"**Bukan salah takdir, salah kita yang tak belajar memahami jalan takdirNya"
Lesta Lestari**
Pesta pernikahan itu meriah meski diadakan secara mendadak, media massa baik televisi, cetak maupun sosial. Masing-masing berlomba-lomba dalam memberitakan pernikahan Syara dan Hans yang sangat megah. Syara dan Hans pun nampak tersenyum dan seolah-olah sepasang pengantin bahagia.
Hans yang sudah terbiasa jadi bahan pemberitaan media, tak sungkan memperlihatkan adegan-adegan romantis menurut orang yang melihatnya.
Syara yang terkejut, terdiam kaku saat disentuh oleh Hans. Tangan kekar Hans, memeluk pinggang ramping istrinya dengan senyuman, kedua jemari tangan yang saling mengait, dan secara tak tau malu Hans memeluk Syara dari belakang punggungnya dan menautkan ke dua tangannya di perut rata Syara. Tak jarang, ia mencium punggung tangan Syara dan keningnya.
Risih, itulah yang dirasakan Syara. Degup jantungnya tak berirama bahagia, Syara merasakan jijik pada semua perlakuan Hans pada dirinya di depan semua orang. Abi dan Umi Hasanpun merasakan kegelisahaan wajah anaknya, mereka juga merasa risih atas perlakuan Hans yang berlebihan hanya untuk menunjukkan kemesraan di depan banyak orang.
Sedangkan Tuan Wijaya dan istri tersenyum bahagia melihat tingkah Hans, bahkan tak jarang meledek putranya itu yang tak sabaran. Hana yang juga memperhatikan wajah sahabatnya itu juga dilema. Di satu sisi ia bahagia akhirnya Syara sahabatnya menjadi kakak iparnya, namun di sisi lain ia merasa bersalah atas perlakuan keluargannya. Ia belum berani mendekati Syara dan berbicara, ia tahu sahabatnya itu butuh waktu untuk menerima maaf darinya dan menerima pernikahan mendadak ini.
Pesta pernikahan megah itupun usai, masing-masing kembali pada kesibukan pribadi. Tak terkecuali pasangan pengantin baru itu, Hans tak membiarkan Syara berbicara sepatah katapun pada orang tuanya. Ia langsung menyeret Syara menuju kamar pengantin mereka, Ia tak peduli dengan suara Syara yang meminta dilepaskan dan memohon untuk menemui Abi dan Uminya.
Setelah sampai di kamar, Syara dihempaskan di atas ranjang yang di atasnya telah ditaburi bunga mawar merah berbentuk hati. Aroma bunga menyeruak memenuhi kamar pengantin itu. Lilin-lilin aroma terapi menambah harum dan romantis. Setiap pengantin pasti akan bahagia dihadapkan dengan suasana seperti ini.
Namun tidak bagi Syara, wajahnya terlihat ketakutan saat Hans mengungkung dirinya. Hans berada di atas Syara yang telentang berusaha keluar dari kungkungan Hans. Namun Hans yang mencengkram tangannya dengan kuat membuatnya meringis sakit, dan hanya menangis. Sorot matanya memohon pada Hans agar tidak melakukan apa-apa padanya.
"Kau ketakutan hemm, sungguh aku menikmati wajah takut-takut seperti ini"
Ucap Hans dengan senyum menyeringai.
"Ya Allah, Aku mohon tolong aku"
Do'a Syara dalam hati, karena ia merasa akan percuma jika memohon pada Hans untuk tak menyakitinya.
"Kau fikir, kau mampu membangkitkan gairahku, bodoh"
Ucap Hans semakin mengeratkan tubuhnya pada Syara, dan cengkramannya di tangan Syara.
"Aku akan memberimu pelajaran, karena sudah membuatku menunggu, membuatku malu"
Lanjutnya, ia mendekatkan bibirnya ke telingan Syara yang masih mengenakan jilbab. Hembusan nafas Syara yang memalingkan wajahnya terasa di lehernya. Wajah Syara yang semakin ketakutan membuatnya semakin penasaran.
"Ahkk"
Hans menarik jilbab Syara dengan paksa, Syara berteriak karena menahan perih di lehernya yang terrusuk jarum pentol.
Melihat leher putih Syara membuat tangan satunya mengusap leher itu.
"Darah"
Ia melihat tangannya berdarah, dan ia segera bangkit menuju kamar mandi. Ia fikir tangannya terluka, namun setelah dibasuh dan diperiksanya. Tak satupun tangannya ada yang terluka.
"Lalu darah siapa?"
Gumamnya,
"Darah Syara"
Hans bergegas keluar kamar mandi, ia melihat Syara yang terduduk, tertunduk dan terisak. Rambut panjangnya berantakan, wajahnya kusut, sisa-sia make up di wajahnya pudar karena airmata. jika berkaca, sungguh wajah Syara saat ini sangat mengerikan.
Perih dan darah yang masih menetes dari lehernya tak lagi terasa olehnya. Saat ini, yang dia inginkan hanya pergi dari sini. Menjauh dari Hans dan keluarganya yang telah menghancurkan impiannya. Hans mengangkat dagu Hana bermaksud hendak melihat lehernya.
"Lepaskan"
Tepis Syara pada tangan Hans
"Aku hanya ingin melihat lehermu, lehermu berdarah"
Ucap Hans memaksakan tangannya mengangkat dagu Syara.
"Lepaskan Kak, sungguh aku sangat membencimu saat ini"
Hans tak menggubris, ia bangkit mengambil tisu, handuk kecil dan air. Dan dilekkan di samping Syara.
"Diam dan jangan bergerak"
Hans mendonggakkan kepala Syara untuk memperlihatkan lehernya.
"Tolong jangan sentuh aku kak, aku mohon"
Syara berusaha menepiskan tangan Hans yang memegang dagunya.
"Kau pikir aku cowok apaan yang sudi menyentuh cewek cupu sepertimu, diamlah dilehermu ada jarum yang perlu kucabut"
"Aakkhhh pelan kak"
Syara menjerit saat tangan Hans mencabut jarum di lehernya, yang ternyata cukup dalam.
Di balik pintu di luar kamar pengantin, ada Mommy dan Daddy mendengar jeritan Syara.
"Aduh anakmu itu Pa, sangat tidak sabaran sepertimu, enggak tau apa kalo belah duren sangat sakit meski kena kulit"
"Sakit-sakit enak"
Bisik Daddynya sambil tersenyum genit.
"Dasar papa mesum, sudah ayok kita ke kamar"
"Mau ngapain ma"
"Tidur"
"Ngasih Hana adik yu"
Mommy Diana yang mendengar itu reflek mencubit lengan suaminya itu
"Aduhhh, sakit ma"
"Biarin salah siapa udah tua masih aja me***"
Ucap Mommy Diana meninggakan suaminya menuju kamar mereka. Tuan Wijaya hanya terkekeh melihat tingkah istrinya itu kemudian berlari merangkul pundak istrinya dan berbisik
"Hehee ini me*** juga cuma sama mama"
"Wijaya"
Teriak Mommy Diana yang terus digoda oleh suaminya. Sedangkan di dalam kamar pengantin.
"Sangat sakit ya"
Hans dengan bodohnya menanyakan itu, sambil tangan satunya menempelkan tisu di lubang bekas jarum itu agar darahnya tak keluar ke mana-mana. Sedang tangan lainnya, membersihkan leher Syara dari tetesan darah dengan menggukan handuk kecil yang sudah dibasahi.
"Hei jawab jika aku tanya"
Hans kesal karena tak ada respon, sedangkan Syara terdiam karena tiba-tiba lehernya hingga tengkuknya dan tulang selangkanya membuatnya kaku saat Hans mulai menelusuri tubuhnya dengan kain basah.
"Ehh iya sakit kak"
Ucapnya gugup, bagaimanapun Syara tidak pernah seintim ini dengan makhluk yang berjenis laki-laki. Ia wanita tak tersentuh, oleh laki-laki manapun kecuali Abi dan mahromnya yang sesuai kadar sentuhannya.
"Tenanglah sebentar lagi selesai, hanya tinggal sedikit lagi, Ra.."
Namun Hans menggantungkan kalimatnya.
Syara memberanikan diri melihat wajah Hans yang kebingungan.
"Kenapa"
Tanyanya akhirnya
"Buka gaunmu"
Syara terkejut, tak percaya mendengar perkataan suaminya itu.
"Tapi Kak"
"Aku takkan melakukannya padamu, malam ini tenanglah"
Seolah tahu kekhawatiran Syara,
"Bersihkan dirimu dan gantilah pakaianmu. Aku akan keluar mencari obat dulu untuk lukamu"
Hans keluar kamar setelah melepaskan jasnya, ia mengambil obat di kotal P3K, di rumahnya. Setelah itu ia ke dapur mengambil minum dan kembali ke kamar.
Syara sudah berganti baju, dan tangannya masih memegang tisu yang ditempelkan di lehernya.
"Sini mendekatlah, biar aku obati"
"Enggak usah kak, biar Ara sendiri"
Ara meraih obat yang ada di tangan Hans, dan segera mengoleskannya di leher. Dan menempelkan plester di bagian lukanya.
"Minumlah, sejak tadi kau tidak minum, padahal air matamu kau keluarkan terus menerus"
Hans menyodorkan air putih di botol cukup besar ke arahnya. Syara mengambilnya, dan langsung meneguknya. Sungguh ia memang kehausan karena tidak minum sejak pagi.
Syara melirik Hans yang terduduk memperhatikan ia minum.
"Kak, besok Syara ingin tinggal di rumah Abi"
Hans meraih botol minum di tangan Syara dan menegaknya hingga habis.
"Terserah"
Ucapnya pergi keluar kamar, entah kemana yang pasti Syara tak mau tau. Malam itu mereka berada di ruangan berbeda hingga malam yang menyapa Sang mentari, mata mereka tetap terjaga.
###########
**Alhamdulillah sudah done chapter 18.
heheee seperti biasa aja atuh neng, ibu, mamang, kakak sadayana dihaturkeun
yuks
vote
like
follow
komentar
poin
di tunggu
hayuk ahh yang buanyak, hatur nuhun❤❤❤❤**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Mari ani
m....jika hans ada d dekatku pingin t tonjok aja
kok jd kasar gitu
aduh tor.....juengkel akunya
2021-04-11
0
Arya Al-Qomari@AJK
arindra kapan sadarnya thorrrr
2021-01-08
1
Sunflopie
Baru baca sampe sini, dan nagih banget 😭
2020-10-11
1