“Ibu….!!!”
Aku menjerit, dada ini terasa sesak, aku tak ingin hidup lagi. Aku ingin menyusul ibu ke surga, aku ingin mati. Sudah tak ada siapa-siapa saat ini yang dapat membuatku bertahan untuk hidup di dunia ini. Semuanya pasti akan terasa hampa. Semua akan terasa sepi. Ibu, adalah satu-satunya alasan aku hidup di sini, meskipun aku sendiri tidak merasakan hidup di lingkungan yang sangat berbeda dengan apa yang aku harapkan.
Orang-orang memegangi tubuhku yang meronta-ronta. Ibu diusung keranda, meninggalkan rumah menuju peristirahatan untuk selamanya. Entah bagaimana dengan nasibku ini, apakah aku bisa bertahan hidup tanpa seorang ibu? Atau sebaliknya, aku hidup dengan diliputi api dendam, ingin membunuh setiap laki-laki hidung belang.
Sepertinya, memang laki-laki itu sama.Tidak pernah ada belas kasihan kepada perempuan. Mengapa mereka tega melakukan itu semua? Dan Mengapa Tuhan hanya diam? Ibuku sudah terlalu menderita, keluargaku berantakan. Dan, Tuhan hanya diam.
Beberapa teman dan guru datang melayat, namun wajah mereka datar saja. Dan aku juga tidak peduli terhadap mereka, tak ada yang peduli juga padaku, semua yang hadir di sini hanya menjalankan hukum sosial, hukum bertetangga, tak ada yang tulus dari dasar hati, sebab setiap harinya mereka mencibirku dan ibu.
“Sabar ya… Anggun,” kata seseorang.
Entah siapa juga orang itu. Aku hanya bisa terus menjerit, meronta, suasana dalam kepalaku gelap. Aku sudah tak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini. Seorang wanita yang menjagaku, kini meninggalkanku, dia adalah wanita paling hebat, paling setia, hingga rela mati untukku.
Semua mungkin terbawa suasana syahdu, atau aku yang terbawa arus kesedihan, selalu saja membayangi langkahku. Mengapa ini terjadi padaku? Apa salah dan dosaku sehingga aku harus sebatang kara? Aku seorang muslimah, aku menjaga kehormatanku, aku menjaga agamaku, walaupun aku hidup dalam kota serigala, kota seribu binatang yang siap menerkam mangsa yang melintas.
“Ikhlaskan semuanya Anggun, tenang…. Jangan putus asa!”
Suara siapa lagi itu? Aku tak tahu, aku terus berontak, menjerit, histeris. Tuhan ambil saja nyawaku, aku tidak butuh hidup di dunia ini. Tak pernah membutuhkanku, jika ibu seenaknya saja Tuhan ambil. Mengapa aku tidak segera saja dimatikan oleh-Mu.
Sementara laki-laki yang disebut oleh Ibuku pada ucapan terakhirnya adalah ayahku, dia bebas di luaran sana. Dia menikmati hidup yang serba senang, dia bisa tertawa bahagia. Dia, tidak pernah merasakan kesedihan, kepedihan dan kehampaan seperti aku.
“Istighfar Anggun. Minta ampun sama Allah!”
Pergi! Semuanya pergi, aku tak butuh nasihatmu. Kemana saja kalian ketika aku akan diperkosa, kalian tidak pernah datang, kalian pura-pura tuli. Kalian mungkin sengaja membiarkan kehormatanku direnggut oleh bapakku sendiri, lalu menertawaiku ketika bunting. Kalian hanya bisa menertawaiku, lalu mengapa kalian sekarang menasihatiku.
Belum cukupkah kalian menertawai lukaku dan keluargaku? Aku tidak pernah mengerti, di kota orang hidup berdampingan tapi saling memunggungi. Mereka saling kenal tapi tidak saling mengenal. Aku sangat terpukul, aku putus asa.
“Ibu…!!!”
Keranda ibu menjauh, aku berlari mengejarnya. Aku tak rela ibu masuk liang lahat, aku tidak ingin ibu dikubur, para ibu berusaha membopongku, aku terus berontak, dan beberapa menit kemudian aku merasa gelap, entahlah, semua gelap. Gelap, gelap…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments