Adit mengajak Salma makan siang di restoran seafood favoritnya.
"Kepiting, lobster sama udang itu favoritku. Nantinya mau dimasak apa terserah kamu, tapi jangan sekali-kali masak kerang di rumah ya. Kalo mau masak ikan, tanya aku dulu jenis ikannya apaan," jelas Adit.
"Ngapain ngelasin gitu?" Ketus Salma.
Adit meletakkan sendoknya dan mendengus kesal. "Emang kamu ga mau masakin suami?"
"Oohhhh... itu maksudnya," jawab Salma sambil tetap fokus menyantap lobsternya.
Rahang Adit mengeras mendengar jawaban Salma barusan.
"Selesaikan makanmu, setelah ini kita urus keperluan kita." ucap Adit tegas yang hanya dijawab anggukan oleh Salma.
Setelah selesai makan, Salma dan Adit menghubungi orangtua mereka masing-masing untuk menanyakan apa saja yang sudah diurus oleh mereka.
"Bisa-bisanya mereka pesan undangan tapi melupakan undangan untuk kita," gumam Adit kesal.
"Kata mama mungkin kita punya pilihan desain sendiri, Mas." jawab Salma menenangkan.
"Jadi tinggal undangan doang kan yang belum?"
Salma mengangguk mantap.
"Yaudah kita urus ini sekarang biar cepet kelar," ucap Adit sambil beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan restoran diikuti oleh Salma.
Mereka pergi untuk memilih dan memesan undangan pernikahan mereka.
"Nanti daftar undangannya dikirim ke email kita aja, biar kita yang urus sampai selesai pengirimannya. Pokoknya Mas Adit sama Mbak Salma tenang aja," ucap Lia, pemilik percetakan undangan itu.
"Oke, kalo gitu aku selesaikan pembayaran dulu. Terimakasih banyak atas bantuannya," ucap Adit sambil menyalami Lia.
Setelah selesai dengan urusan mereka, Adit segera mengantar Salma pulang ke rumahnya.
"Kamu wisuda kapan?" Tanya Adit memecah keheningan sepanjang perjalanan.
"Tanggal 9 Mas, dua hari sebelum nikah"
"Oohhh...," jawab Adit singkat sambil menganggukkan kepalanya.
"Mas Adit mau datang?"
"Hmm... belum tahu. Itu kan udah mepet hari H, takutnya ada banyak kerjaan di kantor."
Salma tidak merespon jawaban Adit, matanya menatap keluar jendela. Entah kenapa dirinya merasa sedikit kecewa karena Adit tidak akan datang saat dia wisuda nanti. Tapi kenapa pula dia mengharapkan kedatangan Adit? Kalau perjodohan ini tidak ada, toh Salma juga tidak akan mengharapkan siapa pun untuk datang kecuali orangtuanya kan?
"Mau mampir ga, Mas?" tanya Salma ketika mobil Adit baru saja berhenti di depan rumahnya.
"Lain kali aja, aku masih banyak kerjaan."
Salma mengangguk. Dia segera menarik handle pintu mobil dan keluar. Lagi-lagi ia langsung masuk ke dalam rumah tanpa mempedulikan Adit. Padahal Adit masih berdiam disana, menunggu sampai Salma masuk ke dalam rumahnya.
***
Ponsel Salma berdering saat Salma baru saja masuk ke dalam kamarnya.
"Kenapa, Wid?" ucap Salma menjawab panggilan telpon dari Widya.
"........."
"Bisa kok, aku juga bosen di rumah. Mau ke kampus jam berapa?"
"........."
"Oyaudah, berarti besok gue jalan jam9 langsung ke kampus aja ya. Bye...," Salma mengakhiri panggilan telponnya.
Dia meletakkan tas di kasur dan merebahkan tubuhnya. Entah kenapa ia merasa begitu lelah, padahal saat kuliah malah lebih banyak aktifitas yang ia jalani. Ini hanya jalan-jalan saja tapi dia merasa sangat lelah.
🎎🎎🎎🎎🎎
Keesokan harinya, Salma pergi ke kampus untuk berkumpul dengan teman-temannya. Mereka akan berkumpul di kantin hanya untuk sekedar mengobrol.
"Widiiihhhh... capeng katanya jam 9 dari rumah, tapi sampai sini telat amat sih!" seru Widya.
"Capeng ciiieeee... calon pengantin!" goda Taufik.
"Ehhh Sal, lu beneran mau nikah? Barusan Widya bilang gitu ke kita," tanya Shinta penasaran.
"Aahhh resek lu, Wid!" dengus Salma kesal sembari duduk di kursi kantin.
"Yaelah Sal, ini kan kabar bahagia. Masa iya gue harus simpan sendiri. Temen-temen lu kan juga wajib tahu," ucap Widya membela diri.
"Ga usah disembunyiin gitu, Sal. Lu ga kasian apa anak kos kayak gue juga pengen makan makanan enak yang gratis dan banyak," canda Taufik.
"Jadi yang kemarin itu calon suamimu ya, Sal?" tanya Arga yang duduk di depan Salma.
Salma menatap Arga dan mengangguk dan membuat teman Salma lainnya menjadi heboh, terlebih Widya. Meskipun dia orang pertama yang diberitahu Salma bahwa dia akan menikah, namun Salma tidak memperlihatkan wajah calon suaminya itu.
"Lu ketemu dimana, Ga?" tanya Widya.
"Ehh gimana wajah ya? Ganteng enggak?", selidik Shinta.
"Ni cewek pada semangat amat, besok kalo hari H juga tau kan wajahnya kayak apa." kata Taufik.
"Ya tapi kan gue penasaran, Fik. Salma yang cantiknya kayak gini tuh dapet suami kayak gimana? Kalo dapetnya modelan kayak elu ya kasian banget Salma, gue ga ikhlas!" ketus Shinta.
"Ya kalo Salmanya nerima, ngapain elu yang ga ikhlas. Aneh deh!" jawab Taufik.
"Dimana Ga... lu liat Salma sama calon suaminya dimana?" tanya Widya.
"Oohhh... kemarin pas antar mama cari baju buat wisudaku, Salma lagi disana sama pacarnya lagi fitting baju." jawab Arga.
"Ganteng, Ga?" tanya Widya dan Shinta berbarengan.
Arga mengangguk pelan. "Tinggi, brewokan juga."
"Serius Sal brewokan? Iiihhh... Salma demen juga sama yang brewokan gitu! Enggak geli, Sal? Hahahaha...,", canda Shinta.
Salma masih saja terdiam ditengah kehebohan dua teman wanitanya itu.
"Halaahhh... lu semua pada sok-sokan geli sama cowok brewokan. Atasnya bersih, licin juga bawahnya pada brewokan semua. iya ga, Ga? Hahahaha...," ucap Taufik.
"Jorok lu!" seru Shinta.
"Kita cuma bercanda kok ya, Sal." jawab Widya sambil memeluk Salma dari samping.
"Sal, traktir dong!" seru Taufik tiba-tiba. "Ya itung-itung syukuran elu karena habis dilamar," sambungnya sambil mengedipkan matanya ke arah Salma.
"Yaudah sana pesen, gue pesenin bakso aja ya sama es teh manis." jawab Salma.
Ketiga temannya itu bersorak, Arga masih tanpa ekspresi sambil menatap Salma.
"Lu mau apaan, Ga? Gue pesenin sekalian," tanya Taufik.
"Samain aja kayak Salma." jawab Arga dengan cepat.
Ketiga temannya itu segera meninggalkan meja untuk memesan makanan, tinggalah Arga san Salma yang duduk menjadi penunggu meja itu.
"Udah lama pacaran sama dia, Sal?" tanya Arga.
"Eh? Emang... kenapa?"
"Enggak, aku lihat selama ini kamu biasa aja. Enggak kayak lagi pacaran sama seseorang, makanya aku santai. Tapi ga taunya malah aku keduluan orang." jawab Arga sambil menunduk dan diikuti dengan senyuman tipisnya.
Deg!
"Maksud kamu... apaan, Ga?"
"Ya... aku ada rasa sama kamu, Sal. Cuma kemarin aku pikir nanti aja ngomong ke kamunya pas kita udah selesai kuliah, karena kan selama ini yang aku tahu kamu enggak mau pacaran karena mau lulus tepat waktu. Tapi ternyata itu alibi kamu karena untuk nutupin kalo kamu udah punya pacar", jelas Arga.
Jadi selama ini Arga naksir gue? Yaa Allah... kenapa baru sekarang sih ngomongnya? Kalo dari dulu kan gue enggak harus terjebak dengan perjodohan ini! Tapi tepung beras telah menjadi bubur sumsum, enggak akan bisa dikembalikan lagi.
"Eee... iya, Ga. Maaf...," jawab Salma lirih. Dia menahan kekecewaannya pada Arga yang baru mengungkapkan perasaannya sekarang, padahal mereka telah berteman sejak lama.
"Kamu... bahagia Sal sama dia?"
Salma terkejut dengan pertanyaan Arga. Tidak mungkin dia akan menceritakan yang sebenarnya, terlebih Adit juga menyuruhnya unuk jaga jarak dengan cowok lain.
Salma mengangguk pelan. "Kalo... enggak bahagia, ngapain aku mau nikah sama dia." jawab Salma dengan senyum manisnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 220 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Bubur sum sum itu kesukaan ku banget thor😂😂😂😜😜
2023-03-06
0
Agustin
lg kangen salma sama Adit, ntah berapa kali dh baca ini gk bosan
2022-03-09
1
Kang goyang
tepung beras jadi bubur sumsum 🤣🤣🤣🤣 ngakak aku thor 😆😆😆😆
2020-05-09
6