NovelToon NovelToon

MENIKAH

Keikhlasan Hati

Salma Putri Atmaja.

Gadis berusia 22 tahun yang baru saja merayakan kelulusannya dalam sidang skripsi itu, harus segera menghentikan senyum diwajah cerianya.

"Tapi Ma... Pa... Salma kan juga pengen kerja. Buat apa Salma kemarin capek-capek kuliah dan nyusun skripsi kalo ujung-ujungnya habis wisuda langsung disuruh nikah," ucap Salma dengan mata berkaca-kaca.

"Ehh... kamu ngomong apa sih? Salma, emang ada larangan seorang sarjana enggak boleh langsung nikah atau jadi seorang istri dan ibu rumah tangga? Kalo untuk urusan kerja, nantinya kan kamu bisa omongin itu sama Adit jika kalian udah menikah nanti," jawab Tari, mama Salma.

"Betul itu, Papa rasa Adit juga akan memberikan keleluasaan padamu. Bisa jadi Adit akan memasukkan namamu sebagai karyawan di perusahaannya, jadi dia dengan mudah untuk mantau kamu," imbuh Bagas, Papa Salma.

"Tapi kan Salma masih muda Pa... Ma... Salma belum mau nikah dulu. Apalagi sama orang yang enggak Salma kenal, Salma enggak mau! Yang ngejalanin rumah tangga kan Salma, bukan mama papa," ucap Salma sambil menahan isak tangisnya.

"Mama ngerti, Nak. Tapi Mama Papa yakin ga salah mengiyakan perjodohanmu dengan Adit. Mereka dari keluarga yang baik, Papa Mama juga udah sejak lama kenal keluarga mereka, Adit pasti ga akan kecewain kamu dan Mama Papa. Jangan nangis lagi, oke? Kan ga mungkin nanti malam kamu ketemu calon suami dan mertua dengan mata sembab gitu," jelas Tari.

"Terserahlah!" Ketus Salma sembari mengambil tasnya dan berjalan menuju kamarnya, meninggalkan kedua orangtuanya di ruang tengah.

Gadis berambut panjang itu tidak menyangka orangtuanya akan setega itu menjodohkannya dengan orang yang sama sekali tidak ia kenal. Terlebih rencana perjodohan itu sudah tersusun matang hingga tanggal pernikahannya.

Siapa yang mau menikah? Kenapa para orangtua yang terlalu bersemangat?

Sama sekali tak terbayang baginya akan menikah dengan cara dijodohkan. Selama ini, Salma memang selalu tertutup mengenai pertemanan spesialnya kepada kedua orangtuanya. Bukan karena takut kena marah orangtuanya, tapi Salma memang belum berani untuk menjalin hubungan dekat dengan seseorang.

Banyak teman pria SMA atau kampusnya yang silih berganti mendekati, namun ia hanya menganggapnya sebagai teman. Tidak lebih. Salma hanya fokus untuk mengejar IPK terbaik dan lulus kuliah tepat pada waktunya. Agar ia dapat segera bekerja, hidup mandiri dan menentukan jalan masa depannya. Namun ternyata, harapannya harus sirna karena perjodohan ini.

***

Waktu pertemuan keluarga semakin dekat, Salma telah selesai bersiap. Meskipun hatinya berat menerima perjodohan ini, namun ia juga tidak mau membuat malu kedua orangtuanya dengan tidak datang ke pertemuan keluarga ini. Dengan mengenakan dress selutut berwarna peach, rambut dibiarkan terurai dan make up natural andalannya, Salma melangkahkan kakinya masuk ke dalam restoran tempat kedua keluarga itu akan bertemu.

"Senyum ya, Nak," kata yang entah sudah berapa kali diucapkan Tari pada Salma semenjak dari rumah hingga tiba di restoran.

"Ohh... Pak Bagas!" Seru seorang pria yang sudah menunggu di meja.

Salma melihat kedua orangtua itu saling menyapa dengan sangat akrab.

"Salma, ini Om Hari dan Tante Mei. Orangtua Adit, calon suami kamu," jelas Bagas pada Salma.

Salma segera berjalan mendekat dan menyalami orangtua Adit.

"Jangan dipanggil Om dan Tantelah, sebentar kali kan bakal jadi mantu. Panggil aja Papa sama Mama ya, biar cepet akrab," ucap Hari sambil menepuk bahu Salma.

"Wahhh... Tari, ternyata anakmu aslinya lebih cantik ya daripada di foto," seru Mei sambil mengusap lengan Salma.

Salma hanya tersenyum. Bukankah mamanya hanya meminta Salma untuk tersenyum saja bukan?

"Aduh, tapi maaf nih sepertinya Adit agak telat. Dia bilang sore tadi ada meeting dadakan, jadi ga bisa ditinggal. Tapi paling bentar lagi juga sampai," jelas Hari.

"Tenang aja, Adit emang super sibuk kan. Sama kayak mudamu dulu," balas Bagas yang disambut dengan gelak tawa para orangtua itu.

Salma hanya memperhatikan ekspresi para orangtua di depannya sembari tersenyum. Para orangtua itu terlalu asik hingga melupakan sosok Salma yang sedari tadi terus mengumbar senyum palsunya. Apalagi yang bisa dia lakukan selain tersenyum kan?

"Maaf, saya terlambat," ucap Adit yang baru saja datang.

Semua mata langsung tertuju padanya, begitu pula dengan Salma. Matanya mulai melihat dengan seksama sosok pria tinggi tegap yang terlihat sangat gagah dengan jasnya.

 

Aditya Widjaja

Pria bertubuh tinggi tegap yang usianya sudah 30 tahun ini merupakan anak semata wayang Hari Widjaja dan Mei Handoko. Sama seperti Salma yang merupakan anak tunggal, Adit pun tak bisa menolak dengan perjodohan yang telah dirancang kedua orangtuanya itu. Pria yang meneruskan bisnis ayahnya dibidang perhotelan ini masih betah melajang karena terlalu sakit hati dengan kisah cintanya beberapa tahun yang lalu. Ia ditinggalkan kekasihnya yang lebih memilih untuk mengejar karirnya sebagai model ke Amerika. Bahkan sang kekasih terang-terangan menolak ajakan Adit untuk menikah hanya karena takut tubuhnya akan berubah karena hamil dan melahirkan dan ia juga mengatakan dari awal tidak berniat untuk menikah dengan Adit.

Percuma tampan dan kaya kalo ternyata tidak menarik perhatian sang kekasih untuk menikah dengannya kan?

"Sini, Nak. Duduk di sini," ucap Mei menyuruh Adit duduk tepat di depan Salma.

Adit terlihat tenang dan santai. Ia bahkan bisa setenang itu merespon untuk tersenyum dan menyalami Salma dan kedua orangtuanya seperti tanpa tekanan.

"Apa dia seorang aktor? Pinter banget aktingnya," gumam Salma dalam hati.

"Kamu gimana sih, Mama kan udah suruh cukuran biar keliatan rapi," ucap Mei sambil menepuk lengan Adit.

"Lupa Ma, Adit sibuk."

"Gapapa ya, Dit. Malah kelihatan macho," timpal Bagas.

"Hehehehe... iya, Om," jawab Adit singkat.

"Eee... Adit sama Salma, kalian makan di ruangan sebelah ya. Kita udah pesenin ruangan tersendiri untuk kalian, bagaimana pun juga kalian kan harus saling mengenal dulu kan. Jadi kita sebagai orangtua ga akan ganggu waktu kalian untuk perkenalan singkat ini," ucap Hari.

"Di sini aja gapapa, Om. Kan cuma makan hehehe...." jawab Salma dengan cepat.

"Hahahahaha... anakmu kalo malu lucu ya, Tar. Malah makin cantik!" Seru Mei.

"Saya akan ajak Salma ke ruangan sebelah. Ayo!" Ajak Adit sembari berdiri dari tempat duduknya. "Kami permisi dulu," sambung Adit yang kemudian melenggang keluar menuju ruangan sebelah.

"Ehhh... kok responnya malah kayak gitu sih?" Gumam Salma dalam hati. Dia segera mengambil tasnya dan menyusul Adit di ruangan sebelah.

Salma segera menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Adit, tak lama makanan pun disajikan oleh pelayan restoran. Keduanya mulai menyantap makanan tanpa ada yang memulai obrolan.

"Jadi kamu setuju dengan perjodohan ini?" Tanya Adit ditengah-tengah waktu makan.

Salma mendongakkan kepalanya dan menatap wajah Adit yang terlihat sedang serius itu.

"Mau aku nolak model apapun juga ga akan berhasil, toh mereka udah sampai nentuin tanggal pernikahan kan?" Jawabnya santai.

Adit tersenyum tipis. "Ga masalah, kita setujuin aja. Kita bisa buat kesepakatan kan kayak cerita-cerita perjodohan lainnya."

"Maksudmu?"

Adit meletakkan sendoknya dan mengelap mulutnya dengan lap makan. "Kita buat kesepakatan nikah, kita nikah aja untuk bikin mereka seneng. Urusan mau cerai atau apa, kita bisa bahas sekalian."

Salma membulatkan matanya, dirinya dibuat tak percaya dengan ucapan Adit barusan.

Cerai? Nikah aja belum tapi dia udah bilang soal cerai? Ya Tuhaaaannnn....

"Atau... jangan bilang kamu akan menerima perjodohan ini dengan senang hati?" Imbuh Adit menyelidik setelah melihat ekspresi terkejut Salma.

Salma meletakkan sendoknya dan menghentikan makannya. Dia menyeka mulut dengan lap sembari menenangkan diri.

"Aku memang menolak perjodohan ini, tapi prinsipku tetap sama. Menikah hanya sekali dalam hidupku. Jika tujuanmu menikah hanya sebatas main-main, lebih baik kau urungkan saja. Aku pun ga akan mau menikah denganmu jika tujuanmu itu. Menikah itu niatnya harus suci, bukan main-main seperti yang kamu bilang barusan. Pada akhirnya juga aku... harus ikhlas menerima perjodohan ini kan? Aku bisa apa jika para orangtua udah siapin segala sesuatunya," jawab Salma dengan tenang.

Adit tersenyum sinis. "Jadi... kamu mengiyakannya dan berharap dapat cinta dariku? Kau berharap rumah tangga kita nanti akan seperti rumah tangga harmonis lainnya?" Jawab Adit dingin.

"Jika iya, apa kau keberatan?" Tantang Salma sambil melipat tangannya didada dan menyandarkan punggungnya pada kursi.

"Waahhh... kau cukup berani ternyata ya. Kukira kamu gadis lugu yang cuma bisa menganggukkan kepala nurutin perintah doang," sindir Adit.

"Oke ga masalah, kita lihat seberapa mampunya kamu bertahan dalam ikatan pernikahan ini bersamaku," imbuh Adit diikuti dengan senyum sinisnya.

Yang Lemah Makin Tertindas

"Berikan nomer ponselmu, mereka pasti akan menanyakan itu setelah kita keluar dari ruangan ini," ucap Adit sembari menyodorkan ponselnya kepada Salma.

Salma yang tengah asik memakan puding melirik ke arah ponsel Adit. Dia segera mengambil ponsel itu dan menuliskan nomer ponselnya. Salma menyodorkan ponsel Adit tanpa bicara sepatah kata pun dan tanpa memandang Adit.

"Apa kamu mulai enggak bisa bertahan denganku, Salma Putri?" Tanya Adit sambil menyunggingkan senyum tipisnya.

Salma meletakkan sendoknya dan menatap Adit.

"Pada akhirnya jika kita menikah, aku harus menuruti apapun kehendakmu kan? Apa lagi yang kamu mau?"

Adit tertawa. "Baiklah, kalo begitu kita langsung bahas perjanjian nikah kita sekarang aja. Aku enggak mau bertemu denganmu setelah ini hanya untuk bahas enggak penting kayak gini."

"Kalo enggak penting ngapain dibahas? Kau tahu kan biasanya perjanjian gitu ada bukti hitam di atas putih, pakai materai, enggak cuma pake omongan doang."

"Waahhh... aku enggak nyangka kamu seberani itu. Oke... kita buat kesepakatan dulu sekarang, hitam di atas putihnya nanti menyusul, aku akan atur waktunya. Setuju?"

Salma menegakkan duduknya. "Apa aja?"

"Kita lakukan seperti rumah tangga pada umumnya, kamu ngelayanin segala kebutuhanku. Jasmani, rohani, kebutuhan kerja dan sebagainya, ngerti kan maksudnya?"

Salma membulatkan matanya, dia menghela nafasnya dengan kasar.

"Itu mah enak dikamunya!" Seru Salma dengan menahan suaranya agar tak terdengar seperti sedang berteriak.

"Hahahaha... emangnya kenapa? Kamu pasti juga akan menikmatinya kan? Lagian kalo kamu mengabaikan semua kebutuhanku yang itu, kamu yang dosa. Tahu kan ya?"

"Tapi enggak bisa gitu dong! Itu enggak menguntungkan buatku, kamu enggak akan keliatan bekasnya. Trus aku gimana?"

Adit mengernyitkan dahinya. "Hei... kamu udah berniat nikah lagi? Nikah sama aku aja belum, kamu udah mikir nikah lagi? Wahhh... luar biasa!" Jawab Adit sambil bertepuk tangan.

Salma memandang dingin Adit yang nampak menindas dirinya itu. Bagaimana mungkin dia menyetujui ide gila Adit itu?

"Kamu bilang tadi akan menurutiku jika nanti aku udah jadi suamimu. Aku kan cuma minta kita menjalani rumah tangga sebagaimana mestinya, biar kita enggak kaku banget kalo berhadapan dengan keluarga kita. Aku enggak minta lebih, cukup perankan tugasmu sebagai istri yang baik. Begitu pula aku, aku akan jalankan tugasku sebagai suami. Gampang kan?"

Salma masih terdiam.

"Ayolah, enggak usah munafik gitu. Kamu bilang kamu cuma pengen nikah satu kali seumur hidup, trus kenapa tadi udah mikir buat cerai? Kalo kamu pengen menikah cuma satu kali, jalanin aja tugasmu sebagai istri. Aku cuma minta itu doang. Perkara nantinya kita bakal langgeng atau cerai, kita pikir belakangan." Imbuh Adit santai lalu meminum minumannya.

Salma memalingkan wajahnya, lidahnya benar-benar kelu untuk menimpali Adit dengan berbicara panjang lebar.

"Aku juga mau privasi, kita jangan ganggu kehidupan pribadi kita masing-masing. Aku... aku juga mau kerja."

"Kerja? Untuk apa? Apa kau takut uang dariku ga akan cukup bagimu?" Sindir Adit.

Salma menggelengkan kepalanya. "Enggak, aku tahu uang darimu pasti akan lebih dari cukup. Tapi aku cuma mau cari pengalaman aja."

Adit mengangguk. "Oke, nanti akan aku pikirin. Ada lagi?"

Salma menggelengkan kepalanya.

"Kalo cuma kayak gini enggak usahlah pake hitam di atas putih, kita bisa ingat poin-poinnya tadi. Kalo udah selesai, ayo kita keluar ruangan sekarang." Ucap Adit sembari memundurkan kursinya dan berdiri.

Salma juga beranjak berdiri dan keluar ruangan terlebih dulu, diikuti oleh Adit.

"Kalian udah selesai makan dan ngobrolnya?" Tanya Bagas.

"Udah, Pa." Jawab Salma sembari duduk di sebelah mamanya.

"Gimana Dit, cocok kan sama Salma?" Tanya Mei.

"Iya, Ma." Jawab Adit sambil tersenyum dan memandangi Salma.

"Bener-bener gila nih orang, bisa-bisanya akting kayak gini." Gumam Salma dalam hati.

"Kamu udah minta nomer telpon Salma, Dit? Kalian kan bisa komunikasi lewat whatsapp kalo mau saling ketemuan atau ngurusin persiapan nikah." Tanya Hari.

"Udah kok, Pa." Adit menjawab dengan begitu tenangnya.

"Jujur saya seneng banget kalo anak-anak kita akhirnya bisa menerima perjodohan kita ini. Akhirnya kita besanan ya, Mei." Seru Tari.

"Iya loh, aku pikir mereka bakal nolak dengan keras. Enggak taunya malah segampang ini ya." Imbuh Mei dengan tawa puasnya.

"Eee... nanti Salma pengennya tinggal di rumah atau di apartemen Adit?" Tanya Hari.

Salma terkejut dengan pertanyaan mertuanya itu, mana terpikirkan. Pikirannya masih saja dibuat kacau dengan perjodohan dadakan ini.

"Aku akan bawa Salma tinggal di apartemen, Pa. Gimana pun kalo udah menikah itu lebih baik tinggal sendiri meskipun tempat tinggalnya enggak sebesar di rumah." Jawab Adit dengan cepat.

"Nahh... iya, Om setuju banget sama kamu. Biar belajar mandiri juga kan?" Sahut Bagas.

"Kamu tenang aja, Dit. Salma bisa melakukan pekerjaan rumah kok, dia juga pinter masak. Tante enggak bohong, beneran deh!" Ucap Tari menggebu-gebu.

"Waahhh... Adit emang beruntung dapet Salma ya!" Seru Tari sambil menepuk-nepuk punggung anaknya.

***

Dua hari setelah pertemuan keluarga itu, mama Salma nampak disibukkan dengan mengurus keperluan pernikahan anaknya yang akan dilakukan bulan depan. Sedangkan Salma masih terlihat santai, ya apa lagi yang diperbuat. Semuanya pasti udah diatur kedua orangtua mereka kan?

"Aduuhhh... ini calon pengantin kok males-malesan gini. Sana lho pergi perawatan, biar seger badannya. Trus kalo pas malam pertama juga makin bikin Adit seneng." Goda Tari.

"Emang harus perawatan kayak gitu ya, Ma? Aku kan bisa lakuin di rumah kayak biasanya kalo cuma maskeran sama luluran."

"Eehhhh... mana bisa cuma luluran!" Jawab Tari sembari menepuk paha Salma yang sedang tiduran di sofa sambil menonton TV.

"Perawatan orang mau nikah itu enggak cuma luluran doang. Ada totok wajah biar auranya makin cetar, perawatan kuku, trus payudara kamu juga tuh, trus perawatan organ intim biar Aditnya makin enak." Sambung Tari sambil mencolek lengan Salma.

"Apaan sih, Ma? Emang makanan, enak?"

"Udah, sekarang kamu siap-siap trus pergi perawatan. Abis ini Mama transfer uangnya, cepetan! Seminggu sekali pokoknya harus rutin perawatan ya, nanti Mama tambahin uang jajanmu buat perawatan." Ucap Tari sambil menarik tangan Salma agar segera berdiri dan bersiap-siap.

"Aku ajak Widya ya, Ma. Bayarin Mama sekalian, kan enggak enak kalo aku sendirian."

"Yaudahlah, tapi Widya perawatan biasa aja. Enggak usah ikut-ikutan pake perawatan pengantin, atau tawarin aja dia mau perawatan apaan."

"Oke Ma, aku kabarin Widya dulu deh ya." Ucap Salma lalu berjalan menuju kamarnya.

Salma segera meraih ponselnya dan mengirim pesan whatsapp kepada Widya.

📨 : Wid, temenin gue ke spa yuk. Dibayarin kok sama Mama.

📩 : Ehh, seriusan? Alhamdulillah... rejeki anak solehah 😍 lu mau kesini jam berapa? Gue siap-siap dulu deh.

📨 : Setengah jam lagi gue otw ya...

📩 : Oke 😘

Pesan Pertama

Salma mengemudikan mobilnya menuju rumah Widya dengan kecepatan sedang. Dia ikut menyanyi seiring lagu yang ia putar selama perjalanan. Ya, itu cukup membuatnya lupa bahwa dia akan pergi untuk perawatan persiapan menjadi seorang pengantin.

"Salmaaaaaaaa... lama banget sih! Katanya 30 menit, gue nungguin di depan teras sampai lumutan!" Seru Widya begitu mobil Salma berhenti di halaman rumahnya.

"Hahahaha... lagian orang di rumah sendiri ngapain nunggu di teras? Kayak numpang di rumah orang aja."

"Mama Papa pergi, Sal. Aku enggak mau bawa kunci, takut ilang lagi. Jadi disuruh nunggu di luar. Ehh tapi... dalam rangka apa nih Mama lu bayarin gue spa? Tumbenan banget hahahaha...."

"Gue disuruh perawatan, tapi males karena enggak ada temen. Makanya gue ngajak lu, diokein sama Mama. Ya daripada gue enggak mau jalan kan, mending mama bayarin elu."

"Lu disuruh perawatan? Dalam rangka apaan?"

"Eeee... itu..."

Ponsel Salma berdering saat ia berusaha mencari alasan untuk Widya.

Nomer baru? Siapa?

"Ha... Halo...." Ucap Salma ragu.

"Kaku amat ngomong sama calon suami." Kata Adit sambil terkekeh.

"Ada perlu apa?"

"Sore nanti aku jemput di rumah, kata Mama kita harus photoshoot. Prewed gitu."

"Harus banget?"

"Katanya iya, buat dipajang di gedung. Kamu enggak bisa?"

"Aku... aku lagi mau pergi. Disuruh Mama untuk... perawatan"

"Kabarin aja kalo udah selesai. Mau ketemu dilokasi atau minta jemput gapapa."

Baru saja Salma ingin membuka mulutnya untuk menjawab, tapi sambungan telponnya sudah terputus.

"Iiihhh... dasar nyebelin!"

"Siapa sih?"

"Udahlah, kita jalan aja. Waktu gue mepet," ucap Salma sambil melajukan mobilnya keluar dari halaman rumah Widya.

🎎🎎🎎🎎🎎

"Kata Mama lu pilih aja mau perawatan apaan," ucap Salma ketika memasuki tempat spa.

"Oke deh." Jawab Widya dengan girang.

"Mbak, kalo paket perawatan pengantin ada apa aja?" bisik Salma pada pegawai spa.

"Untuk paket perawatan peng...."

"Jangan keras-keras, Mbak. Nanti temen saya denger," bisik Salma memotong penjelasan pegawai spa.

Salma menarik katalog perawatan di spa tersebut. "Aduuuhhhh... yang mana ini bagusnya? Pusing deh gue!" Gumam Salma dalam hati.

"Yang paling komplit aja ya, Mbak. Pusing saya, ga ngerti," bisik Salma sambil nyengir.

"Baik, tunggu sebentar ya Mbak. Biar kami siapkan dulu."

Salma mengangguk dan berjalan menghampiri Widya.

"Udah?" Tanya Salma pada Widya.

Widya mengangguk. Salma segera menyelesaikan pembayarannya.

"Lu perawatan apaan sih, Sal? Kok habisnya banyak banget?"

"Eeee... Wid, ntar gue bakal lama. Kalo lu capek nungguin, nanti lu pulang duluan aja gapapa. Nanti uang taksi juga gue kasih"

"Lu lama kayak mau perawatan pengantin aja," ucap Widya sambil menepuk lengan Salma.

Salma hanya tersenyum tipis dan menggigit bibir bawahnya.

"Ehhh... jangan bilang lu beneran ambil paket perawatan pengantin. Lu mau nikah, Sal?" Seru Widya.

Salma hanya tersenyum kaku mendengar perkataan Widya. Entah bagaimana lagi ia harus merespon Widya.

"Beneran Sal lu mau nikah?" Tanya Widya penasaran dan hanya dijawab Salma dengan anggukan.

"Salmaaaaaa... lu nikah sama siapa? Selama ini kok enggak pernah cerita sama gue? Lu bilang enggak lagi deket sama cowok, tapi sekarang tahunya abis sidang skripsi udah siap mau nikah. Sama siapa, Sal?"

"Lu enggak kenal pokoknya."

"Yaelah nih bocah main rahasia-rahasiaan sekarang. Yaudah deh, gue ganti pertanyaannya. Lu kapan nikahnya?" Tanya Widya sambil menyilangkan tangannya di dada.

"Eee... bulan depan, habis wisuda."

"Seriusan, Sal? Secepat itu? Trus gue dapet baju buat bridesmaid enggak? Hahahaha...."

"Gue enggak pake kayak begituan, Wid. Ini emang dadakan banget, jadi yang ngatur semuanya Mama. Paling keluarga doang yang bajunya samaan, sorry ya Wid."

"Hahahaha... gue bercanda, Sal. Lu ngajakin gue perawatan aja gue udah seneng banget kok. Yukk ah masuk."

Ting...

Ponsel Salma berdering saat mereka berjalan masuk ke dalam ruang spa. Adit?

📩 : Kirimin nomer rekening, aku transfer uang untuk bayar perawatanmu.

Ehhh... belum jadi suami dia udah mau kasih duit aja gitu?

📨 : Enggak usah, Mama udah kasih uang. Lagian aku juga bayarin temenku.

📩 : Kirim aja, uang dari Mama simpan aja buat kamu.

Ehhh... beneran nih orang sebaik ini?

Salma pun mengirimkan nomer rekeningnya kepada Adit.

📩 : Udah aku transfer.

Secepat ini?

Mata Salma membelalak ketika ia mengecek mutasi rekeningnya melalui internet banking.

"Ini orang enggak salah kirim apa ngasih duit sebanyak ini? Padahal belum jadi suami," gumam Salma dalam hati.

📨 : Terimakasih.

"Waahhhh... mimpi apa gue semalem? Seharian ini pada ngasih gue duit banyak banget. Alhamdulillah...," ucapnya lirih dibarengi dengan senyum lebarnya.

🎎🎎🎎🎎🎎

"Mbak, maaf. Temen saya udah pulang belum ya?" Tanya Salma pada pegawai spa ketika ia sudah selesai perawatan.

"Belum, Mbak. Itu ada di depan."

"Oohh... Makasih ya, Mbak"

Salma segera mengambil ponselnya untuk memberi kabar kepada Adit bahwa dia sudah selesai perawatan. Lalu ia berjalan menghampiri Widya yang terlihat mengantuk itu.

"Sorry ya Wid, kalo kelamaan."

"Gapapa, gue ikhlas kok. Apalagi buat temen baik gue yang mau nikah ini. Ehh...Sal, ntar gue turunin di toko buku aja ya. Gue disuruh Mama cari buku masakan, ntar mereka jemput gue disitu."

"Oohhh yaudah, yukk jalan sekarang."

"Buseetttt dah... capeng wanginya luar biasa," goda Widya saat berjalan menuju parkiran mobil.

🎎🎎🎎🎎🎎

Salma mengemudikan mobilnya menuju sebuah studio foto yang lokasinya telah dikirimkan Adit. Salma keluar dari mobil dan masuk dengan ragu-ragu ke dalam studio foto tersebut.

"Mbak Salma ya?" Ucap seorang pegawai studio.

Salma tersenyum dan mengangguk.

"Mari saya antar ke dalam, Mbak. Mas Adit udah datang, lagi nunggu Mbak Salma di dalam"

Ehhh... cepet banget Adit udah sampai? Atau Salma yang nyetirnya terlalu pelan?

Salma berjalan mengikuti pegawai studio itu, terlihat Adit tengah duduk di sofa dan mengobrol santai dengan fotografernya.

"Oohhh ini mempelai wanitanya? Aduuhhhh... pantes Adit cinta, orang cantik banget kayak gini bro," seru fotografer tersebut.

Cinta? Hah... Cinta dari belahan bumi bagian mana? Hadeeuuuhhhh...

"Oiya, aku Ryan. Aku yang bakal jadi fotografer hari ini sama pas nikahan kalian nanti," ucap Ryan seraya mengulurkan tangannya.

"Salma," jawab Salma singkat sambil menyalami Ryan.

"Santi... ajak Salma pilih bajunya disana ya, sama nanti dimake up sekalian," ujar fotografer itu.

"Ehhh... harus banget ya mas dimake up?" Tanya Salma dengan cepat.

"Iyalah, biar ga kelihatan pucat. Aku tahu kamu udah cantik pake banget, tapi harus dipoles sedikit. Make up-nya natural kok, karena kan nanti tema fotonya juga santai. Kata Adit kan kamu pengennya model candid sama black and white gitu kan? Jadi dandan natural aja udah cakep kok."

Mulai lagi dah aktingnya, datang kesini juga dia yang nyuruh. Bisa-bisanya aku yang jadi tumbal.

"Udah sana, itu Adit udah bawain banyak baju bagus-bagus. Pilih aja mau pake yang mana dulu, mau foto pake semua bajunya juga gapapa. Iya kan, bro?"

Adit hanya tersenyum dan mengangguk menanggapi pernyataan Ryan.

"Sebenarnya dia pengusaha atau pemain sinetron sih? Pinter banget aktingnya," gumam Salma kesal dalam hati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!