putus. Kami saling pandang—emosi masih memuncak dalam hati, napas kami turun-naik.
“Suara lo lebih bagus dari yang gue dengar!”
“Puisimu juga.”
Dan kami tersenyum. Suara hujan yang menggantikan musik dan puisi, seolah hujan itu sendiri adalah musik dan puisi.
“Aku…”
Tak kulanjutkan lagi ucapanku, hati ini sesak. Berdosakah seorang wanita berjilbab mengenal cinta? Pemikiran ini yang membuatku tidak stabil jika berdekatan dengan Roman, aku tak tahu, cinta itu berdosa atau membuat doa. Yang aku rasakan, cinta membuat diriku lebih hidup, cinta membuat aku mengerti orang lain.
“Ada apa?”
“Tidak ada apa-apa.”
“Sebaiknya kita segera pulang, sebelum terjadi banjir!”
Roman bangkit dari tempat duduknya, aku juga ikut bangkit, bis kota berhenti di depan halte, aku dan Roman segera masuk, berebut dengan yang lain, berdesak-desakkan, seperti orang yang kelaparan mendapatkan sebungkus nasi. Hari ini, ada puisi dalam hatiku. Tentang Roman dan hujan yang turun, serta tatapan mata yang memancarkan harapan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
IF
Dan aku masih nyimak kalian yang lagi asik.
Oh ya Thor, kalo boleh tanya, ada berapa total kata di part ini?
Kamu udah sering buat karya tulis ya Thor?
dan satu lagi, penggunaan elipsis yang benar itu gimana?
"Jadi... (tanpa spasi setelah kata "jadi")
atau
"Jadi ... (pakai spasi setelah kata "jadi")
2020-02-06
1