"Pertanyaan ke dua Um, bagaimana?"
"Begini sayang, karena kita banyak mengikuti mahzab Syafii maka Umi hanya akan menerangkan tentang pendapat Imam Syafii. Jadi menurut beliau jika berzina laki-laki dengan seorang wanita, tidak diharamkan menikahinya meskipun sudah hamil.
Baik yang menikahi itu laki-laki yang menghamilinya ataupun orang lain yang bukan menghamilinya. Karena menurut ulama syafii, halal pernikahan tersebut dan sah (akadnya)”, karena mensetubuhinya tidak mempengaruhi terhadap nasabnya (anak yang dikandungnya) itu, maka tidak haram menikahinya sebagaimana menikahi wanita tersebut yang tidak hamil.
Dalilnya, sebagaimana Firman Allah Swt : ”Wauhilla lakum ma-wara’a dzalikum; Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (wanita-wanita yang haram dinikahi)” (QS. An-Nisak [4] : 24).
Dan Hadits Aisyah yang mengatakan : ”La Yuhramu al haramu al halalu; Tidak diharamkan yang haram itu (hamil diluar nikah) jika ingin dihalalkan (jika ingin dinikahi)”.
Begitu sayang, jadi intinya boleh dinikahi. Apa ada yang ingin ditanyakan lagi?
"Oh enggak Umi, penjelasan Umi sangat jelas. Syukron umi"
"Oh ya sudah Umi pulang dulu ya, tolong nanti sampaikan ke Umi Hasan Insyaa Allah besok Umi datang lagi, dan tolong kuatkan Syara ya. Salam sayang dari umi untuknya"
"Iya Umi, Insyaa Allah Hana sampaikan ke Syara dan Umi Hasan, fii amanillah umi"
"Iya sayang, umi pamit ya assalamualaikum"
"Walaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh"
Hana mengantar Umi Ami sampai ke depan rumah, kemudian bergegas masuk ke kamar Syara. Syara ternyata sudah bangun dan terduduk di atas sajadah, Hana pun segera berwudhu untuk menunaikan sholat ashar.
"Ra, kamu sudah makan?"
Tanya Hana sambil melipat mukenanya, saat melihah Syara sedang termenung.
"Ra, kita cari makan yuk ke luar"
Ajak Hana lagi, karena tak ada respon dari sahabatnya itu.
"Aku lagi males kemana-mana Han"
"Ya udah aku ambil makan dulu ke dapur, kamu pasti belum makankan dari pagi"
Tak ada respon, Hana melangkah menuju dapur, mengambil nasi dan lauk pauk untuk mereka makan berdua, Hana juga terasa lapar karena belum makan juga tadi siang.
Hana yang sudah terbiasa di rumah Syara, tak kesulitan menemukan letak di mana makanan berada. Setelah dirasa cukup, Hana ke kamar menemui Syara.
"Makan dulu yuk, cacing diperut aku bernyanyi dari tadi tau"
"Kamu makan sendiri aja Han"
"Suapin dong Ra"
"Han, udah jangan aneh deh"
"Hemm ayolah kakakku yang cantik, adikmu ini sudah sangat kelaparan. Temanilah daku ini ya"
"Hana enggak usah pasang muka gitu juga kali, memangnya lucu bibir dimaju-majuin begitu"
"Ini bibir seksi namanya, enggak ada duanya lho di dunia hehee. Kakak...kakak ayok makan"
"Han, jangan kayak anak kecil gini deh"
"Kakak-kakak cuapin dong"
Wajah Hana dibuat dengan ekpresi seimut mungkin, dan bersuara seperti anak kecil, menarik-narik jilbab Syara. Membuat Syara akhirnya tersenyum.
"Enggak lucu tau"
"Biarinlah yang penting makan aaa"
Tangan Hana menyodorkan sesendok makanan ke arah Syara, namun Syara menolaknya.
"Aduh kasihan banget kamu ya, dicuekin. Kamu enakkan padahal. Bagaimana kalo kamu goyang dulu, kan lebih seru wuing-wuing"
Hana berbicara sendiri dan melayang-layangkan sendok yang berisi nasi tersebut ke sekitaran Syara. Syara memelototinya melihat tingkah konyol sahabatnya itu.
"Kamu fikir aku anak dua tahun, pake digituin segala"
"Ya tau sih yang udah besar, harusnya kan bisa makan sendiri enggak perlu dirayu. dokter cantik lagi, kan tau pasiennya butuh dokter sehat bukan yang sakit"
Hana akhirnya menyuapkan sendok itu ke mulutnya, sambil menyindir Syara.
"Iya-iya ini aku makan, gitu aja pake sindirian"
"Hehee yang penting makan bu, bismillah"
Akhirnya Hana dan Syara menghabiskan makanannya. Dan terdengar tawa keduanya karena Hana memang pandai melucu dengan membawakan cerita-cerita lucu ditambah ekspresinya yang maksimal.
Umi dan Abi Hasan mendengar dari luar gelak tawa keduanya tersenyum senang. Pada akhirnya mereka berpasrah akan akibat dan keputusan yang sudah diambil.
Saat hendak berbaring karena malam sudah cukup larut, setelah perbincangan panjang antara Syara dan ke dua orang tuanya. Hana yang menjadi penyimak dan sudah menyampaikan pesan kakak dan Umi Ami pada Umi Hasan. Hana berbaring di sebelah Syara yang masih termenung dan mengeluarkan air mata.
Syara yang menolak menikah dengan laki-laki yang melamar dadakan Abinya itu akhirnya menyetujui dengan berat hati. Setelah Abinya panjang kali lebar memberi banyak petuah-petuah yang tidak bisa dibantahnya.
Bagaimanapun ia ingin menghindari pernikahan yang akan dilaksanakan minggu depan itu, ia tak bisa. Syara adalah anak yang patuh terhadap orang tuanya, begitulah ia dididik. Selama orang tuanya tak menjerumuskan ke dalam hal yang dilarang agama, maka Syara akan mematuhinya meski hatinya sangat terluka. Cintanya dalam diam pada Afdan tak memiliki titik temu untuk bersatu meski asa itu sempat hadir. Meski sang Abi tak juga memberitahukan siapa sosok laki-laki yang akan menikah dengannya itu.
Suara ponsel Hana berbunyi, ada nama Daddynya di sana.
"Assalamualaikum Dad ada apa?"
"Walaikumsalam sayang, kata kakak Hana menginap di rumah Syara ya"
"Iya Daddy, soalnya Syara sedang bersedih"
"Ya sudah bilang pada Syara, kalian berdua besok berangkat ke negara A selama dua hari"
"Untuk apa Dad?"
"Seperti yang telah kita bicarakan sebelumnya, kalian datangilah dokter yang menangani pasien koma hamil itu bagaimana perawatan yang diberikan dari asupan makanan saat kehamilan hingga melahirkan"
"Maksud Daddy, Mbak Arindra akan dibawa ke luar negeri?"
"Jika kita bisa mendapatkan alat-alat dan dokter handal untuk menanganinya, Daddy rasa tidak perlu ke luar negeri. Tapi Daddy akan usahakan perawatan terbaik seperti keinginan Mom"
"Baiklah Dad, o ya Dad ada yang ingin Hana tanyakan perihal Syara Dad"
Tuan Wijaya seakan tahu apa yang ingin putrinya tanyakan itu.
"Hana kerjakan saja yang Daddy perintahkan, apapun alasannya dan seperti apa cara Daddy tidak usah ditanyakan. Daddy selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk putra putri Daddy"
"Tapi Dad..."
"Cukup Hana, segala persiapanmu sudah dipersiapkan oleh Daddy, kalian tinggal berangkat besok pagi ke bandara. Jhon akan menemui kalian di sana, Daddy tutup ya"
"Dad...Dad..."
Namun sambungan sudah terputus.
"Ahhh Daddy selalu saja memutuskan segala sesuatu sendiri" batin Hana
Hana melirik Syara, yang dilirik masih sama seperti sebelumnya. Hana memegang tangan sahabatnya itu, dan membuat Syara menoleh.
"Besok kita ke bandara"
Syara mengeryit,
"Mau ngapain Han"
"Jalan-jalan ke luar negeri"
"Mbak Arindra bagaimana, kasihan dr Dea"
"Justru kita pergi untuk Mbak Arindra"
"Maksudnya"
"Daddy meminta kita menemui dokter yang pernah menangani pasien hamil yang koma hingga melahirkan. Ia meminta kita mencari tahu segala sesuatunya agar janin dan ibunya selamat"
"Oh...harus besok"
Hana mengangguk,
"Enggak bisa ditunda?"
Hana menggeleng
"Berapa hari?"
Hana mengangkat dua jarinya.
"Kenapa enggak bilang dari tadi, kan aku belum ada persiapan apa-apa"
"Aku baru aja dapet telpon dari Daddy, jadi baru tau juga Syara"
"Ya udah bantuain gih, beresin barang yang mau aku bawa"
"Oke, tapi enggak usah banyak-banyak kita di sana cuma dua hari, yang penting aja Ra, kalaupun ada yang dibutuhin di sana tinggal beli aja. Daddy pasti kasih uang kok buat perjalanan dinas heheee"
Syara dan Hana kemudian segera mengemas barang-barang yang akan dibawanya. Setelah selesai mereka pun bergegas tidur.
#########
**Alhamdulillah chapter 13 done.
Yuk author mah g pernah bosen buat ngingetin para pembacah yang baik-baik
vote comen follow lesta lestari
like and poin yuks ditinggalkan ditempat yang sudah disediakan.
Biar author makin semangat Upnya....
Makasih....
❤❤❤❤❤**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Dwi Puspa Rini
next Thor
2021-02-19
0
rrha🖤
3 like lagi
2020-11-13
1
Umi Al Ihsan
aq kok gemes ya sama ceritanya
2020-09-18
2