MENIKAH
Salma Putri Atmaja.
Gadis berusia 22 tahun yang baru saja merayakan kelulusannya dalam sidang skripsi itu, harus segera menghentikan senyum diwajah cerianya.
"Tapi Ma... Pa... Salma kan juga pengen kerja. Buat apa Salma kemarin capek-capek kuliah dan nyusun skripsi kalo ujung-ujungnya habis wisuda langsung disuruh nikah," ucap Salma dengan mata berkaca-kaca.
"Ehh... kamu ngomong apa sih? Salma, emang ada larangan seorang sarjana enggak boleh langsung nikah atau jadi seorang istri dan ibu rumah tangga? Kalo untuk urusan kerja, nantinya kan kamu bisa omongin itu sama Adit jika kalian udah menikah nanti," jawab Tari, mama Salma.
"Betul itu, Papa rasa Adit juga akan memberikan keleluasaan padamu. Bisa jadi Adit akan memasukkan namamu sebagai karyawan di perusahaannya, jadi dia dengan mudah untuk mantau kamu," imbuh Bagas, Papa Salma.
"Tapi kan Salma masih muda Pa... Ma... Salma belum mau nikah dulu. Apalagi sama orang yang enggak Salma kenal, Salma enggak mau! Yang ngejalanin rumah tangga kan Salma, bukan mama papa," ucap Salma sambil menahan isak tangisnya.
"Mama ngerti, Nak. Tapi Mama Papa yakin ga salah mengiyakan perjodohanmu dengan Adit. Mereka dari keluarga yang baik, Papa Mama juga udah sejak lama kenal keluarga mereka, Adit pasti ga akan kecewain kamu dan Mama Papa. Jangan nangis lagi, oke? Kan ga mungkin nanti malam kamu ketemu calon suami dan mertua dengan mata sembab gitu," jelas Tari.
"Terserahlah!" Ketus Salma sembari mengambil tasnya dan berjalan menuju kamarnya, meninggalkan kedua orangtuanya di ruang tengah.
Gadis berambut panjang itu tidak menyangka orangtuanya akan setega itu menjodohkannya dengan orang yang sama sekali tidak ia kenal. Terlebih rencana perjodohan itu sudah tersusun matang hingga tanggal pernikahannya.
Siapa yang mau menikah? Kenapa para orangtua yang terlalu bersemangat?
Sama sekali tak terbayang baginya akan menikah dengan cara dijodohkan. Selama ini, Salma memang selalu tertutup mengenai pertemanan spesialnya kepada kedua orangtuanya. Bukan karena takut kena marah orangtuanya, tapi Salma memang belum berani untuk menjalin hubungan dekat dengan seseorang.
Banyak teman pria SMA atau kampusnya yang silih berganti mendekati, namun ia hanya menganggapnya sebagai teman. Tidak lebih. Salma hanya fokus untuk mengejar IPK terbaik dan lulus kuliah tepat pada waktunya. Agar ia dapat segera bekerja, hidup mandiri dan menentukan jalan masa depannya. Namun ternyata, harapannya harus sirna karena perjodohan ini.
***
Waktu pertemuan keluarga semakin dekat, Salma telah selesai bersiap. Meskipun hatinya berat menerima perjodohan ini, namun ia juga tidak mau membuat malu kedua orangtuanya dengan tidak datang ke pertemuan keluarga ini. Dengan mengenakan dress selutut berwarna peach, rambut dibiarkan terurai dan make up natural andalannya, Salma melangkahkan kakinya masuk ke dalam restoran tempat kedua keluarga itu akan bertemu.
"Senyum ya, Nak," kata yang entah sudah berapa kali diucapkan Tari pada Salma semenjak dari rumah hingga tiba di restoran.
"Ohh... Pak Bagas!" Seru seorang pria yang sudah menunggu di meja.
Salma melihat kedua orangtua itu saling menyapa dengan sangat akrab.
"Salma, ini Om Hari dan Tante Mei. Orangtua Adit, calon suami kamu," jelas Bagas pada Salma.
Salma segera berjalan mendekat dan menyalami orangtua Adit.
"Jangan dipanggil Om dan Tantelah, sebentar kali kan bakal jadi mantu. Panggil aja Papa sama Mama ya, biar cepet akrab," ucap Hari sambil menepuk bahu Salma.
"Wahhh... Tari, ternyata anakmu aslinya lebih cantik ya daripada di foto," seru Mei sambil mengusap lengan Salma.
Salma hanya tersenyum. Bukankah mamanya hanya meminta Salma untuk tersenyum saja bukan?
"Aduh, tapi maaf nih sepertinya Adit agak telat. Dia bilang sore tadi ada meeting dadakan, jadi ga bisa ditinggal. Tapi paling bentar lagi juga sampai," jelas Hari.
"Tenang aja, Adit emang super sibuk kan. Sama kayak mudamu dulu," balas Bagas yang disambut dengan gelak tawa para orangtua itu.
Salma hanya memperhatikan ekspresi para orangtua di depannya sembari tersenyum. Para orangtua itu terlalu asik hingga melupakan sosok Salma yang sedari tadi terus mengumbar senyum palsunya. Apalagi yang bisa dia lakukan selain tersenyum kan?
"Maaf, saya terlambat," ucap Adit yang baru saja datang.
Semua mata langsung tertuju padanya, begitu pula dengan Salma. Matanya mulai melihat dengan seksama sosok pria tinggi tegap yang terlihat sangat gagah dengan jasnya.
Aditya Widjaja
Pria bertubuh tinggi tegap yang usianya sudah 30 tahun ini merupakan anak semata wayang Hari Widjaja dan Mei Handoko. Sama seperti Salma yang merupakan anak tunggal, Adit pun tak bisa menolak dengan perjodohan yang telah dirancang kedua orangtuanya itu. Pria yang meneruskan bisnis ayahnya dibidang perhotelan ini masih betah melajang karena terlalu sakit hati dengan kisah cintanya beberapa tahun yang lalu. Ia ditinggalkan kekasihnya yang lebih memilih untuk mengejar karirnya sebagai model ke Amerika. Bahkan sang kekasih terang-terangan menolak ajakan Adit untuk menikah hanya karena takut tubuhnya akan berubah karena hamil dan melahirkan dan ia juga mengatakan dari awal tidak berniat untuk menikah dengan Adit.
Percuma tampan dan kaya kalo ternyata tidak menarik perhatian sang kekasih untuk menikah dengannya kan?
"Sini, Nak. Duduk di sini," ucap Mei menyuruh Adit duduk tepat di depan Salma.
Adit terlihat tenang dan santai. Ia bahkan bisa setenang itu merespon untuk tersenyum dan menyalami Salma dan kedua orangtuanya seperti tanpa tekanan.
"Apa dia seorang aktor? Pinter banget aktingnya," gumam Salma dalam hati.
"Kamu gimana sih, Mama kan udah suruh cukuran biar keliatan rapi," ucap Mei sambil menepuk lengan Adit.
"Lupa Ma, Adit sibuk."
"Gapapa ya, Dit. Malah kelihatan macho," timpal Bagas.
"Hehehehe... iya, Om," jawab Adit singkat.
"Eee... Adit sama Salma, kalian makan di ruangan sebelah ya. Kita udah pesenin ruangan tersendiri untuk kalian, bagaimana pun juga kalian kan harus saling mengenal dulu kan. Jadi kita sebagai orangtua ga akan ganggu waktu kalian untuk perkenalan singkat ini," ucap Hari.
"Di sini aja gapapa, Om. Kan cuma makan hehehe...." jawab Salma dengan cepat.
"Hahahahaha... anakmu kalo malu lucu ya, Tar. Malah makin cantik!" Seru Mei.
"Saya akan ajak Salma ke ruangan sebelah. Ayo!" Ajak Adit sembari berdiri dari tempat duduknya. "Kami permisi dulu," sambung Adit yang kemudian melenggang keluar menuju ruangan sebelah.
"Ehhh... kok responnya malah kayak gitu sih?" Gumam Salma dalam hati. Dia segera mengambil tasnya dan menyusul Adit di ruangan sebelah.
Salma segera menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Adit, tak lama makanan pun disajikan oleh pelayan restoran. Keduanya mulai menyantap makanan tanpa ada yang memulai obrolan.
"Jadi kamu setuju dengan perjodohan ini?" Tanya Adit ditengah-tengah waktu makan.
Salma mendongakkan kepalanya dan menatap wajah Adit yang terlihat sedang serius itu.
"Mau aku nolak model apapun juga ga akan berhasil, toh mereka udah sampai nentuin tanggal pernikahan kan?" Jawabnya santai.
Adit tersenyum tipis. "Ga masalah, kita setujuin aja. Kita bisa buat kesepakatan kan kayak cerita-cerita perjodohan lainnya."
"Maksudmu?"
Adit meletakkan sendoknya dan mengelap mulutnya dengan lap makan. "Kita buat kesepakatan nikah, kita nikah aja untuk bikin mereka seneng. Urusan mau cerai atau apa, kita bisa bahas sekalian."
Salma membulatkan matanya, dirinya dibuat tak percaya dengan ucapan Adit barusan.
Cerai? Nikah aja belum tapi dia udah bilang soal cerai? Ya Tuhaaaannnn....
"Atau... jangan bilang kamu akan menerima perjodohan ini dengan senang hati?" Imbuh Adit menyelidik setelah melihat ekspresi terkejut Salma.
Salma meletakkan sendoknya dan menghentikan makannya. Dia menyeka mulut dengan lap sembari menenangkan diri.
"Aku memang menolak perjodohan ini, tapi prinsipku tetap sama. Menikah hanya sekali dalam hidupku. Jika tujuanmu menikah hanya sebatas main-main, lebih baik kau urungkan saja. Aku pun ga akan mau menikah denganmu jika tujuanmu itu. Menikah itu niatnya harus suci, bukan main-main seperti yang kamu bilang barusan. Pada akhirnya juga aku... harus ikhlas menerima perjodohan ini kan? Aku bisa apa jika para orangtua udah siapin segala sesuatunya," jawab Salma dengan tenang.
Adit tersenyum sinis. "Jadi... kamu mengiyakannya dan berharap dapat cinta dariku? Kau berharap rumah tangga kita nanti akan seperti rumah tangga harmonis lainnya?" Jawab Adit dingin.
"Jika iya, apa kau keberatan?" Tantang Salma sambil melipat tangannya didada dan menyandarkan punggungnya pada kursi.
"Waahhh... kau cukup berani ternyata ya. Kukira kamu gadis lugu yang cuma bisa menganggukkan kepala nurutin perintah doang," sindir Adit.
"Oke ga masalah, kita lihat seberapa mampunya kamu bertahan dalam ikatan pernikahan ini bersamaku," imbuh Adit diikuti dengan senyum sinisnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 220 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Mampir thor🙋🏻♀️🙋🏻♀️🙋🏻♀️
2023-03-05
0
xolovely ting
ke berapa yaaa lupa aing maak😆😆
2021-08-26
0
xolovely ting
catet yeee mak KESEPULUH🤣🤣🤣
2021-02-08
1