Pukul delapan malam Hana sampai di rumahnya, menatap sekeliling rumah searah mata memandangnya namun rumah itu sunyi. Hana melangkah menuju kamar orang tuanya.
"Tok-Tok Mom, Assalamualaikum"
Tak lama pintu terbuka, terlihat wajah wanita paruh baya yang masih cantik di usianya. Momy Diana, begitulah Hana memanggilnya. Hana memeluknya, mencium punggung tangan mom, dan tak lupa pipi kanan dan kirinya.
"Putri kesayangan mom sepertinya sangat lelah, apa perlu mom pijitin hemm"
Mom Diana mengusap-usap punggung putrinya itu dan membawanya duduk di sofa kamarnya.
"Di mana Daddy Mom?"
"Daddy tidak pulang sayang"
"Kenapa Mom?"
"Ada masalah di perusahaan, sehingga Daddy harus menginap biar efisien katanya"
"Masalah apa Mom?"
"Tumben putri Mom ingin tau masalah perusahaan, biasanya cuek"
"Apa ada kaitannya dengan kakak Mom?"
"Sedikit"
"Apa Mom?"
"Sudah istirahat sana, kamu pasti capek, oh ya Mom tadi masak kesukaanmu ganti bajumu lalu turun makan, Mom temani ya"
"Mom, jangan tutupi apapun masalah yang ada di keluarga ini pada Hana. Hana bukan anak kecil lagi yang tak tau apa-apa, Hana sayang semuanya Mom. Mom, Hana ingin tau apa kaitan kakak dengan Mbak Arindra"
"Siapa Arindra?"
"Wanita yang ditolong kakak, Hana memberinya nama Syabila Arindra, karena tidak ada identitas atau informasi apapun tentangnya. Mom, Hana sudah dua puluh lima tahun Mom, jadi Hana mohon tolong ceritakan yang sesungguhnya"
"Wah-wah anak Momy dewasa ternyata, apakah sudah memiliki calon sayang, ayo kenalkan pada Momy. Seperti apa orangnya, bagaimana wajahnya tampankah?"
"Mooommm, jangan mengalihkan pembicaraan"
"Mom hanya ingin tau sayang, apakah salah. Ganti dulu bajunya, makan ya, mom tunggu oke"
Momy Diana memeluk erat putrinya, menatap wajah dan mengusap-usap punggungnya. Ia merindukan putrinya yang manja ini, karena kesibukannya sudah jarang sekali mereka bersama apalagi setelah hadir Syabila Arindra yang menuntut tanggungjawab penuh darinya.
"Momy sayang padamu nak"
"Hana juga sayang sama Momy"
Hana melepaskan pelukannya dan menatap momynya.
"Mom, janji ya cerita sama Hana"
"Sudah ganti baju dulu sana"
"Iya Momy"
Hana bangkit dan mencium pipi kiri momynya dan melangkah ke kamar menuju kamarnya. Namun langkahnya terhenti di pintu kamar, melihat kamar sebelahnya yang tak lain adalah kamar Sang Kakak. Tanpa mengetuk pintu, Hana mencoba memasuki kamar itu. Iya melihat kakaknya sedang duduk di atas ranjang dengan pandangan kosong.
"Assalamualaikum kak, apa kabarnya?"
Hana mendekat meraih tangan kakaknya dan mencium punggungnya, terlihat laki-laki itu terkejut dan melihat wajah adiknya.
"Han, kamu pulang?"
Hana mengangguk dan melihat wajah kakaknya, wajah yang sudah dua minggu ini tak dilihatnya. Wajah yang tampan itu tirus, tubuhnya mengurus sangat terlihat beban berat dari wajahnya yang kusut. Iya ingin menangis melihat kondisi kakak kesayangannya ini, Hana tak pernah melihat kakaknya sekacau ini. Di usia 30 tahun, Hadinata Hansel Wijaya adalah pribadi yang ramah, penuh dengan senyum dan sangat menyayanginya. Melihatnya seperti ini, membuat hati Hana meringis sakit, bagaimanapun kakaknya adalah pria terbaik, terhangat dan terhebat setelah Daddy bagi seorang Putri Hanaira Wijaya. Laki-laki yang sangat setia, teguh pada kata yang diucapkannya. Hana sangat merasakan betapa kasih sayang kakaknya ini sangatlah besar padanya. Tak jarang, ia tak malu untuk bermanja pada Hans meskipun dia sudah cukup dewasa. Meminta gendong, minta dibelikan ini itu bahkan tak jarang meminta suapan makanan dari tangannya, menjaili kekasihnya namun kakaknya tak pernah marah. Hans hanya akan tersenyum atau tertawa dengan tingkah laku adik satu-satunya ini.
"Bagaimana kabar kakak, kenapa jadi seperti ini kak?"
Tak kuasa lagi Hana menahan air matanya, dipeluknya dengan erat tubuh ringkih Sang Kakak. Ia tergugu di pundak Hans, menumpahkan segala resah dan gundah di hatinya dengan tangisan. Berharap sang kakak mengerti betapa Ia sangat mengkhawatirkan kondisinya.
"Kakak baik sayang, kakak tidak apa-apa"
Hans mengusap lembut kepala adiknya, kemudian mencium keningnya. Ia longgarkan pelukan, menghapus air mata yang ternyata kian deras di kedua pipi Hana.
"Kaaa, apa hubungan kakak dengan Mbak Arindra"
Di sela isak tangisnya Hana mencoba bertanya langsung pada kakaknya untuk mendapatkan jawaban yang masih rancu menurutnya dari orang tuanya.
"Siapa Mbak Arindra"
"Wanita yang dibawa kakak ke rumah sakit, Hana memberinya nama Syabila Arindra"
Hans masih mengingat jelas, wajah perempuan itu. Wajah yang membuat jiwanya terpukul oleh rasa bersalah yang teramat dalam.
"Kakak kenal sama Mbak Arindra?"
Hans menggeleng, Hanaira melihat sorot mata Hans untuk melihat kebohongan ataukah kejujuran. Namun sorot matanya menunjukkan jika kakaknya tidak berbohong.
"Kakak tidak tau apa-apa tentang wanita itu Han, yang kakak tau wanita itu kecelakaan parah dan kakak langsung membawanya ke rumah sakit"
"Apakah tidak ada identitas saat kakak membawanya?"
"Tidak ada Hana, sungguh kakak benar-benar tidak mengenalnya"
"Taukah kakak, wanita itu...."
Hana menghela nafas berat dan panjang, menatap wajah laki-laki yang di depannya. Haruskah ia mengatakan jika wanita itu korban perkosaan dan sekarang hamil. Wajah kakaknya menunjukkan kepanikan. Ke dua tangannya memegang pundak adiknya itu, suaranya menunjukkan kegusaran.
"Kenapa wanita itu Hana, apakah dia mati"
"Kak, jujur sama Hana apa yang sebenarnya terjadi. Hana seorang psikolog kak, Hana bisa membaca ekspresi apa yang sedang kakak hadirkan saat ini, jujur sama Hana kak, Hana sangat menyayangi kakak, Hana mohon"
Hana kembali terisak, serangkan Hans tertunduk.
"Kakak salah Hana, maafkan kakakmu ini, jangan pernah membenci kakak"
"Kak, Hana selalu menyayangi kakak, bagi Hana kakak adalah salah satu malaikat yang diturunkan Allah buat Hana di dunia ini. Kakak akan selalu di hati Hana terlepas apapun kesalahan kakak. Mbak Arindra masih koma kak, dan wanita itu kemungkinan hamil"
"Apa hamil, kau jangan bercanda Hana dia koma"
"Hana serius kak, meskipun koma wanita tetap bisa hamil kak, meskipun korban pemerkosaan"
"Apa"
Hans pun menangis pilu, ia menutup wajahnya di sela kedua lututnya.
"Tidak mungkin Hana, tidak mungkin"
Hans terus menangis, kini dua insan kakak beradik itu menangis. Hana memeluk kakaknya, mengusap kepalanya membiarkan kakaknya menumpahkan emosi hatinya.
"Kakak yang memerkosanya Han"
"Astaqfiullahaladzhim kak, kakak becanda kan"
Hans menggeleng,
"Anak yang dikandungnya pasti anak kakak"
"Kak, bisa jadi itu anak suaminya, siapa tau Mbak Arindra sudah bersuami"
Lagi-lagi Hans menggeleng
"Dia masih perawan saat kakak melakukannya"
Deg
Hana tak lagi bisa berkata apa-apa, apa yang menjadi keresahannya menjadi nyata. Kakak yang sangat dicintai dan dikaguminya ini melakukan tindakan di luar bayangannya selama ini. Bagaimana mungkin ia percaya juka tak mendengar sendiri dari ucapan sang kakak, kakaknya bukanlah laki-laki kaya kebanyakan, main club, mabuk ataupun judi, ia laki-laki yang tak mengenal itu semua bahkan merokok pun tidak. Meski ia bukan laki-laki yang taat agama, dan sholatnya bolong-bolong namun Hana sangat yakin kakaknya bukan laki-laki brengsek. Melihat Hana terdiam dan termangu lama, membuat tangan Hans meraih tangan Hana.
"Maafkan kakak Hana, maafkan kakak"
#####
**Alhamdulillah akhirnya chapter 3 kelar juga 😆😆
Vote komen vote komen vote komen ya guys.
Love-love-love forever deh
Tunggu Up selanjutnya penasarankan yaaayaaaa🤲🤲**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Anggie Nifmala
CeritanyA bagus..
2021-08-01
0
Kᵝ⃟ᴸωα⏤͟͟͞R∂αн🦐
bagus ceritanya
2021-07-11
0
Mari ani
gak komen dulu tor
mau bacafan nyimak dulu
2021-04-10
1