"Sedalam luka yang tertoreh dalam jiwa, sedalam itu pula Allah berikan ruang pahala yang melimpah, perjalanan takdir adalah rencana sempurna Sang Penulis Takdir"
Hari-hari berlalu kini sesosok tubuh dalam balutan busana pengantin Syar'i di ruang mewah yang tersaji, cantik. Begitulah orang yang melihat sosok Syara, wajah yang dalam kesehariannya tanpa balutan make up itu terlihat sempurna. Seorang dokter berdedikasi tinggi sekaligus selalu berusaha menampilkan sosok muslimah yang berakhlaq baik.
Meski luka cinta yang tertoreh dalam hatinya belum sembuh, air mata pun masih mengenang tanda penyesalan gagalnya bersanding dengan laki-laki yang selalu diam-diam dalam doa. Ia masih patuh pada perintah orang tua, bagi seorang Syara orang tua adalah malaikat pelindung yang nyata di dunia.
Ia menyakini, pernikahan takkan pernah terjadi jika Allah Sang Kuasa tak mengijinkan. Pada akhirnya akan ada kegagalan, selalu meminta yang terbaik dalam bait-bait do'a dikeheningan malam. Sejak Abinya memutuskan menerima perjodohan paksa ini, dan tak memberi tahu sosok laki-laki pemaksa itu yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.
Dalam doanya Ia berusaha ikhlas, namun saat ia kemudia mendengar siapa nama laki-laki yang terucap oleh Abinya dalam akad nikah. Ia sangat terkejut, menatap Uminya dengan perasaan hancur.
"Umiiii"
Ia merengkuh tubuh Umi Hasan dan menjatuhkan tubuhnya dalam pelukannya. Tangisnya bukanlah tangis haru ataupun bahagia, tangisnya adalah tangis luka hati yang kian teriris dalam.
Ia sangat terkejut, tak percaya sosok yang ia kenal menjadi suaminya kini. Hadinata Hansel Wijaya kakak kandung sahabatnya Hanaira yang menjadi suaminya. Yang sejak dulu Hana berusaha menjodohkan Syara dan selalu ditolak, karena baginya sosok Hans bukan suami impian dan baik baginya.
Baginya Afdan tetap sosok sempurna suami idaman. Bukan karena cinta diam-diam yang telah tertanam dalam hatinya selama bertahun-tahun, namun terlebih Afdan yang ia yakini mampu membawanya menjadi sosok wanita dan istri sholehah. Ia sosok yang ingin dibimbing oleh suami dengan segala pemahaman agama yang melekat erat dalam dirinya.
Syara bukan wanita pengejar kekayaan dan ketampanan, ia sosok wanita pengejar ketaqwaan. Remuk sudah rasa hatinya saat kata "SAH" terucap nyaring di telinganya.
Umi Hasan tak tega melihat putrinya itu, yang sangat erat memeluknya, dengan air mata tangis yang kian deras.
"Sayang"
Umi Hasan membelai lembut punggung putrinya itu, ia juga bingung harus berkata apa, ia secara pribadipun terkejut dan tak menginginkan sosok Hadinata Wijaya menjadi menantunya, suami dari anaknya.
Bukan apa-apa ia cukup mengenal sepak terjang keluarga Wijaya yang mampu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Hana yang turut duduk di samping ke duanya, merasakan rasa bersalah melihat orang yang selama membimbingnya dalam agama terlihat sangat bersedih karena ulah keluarganya.
Mama Diana yang sejak tadi juga hanya melihat, kini menghampiri ke dua anak ibu yang sedang berpelukan erat itu.
"Maafkan keluarga kami, yang memaksa kalian harus menerima semua ini"
Hana meraih tangan Mommynya itu, menggenggamnya erat.
"Tolong pengantin wanitanya dibawa keluar, untuk bertukar cincin dan lainnya"
Ucap seseorang yang tiba-tiba muncul di balik pintu. Syara yang mendengar itu menggelengkan kepalanya.
"Umiii, Ara enggak mau, tolong Ara umi, tolong"
Ucap Ara memohon di sela pelukan dan isak tangisnya.
"Sayang, ini perkara mau atau tidak. Sekarang Ara putri Umi sudah jadi istri orang, ayok nak kita keluar untuk menemui Abi dan suamimu"
Ucap Umi Hasan lembut, meski hatinya jua enggan tapi ia tetap tak inggin berlarut.
Syara menggeleng dan semakin mengeratkan pelukannya pada Uminya. Sedangkan wajah Hans, sebagai pengantin laki-laki sudah menunjukkan kegusaran. Ia juga tahu pernikahan ini terpaksa dan dipaksa, namun ia mencoba menutupi semuanya dengan masih tersenyum.
Namun senyumnya menghilang, saat Syara tak jua kunjung keluar menemuinya meski sekedar untuk tanda tangan buku nikah dan lainnya. Wajah Tuan Wijaya pun sudah memerah, tangannya mengepal saat mendengar Syara menolak keluar.
Ia merasa dipermalukan, di depan para tamu undangan yang semakin banyak berdatangan. Tak hanya sekedar kolega kerja saja, namun juga pejabat-pejabat tinggi lainnya mulai hadir untuk menyaksikan pernikahan putra kebanggaanya itu.
Tuan Wijaya segera bangkit, dan berjalan menuju ke ruang pengantin wanita. Langkahnya diikuti oleh Hans, yang juga merasa direndahkan oleh wanita cupu menurutnya. Sedangkan Abi Hasan, hanya mampu tertunduk diam karena menyesali apa yang sudah ia lakukan pada putrinya.
Sesampainya di ruangan itu, Tuan Wijaya hendak menumpahkan kemarahannya.
"Biar Hans yang menyelesaikannya Daddy, tolong jangan sampai Daddy marah-marah"
"Jangan pernah mempermalukan keluarga Wijaya, jika masih ingin hidup tenang"
Ujarnya kemudian keluar dari ruangan itu, disusul oleh Mommy Diana.
"Tolong ibu, Hana dan lainnya silahkan keluar, saya ingin bicara dengan Syara"
Ucap Hans mencoba menahan amarahnya.
"Umii"
Syara mencoba menahan Uminya.
"Dia suamimu sekarang, dengarkan apa yang dia katakan"
Umi Hasan mencium kening Syara, dan hendak bangun dari duduknya. Syara tetap menggeleng dan menahan tangan uminya.
Tak sabar, Hans yanh sudah dilanda amarah menghempaskan tangan Syara yang menggenggam tangan Uminya.
Umi Syara terbelalak, melihat putrinya terjungkal ke belakang.
"Jangan kasar pada putriku"
Ucapnya sambil mendudukkan putrinya.
"Kalau Ibu tak ingin aku berbuat lebih kasar, silahkan segera keluar dari ruangan ini, tinggalkan kami berdua"
Sorot mata Hans seolah ingin menerkam ibu dan anak itu. Syara semakin terisak dan mengeratkan tangannya pada tangan Uminya.
"Sayang, umi masih di luar menjagamu, tenanglah tidak akan terjadi apa-apa"
Syara akhirnya melepas pegangannya itu, Uminya melangkah ke luar disusul Hans yang menutup pintu dengan keras dan menguncinya dari dalam. Membuat semua orang yang tak jauh dari ruangan itu terkejut.
Hans yang sudah diselimuti amarah langsung mencengkram dagu Syara yang masih terisak dengan kuat, membuat wajah Syara meringis kesakitan.
"Dengar, hapus air matamu itu dan bibirmu paksakan tersenyum, jika tidak aku akan berbuat lebih buruk padamu karena kau telah mempermalukan diriku"
Hans berkata dengan sorot mata sangat tajam ke wajah Syara dan mencengkram semakin kuat dagunya.
"To...lo..ng jangan paksa aku kak"
Ucap Syara terbata-bata menahan sakit di wajah dan hatinya
"Kamu fikir aku juga mau menikah dengan wanita cupu sepertimu heh, ikuti aku atau kau melayaniku saat ini juga"
Seringai licik tampak di wajah Hans, Syara yang mendengarnya langsung terdiam.
"Ikuti atau layani, cepat pilih"
"Ikuti kak, ikuti"
Ucap Syara cepat.
"Bagus, sekarang cepat tahan dan hapus airmatamu, perlihatkan wajah bahagia. Kau faham"
Syara mengangguk dan segera menyeka airmatanya, meski masih saja bulir-bulir bening itu terjatuh perlahan. Namun sekuat tenaga ia berusaha menahannya.
"Segera rapihkan kembali, dan pastikan cepat"
Ucap Hans pada MUA yang dipanggilnya ke dalam.
"Baik Tuan"
MUA, Hana, Umi Hasan dan Mommy akhirnya masuk ke ruangan melihat apa yang terjadi. Sedangkan Hans melangkah menuju tempat pak penghulu dan lainnya berada.
#########
**Alhamdulillah chapter 17 sudah done
Hemm bagaimana-bagaimana?????
aku tunggu yah komen, like, vote, follow lesta lestari dan poinnya. yang mana aja boleh, lima-limanya juga okeh
Ditunggu ya biar author makin semangat upnya
salam kenal, hangat dan berkarya
muachhh❤❤❤❤**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Arya Al-Qomari@AJK
arindra n syara sama2 hancur thorrrr
2021-01-08
1
Ayatusifa Alhakiki
Jumpa lg kak lestari aku suka karyamu
2020-11-21
1
Herlina seregar lina
kejam
2020-11-01
1