"Huh enggak istri, enggak suami sama aja"
Gerutu Umi Hasan setelah telponnya dimatikan sepihak oleh Nyonya Wijaya.
"Ada Mi, kok ngomong kesel sendiri gitu"
"Itu lo Bi, besan kesayangan Abi itu. Nanyain Syara yang pulang enggak pamit, ngomel-ngomel dan mentingin nama baiklah, bikin malu atau apalah. Mereka sendiri aja enggak sadar, kelakuan mereka pada putri kita"
"Astaqfirullah Umi, sudah enggak boleh ghibah"
"Terus aja belain, anak sendiri kesiksa enggak sadar apa"
Abi Hasan beristiqfar banyak, dan menghela nafas panjang melihat istrinya yang memang sangat sensitif jika sudah berurusan dengan Syara. Istrinya bahkan masih kesal padanya, yang menikahkan Syara dengan Hans, bukan dengan Afdan.
Melihat tinggah Hans di hari pernikahan dan menyeret paksa saat membawa Syara pulang, membuat geram dan kesal istrinya itu bertampah padanya. Dan semakin menjadi saat melihat Syara yang sudah tiba di rumah mereka saat pagi buta dengan mata sembab, dan ada luka di bagian lehernya.
Syara sejak kepulangannya, ia banyak berdiam diri di kamar. Abi Hasan hanya bisa melihat dari pintu, ia masih berada dalam posisi menerima kemarahan dalam diam istri dan putrinya.
Syara membuka lembaran demi lembaran diary lamanya. Syara menumpahkan segala kisah dalam hidupnya dengan menulis di buku kesayangannya. Dan dari situlah Hana tahu, jika ia memiliki seeorang yang dikagumi diam-diam sejak dari SMA.
Dairy SMAnya banyak mengisahkan pertemuan-pertemuan tak sengaja ia dan Afdan. Mereka memang kemudian sering bertemu tapi tak pernah saling memandang, karena Afdan adalah murid kesayangan Abi dan Uminya yang sering diundang ke rumahnya.
Ia selalu bermimpi jika kelak ia menikah dengan Afdan, Diary itu akan diberikan kepadanya di malam pengantin mereka. Do'a-do'a disepertiga malamnya jua tak lepas menyebut nama Afdan untuk dijadikan suaminya kelak. Lagi-lagi, impian yang ia bangun itu, impian yang hampir nyata musnah sudah.
Afdan sejak ditolak lamarannya tak lagi berada di pondok milik Abinya. Tak pernah terdengar kabar lagi tentang laki-laki itu. Malu, marah, kecewa mungkin itulah yang dirasakan Afdan, sama seperti Syara yang sedang meratapi takdirnya.
"derttt, dertttt"
Suara ponsel Syara terus berbunyi, Syara melihat Hana menelpon. Namun panggilan itu tak dijawabnya. Biarlah ia ingin menjadi egois untuk saat ini, ia sedang berada di posisi tidak menyukai keluarga Wijaya. Chat Hana juga begitu banyak, tapi lagi-lagi Syara mengabaikannya.
Syara ingin menulis lagi kisahnya, kisah kepiluannya yang harus menikah dengan lelaki tidak sesuai harapannya. Ia menghadap kaca rias, ia menyentuh lehernya yang diplester. Seketika ia ingat lagi perlakuan Hans, ia geram saat Hans menarik jilbab dan mengungkungnya dengan paksa, namun ia sedikit menarik senyum saat Hans membersihkan darah dan menyetuh kulitnya meski menggunakan waslap.
"Ahhhh apaan sih aku ini"
Gumamnya, sedikit melupakan tujuan awal ia berada di depan meja rias yang juga berfungsi sebagai meja belajar untuknya.
Syara mulai menulis apa yang ingin ia tulis, tentang Hans, Hana keluarga Wijaya. Ia bebas berekspresi, menorehkan tinta membentuk kata-kata menjadi kalimat-kalimat panjang yang memiliki arti.
Ia ingin berbagi rasa, rasa gelisahnya, tak suka, benci, kecewa, amarah, geram, kesal, ke dalam tulisan. Ia tidak ingin mencaci siapapun, ia hanya menumpahkan isi hatinya itu. Ia bisa sedikit lega jika sudah menuliskan gundah gulana hatinya itu.
"Tok-tok, sayang apakah kamu baik-baik saja nak"
Suara Umi menghentikan kegiatannya.
"Apakah Umi boleh masuk sayang?"
"Iya mi"
Umi Hasan masuk dan mendekati putrinya, ia tak pernah melihat putrinya itu terlihat tak ada semangat. Syara pribadi yang ceria, ia sangat dekat dengan Uminya. Hati ibu mana yang tidak trenyuh melihat kondisi putrinya itu.
"Sayang, kita pergi ke kampung nenek yuk"
Ucap Umi sambil membelai wajah putrinya. Syara terdiam, memandangi Uminya, ada sesuatu yang sangat ingin dikatakan olehnya.
"Katakanlah sayang, apa yang kamu katakan nak, ada umi, selalu ada umi untukmu nak"
Umi Hasan terisak lagi tak kuasa menahan bendungan air mata.
"Umiii"
Syara ikut menangis dan memeluk uminya, Umi Hasan membawa Syara ke pembaringan. Meletakkan kepala Syara di pangkuannya dan tangannya mengusap-usap rambut putrinya.
"Umi tau nak, ini berat untukmu. Umi juga merasakannnya nak, umi juga ga setuju dengan keputusan Abimu"
"Umi, kenapa harus Kak Hans mi yang jadi suami Syara"
"Mungkin sudah takdir nak"
"Bagaimana kalau Syara meminta cerai?"
"Astaqfirullahaladzim sayang, apa yang barusan anak umi ucapkan"
"Bukankah Umi juga tidak setuju dengan pernikahan ini"
"Umi memang tidak setuju sayang, tapi bukan berarti Umi akan mendukung perceraianmu nak"
"Umii, Syara enggak sanggup umi"
"Umi paham nak, berat memang tugas membimbing suami"
"Bukan itu saja umi, Kak Hans...."
Suara dia tercekat, haruskan ia memberitahu uminya bahwa ia adalah istri ke dua Hans, si pemer**** kejam, dan kini juga sedang menantikan anaknya.
"Kenapa sayang, jika kelak Hans berlaku kasar padamu maka pulanglah nak, pintu rumah ini selalu terbuka untukmu. Umi akan selalu berusaha melindungi anak Umi yang sholehah ini"
"Umiii, Syara...Syara...istri ke dua Kak Hans mi"
Akhirnya Syara tak bisa lagi menahannya.
"Astaqfirullah nak, jangan membuat fitnah meski kamu ingin bercerai darinya sayang"
"Syara tidak memfitnah Umi, Kak Hans itu sudah menikah sebelum dengan Syara"
"Jadi beneran"
Ucap Umi Hasan yang terkejut dan menanyakan kembali untuk menyakinkannya. Melihat ekspresi wajah putrinya, yang mengangguk dan kembali menangis membuatnya yakin.
"Kapan dia menikah dengan wanita itu?"
"Empat hari sebelum kami menikah umi"
"Astaqfirullahaladzhim, lahaulla walakuwata illa billahilaliyil adzhim, dalam seminggu punya dua istri"
Umi Hasan semakin terkejut mendengar fakta yang dikemukakan anaknya.
"Lalu di mana perempuan itu, apakah dia hadir saat pernikahanmu"
"Dia tidak ada Umi"
"Apakah hatinya tidak sakit, melihat suaminya menikah lagi dan beritanya kemana-mana. Tidak mungkin ia tidak akan tahu, kurang ajar ternyata keluarga Wijaya itu"
Geram Umi Hasan dan mengepalkan tangannya. Bagaimanapun ia tidak terima terlebih lagi anaknya jadi istri ke dua. Jika ia tahu sejak awal, ia akan meminta dibatalkan pernikahan Putrinya itu.
"Ia tidak tahu jika Kak Hans menikah lagi"
"Bagaimana bisa tidak tau, beritanya aja kemana-mana sayang?"
"Ia tidak tau umi, bahkan ia tidak tau dinikahi oleh Hans, diperkosa dan mengandung anaknya"
Batin Syara dalam hati, bagaimanapun ia masih istri dari laki-laki yang menikahinya dan tidak ingin memperburuh namanya di hadapan uminya.
"Istri pertama Kak Hans koma umi"
"Allahu akbar"
"Koma?"
Syara mengangguk
"Apakah dia pasienmu itu?"
Lagi-lagi Syara mengangguk menjawab pertanyaan Uminya itu.
"Ya Allah nak, apa yang sebenarnya terjadi pada hidupmu sayang"
Umi Hasan lagi-lagi bersedih melihat nasib anaknya. Anak satu-satunya yang ia jaga sepenuh jiwa, satu-satunya harapannya. Namun apalah daya, takdir sedang ingin bermain dengannya.
############
**Alhamdulillah chapter 20 sudah selesai
Ahh tidak menyangka bisa menulis sejauh ini,
Terima kasih Robbku.
Terima kasih pembaca setiaku,
Terima kasih semuanya
Doa dan dukungan selalu membuatku semangat buat Up lagi
yukslah
di Vote,
di coment
di like
di follow lesta lestari
di beri poin.
terima kasih
❤❤😍🤲🙏**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Tiwi Rahayu
nyesek banget kisah mu Syara tapi lebih miris dan nyesek Arindita yang tidak tau kalau sudah dinikahi dan hamil dari seorang pria pemerkosa dan parahnya lagi beristri 2 ...
2022-09-19
0
Asmariah III
jgn sampai hubungan Hana dan Syara jd tdk baik gegara nikah paksa ini
2020-09-27
2
Kayla Azzahra
😭😭😭
2020-09-16
1