Hana dan Syara setelah pulang dari negara A, langsung menuju rumah sakit. Menuju ruangan Arindra, saat mereka masuk terlihat Hans tertidur sambil duduk dengan tangan
masih menggenggam erat tangan Arindra.
"Kak bangun, kak Hans"
Hans mengeliat dan melihat Hana dan Syara duduk di sofa. Kemudian Hana terbangun untuk memeriksa keadaan Arindra.
"Kalian sudah pulang?"
"Sudah dari siang, tadi langsung ke sini tapi istirahat di ruangan, kakak dari kapan di sini?, itu tangan Mbak Arindra dipegang-pegang bukan mahrom tau"
"Kakak dari pagi di sini, jam berapa sekarang?"
"Pukul lima sore kak, lho jari Mbak Arindra ada cincinnya?"
Syara bangkit melihat apa yang baru diucapkan oleh Hana.
"Kakak sudah menikahinya tadi pagi, oh ya Ra apa kabar"
Hans melirik Syara yang juga ikut memperhatikan jari tangan Arindra.
"Aku baik kak, alhamdulillah. Kakak sudah menikah sama Mbak Arindra?"
Hans mengangguk,
"Hemm adiknya g ditanyain kabar nih, Syara aja yang ditanya, oh ya keluarganya Mbak Arindra dateng dong kak, mana ada fotonya enggak"
"G ada Han, tadi pake wali hakim nikahnya soalnya ternyata dia anak yatim piatu. Tinggal dipanti katanya gitu"
"Jadi nama aslinya siapa?, dan selamat ya tolong bantuin kami menjaga dan merawat Mbak Arindra"
Syara tersenyum ke Hans tak lama kemudian langsung menundukkan kepalanya. Hans hanya tersenyum balik melihatnya.
"Apakah nanti kamu juga akan tersenyum di hari pernikahan kita Ra"
Ucap Hans dalam hati.
"Makasih ra, kamu enggak ngucapin selamat buat kakak, sekarang kakak enggak jomblo lho"
Hans mencolek hidung adiknya itu.
"Idih yang enggak jomblo pamer hehee, kak beneran enggak di foto atau vidio tadi pas akad nikah, oh ya dari rumah yatim piatu mana kak asal Mbak Arindra"
"Enggak ada foto or vidio Han, soalnya dadakan banget. Semua Daddy yang atur, mengenai nama kata Daddy biarkan identitasnya sesuai nama yang kamu beri, nama asli dan lainnya kakak enggak tau soalnya Daddy semua yang urus. Kakak terima beres"
"Kakak yakin enggak bohong sama Hana"
Hana berbicara sambil memutari punggung kakaknya itu dan kemudian menatap sorot matanya.
"Lebay banget ni jomblo akut satu ini, kakak sendiri enggak dipercaya"
"Bukannya enggak percaya si kak, cuma Hana mencium aroma-aroma"
"Aroma apa maksudmu?"
"Aroma sandiwara"
"Kayak cenanyang aja kamu ini, udah kebanyakan nonton horor sih jadi udah berasa kayak dukun aja"
"Idih mit amit deh Kak, Hana itu psikolog jadi roman-roman yang kakak tampilin nih enggak menyakinkan"
"Udahlah ngomong sama kamu memang maunya ngajak ribut mulu, enggak ada manis-manisnya. Untung ada Syara yang manis"
"Ehh kok Syara dibawa-bawa"
Syara yang sejak tadi diam menyimak dan melihat adegan kakak adik itu bersuara tak terima.
"Deile, masih jadi penganten baru aja dah godain cewek lain, dasar playboy katak lo"
"Pletakk"
"Aduuhh kenapa kepala Hana dijitak sih Kak"
"Habisnya kamu bawel pake banget, enggak tau apa kakaknya laper. Kakak pulang dulu bye"
"Ehh pulang bukannya salam kek, main bye-bye aja"
Hans sudah tak peduli protesan adiknya itu. Ia melangkah keluar untuk pulang ke rumah.
"Ra, kamu percaya enggak kalo Mbak Arindra itu yatim piatu"
"Enggak tau Han, mungkin benar kata kakakmu"
"Kalo mereka tau Mbak Arindra yatim, pasti mereka udah nyari tau asal usulnya dong. Harusnya tau nama aslinya dong, iya enggak sih"
"Harusnya sih, tanyain aja sama Daddy kalau kamu penasaran, oh ya kok sampai Kak Hans sampai nikahin Mbak Arindra sih. Memangnya anak yang di kandung Mbak Arindra anak Kak Hans?"
"Dugaan kita selama ini benar, Kak Hans yang sudah memperkosanya"
Ucap Hana lemah, ia takut membayangkan reaksi sahabatnya itu jika tau Kakaknya juga yang sudah menabrak, dan calon suami dirinya.
"Astaqfirullahaladzhim, tapi aku salut sama Kakakmu, dia mau bertanggungjawab meskipun dia enggak kenal sama sekali dengan Mbak Arindra"
"Kamu enggak marah sama Kak Hans?"
"Marah sih dulu, geram banget saat pertama kali melihat kondisi Mbak Arindra. Kamu juga kan tau kondisinya seperti apa"
"Sekarang saat kamu tau Kak Hans pelakunya menurutmu bagaimana?"
"Hemm...sejauh yang aku lihat, Kakakmu menyesal dan memperbaikinya. Aku rasa itu bagus, artinya ia bertanggungjawab atas apa yang sudah dilakukan dan memperbaikinya"
"Menurutmu kakakku orang baik"
"Hehee kamu ini lucu sekali, pastinya orang baik. Kalo enggak baik mana mungkin aku berteman denganmu"
"Hehee, jadi kamu mau jadi kakak iparku dong"
"Lho kok jadi kesana, aku aja masih bingung Han, siapa laki-laki yang akan menikahi, bentar lagi dan aku takut. Aku enggak bisa jadi istri yang baik baginya, hatiku saat ini masih dipenuhi harapan pernikahan dengan Afdan"
Syara terdiam dan kembali termenung.
"Maaf ya, menikah dengan orang yang kita cintai memang impian. Tapi kadang kita tak bisa melawan takdir"
"Kamu benar Han, hati ini masih sakit atas keputusan Abi. Abi tak pernah seperti ini sebelumnya"
"Maafin aku ya Ra, jangan pernah membenciku ya sampai kapanpun"
Hana memeluk sahabatnya itu
"Kok kamu yang melow sih Han, emang kamu ada salah sama aku"
"Salah enggak salah, aku minta maaf selama ini banyak menyusahkanmu"
"Enggak kebalik nih"
Mereka tertawa bersama pada akhirnya.
"Kuasa Allah ya Han, mungkin inilah hikmah untuk Mbak Arindra. Mendapatkan suami saat ia masih koma. Kita malah jomblo meski sehat"
"Eh iya juga ya, enggak sadar aku"
"Kamu kebanyakan nolak sih Han, padahal banyak tuh yang antri pingin jadiin kamu istri"
"Alah kayak situ aja enggak banyak nolak, gegara cari sosok Afdan yang lain dilupakan"
Ups, Hana langsung menepuk bibirnya, melihat perubahan wajah Syara.
"Sorry Ra, bukan maksud aku..."
"Kita siap-siap sholat Magrib aja, aku ambil mukena di kamar. Kita sholat berdua di sini"
"Sekali lagi maaf ya Ra"
"Lupakan Han"
Syara bergegas pergi meninggalkan Hana yang masih dengan wajah bersalahnya. Bagaimanapun Syara masih sangat sensitif tentang batalnya acara khitbahnya dengan Afdan. Ia masih belum ridho dengan apa yang sudah terjadi, baginya ini terlalu mendadak.
Belum jua rasa hatinya sembuh, ia harus menerima fakta empat hari lagi ia harus menikah dengan laki-laki yang bahkan ia tidak tau siapa.
Sepanjang perjalanan ke kamar rumah sakit, ia tertunduk, berusaha untuk tidak lagi mengeluarkan air mata.
"Brukk"
Kotak makanan itu terjatuh, Syara menoleh terlihat sosok laki-laki tersenyum padanya.
"Maaf, enggak sengaja"
Karena berjalan tertunduk tak sadar Syara menabrak laki-laki ini.
"Its oke, kamu enggak pa-pa?"
"Oh enggak aku baik, untung enggak tumpah"
Ucapnya sambil menyodorkan kotak nasi itu.
"Thanks, kalo jalan lihat ke depan biar enggak nabrak"
"Sekali lagi maaf, apa perlu saya ganti kotak makannya"
"Tidak usah ini masih bisa di makan, Dokter Syara sepertinya terburu-buru"
"Oh iya, kok tau nama saya"
Laki-laki menunjuk nama yang tertera di jas dokternya.
"Oh, kalo begitu saya permisi dulu"
"Oke"
Syara pun bergegas pergi, sedangkan laki-laki itu memandangi punggung Syara hingga menghilang.
#######
**Alhamdulillah selesai chapter 16
Hemmm mau bilang apa ya
seng pastine sih tetep doa dan dukungannya hehee berasa lagi kontes aku ya
votee
likee
komen
poin
and follow lesta lestari
bagi yang udah trims,bagi yang belum ditunggu
love
love
love❤❤❤❤❤**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
dar yuni
kok mnggilnya mbak padahal dah nikah panggil kamu aja
2020-09-15
1
Arrek Onyen
semangat thorr
2020-09-14
3