"Berikan nomer ponselmu, mereka pasti akan menanyakan itu setelah kita keluar dari ruangan ini," ucap Adit sembari menyodorkan ponselnya kepada Salma.
Salma yang tengah asik memakan puding melirik ke arah ponsel Adit. Dia segera mengambil ponsel itu dan menuliskan nomer ponselnya. Salma menyodorkan ponsel Adit tanpa bicara sepatah kata pun dan tanpa memandang Adit.
"Apa kamu mulai enggak bisa bertahan denganku, Salma Putri?" Tanya Adit sambil menyunggingkan senyum tipisnya.
Salma meletakkan sendoknya dan menatap Adit.
"Pada akhirnya jika kita menikah, aku harus menuruti apapun kehendakmu kan? Apa lagi yang kamu mau?"
Adit tertawa. "Baiklah, kalo begitu kita langsung bahas perjanjian nikah kita sekarang aja. Aku enggak mau bertemu denganmu setelah ini hanya untuk bahas enggak penting kayak gini."
"Kalo enggak penting ngapain dibahas? Kau tahu kan biasanya perjanjian gitu ada bukti hitam di atas putih, pakai materai, enggak cuma pake omongan doang."
"Waahhh... aku enggak nyangka kamu seberani itu. Oke... kita buat kesepakatan dulu sekarang, hitam di atas putihnya nanti menyusul, aku akan atur waktunya. Setuju?"
Salma menegakkan duduknya. "Apa aja?"
"Kita lakukan seperti rumah tangga pada umumnya, kamu ngelayanin segala kebutuhanku. Jasmani, rohani, kebutuhan kerja dan sebagainya, ngerti kan maksudnya?"
Salma membulatkan matanya, dia menghela nafasnya dengan kasar.
"Itu mah enak dikamunya!" Seru Salma dengan menahan suaranya agar tak terdengar seperti sedang berteriak.
"Hahahaha... emangnya kenapa? Kamu pasti juga akan menikmatinya kan? Lagian kalo kamu mengabaikan semua kebutuhanku yang itu, kamu yang dosa. Tahu kan ya?"
"Tapi enggak bisa gitu dong! Itu enggak menguntungkan buatku, kamu enggak akan keliatan bekasnya. Trus aku gimana?"
Adit mengernyitkan dahinya. "Hei... kamu udah berniat nikah lagi? Nikah sama aku aja belum, kamu udah mikir nikah lagi? Wahhh... luar biasa!" Jawab Adit sambil bertepuk tangan.
Salma memandang dingin Adit yang nampak menindas dirinya itu. Bagaimana mungkin dia menyetujui ide gila Adit itu?
"Kamu bilang tadi akan menurutiku jika nanti aku udah jadi suamimu. Aku kan cuma minta kita menjalani rumah tangga sebagaimana mestinya, biar kita enggak kaku banget kalo berhadapan dengan keluarga kita. Aku enggak minta lebih, cukup perankan tugasmu sebagai istri yang baik. Begitu pula aku, aku akan jalankan tugasku sebagai suami. Gampang kan?"
Salma masih terdiam.
"Ayolah, enggak usah munafik gitu. Kamu bilang kamu cuma pengen nikah satu kali seumur hidup, trus kenapa tadi udah mikir buat cerai? Kalo kamu pengen menikah cuma satu kali, jalanin aja tugasmu sebagai istri. Aku cuma minta itu doang. Perkara nantinya kita bakal langgeng atau cerai, kita pikir belakangan." Imbuh Adit santai lalu meminum minumannya.
Salma memalingkan wajahnya, lidahnya benar-benar kelu untuk menimpali Adit dengan berbicara panjang lebar.
"Aku juga mau privasi, kita jangan ganggu kehidupan pribadi kita masing-masing. Aku... aku juga mau kerja."
"Kerja? Untuk apa? Apa kau takut uang dariku ga akan cukup bagimu?" Sindir Adit.
Salma menggelengkan kepalanya. "Enggak, aku tahu uang darimu pasti akan lebih dari cukup. Tapi aku cuma mau cari pengalaman aja."
Adit mengangguk. "Oke, nanti akan aku pikirin. Ada lagi?"
Salma menggelengkan kepalanya.
"Kalo cuma kayak gini enggak usahlah pake hitam di atas putih, kita bisa ingat poin-poinnya tadi. Kalo udah selesai, ayo kita keluar ruangan sekarang." Ucap Adit sembari memundurkan kursinya dan berdiri.
Salma juga beranjak berdiri dan keluar ruangan terlebih dulu, diikuti oleh Adit.
"Kalian udah selesai makan dan ngobrolnya?" Tanya Bagas.
"Udah, Pa." Jawab Salma sembari duduk di sebelah mamanya.
"Gimana Dit, cocok kan sama Salma?" Tanya Mei.
"Iya, Ma." Jawab Adit sambil tersenyum dan memandangi Salma.
"Bener-bener gila nih orang, bisa-bisanya akting kayak gini." Gumam Salma dalam hati.
"Kamu udah minta nomer telpon Salma, Dit? Kalian kan bisa komunikasi lewat whatsapp kalo mau saling ketemuan atau ngurusin persiapan nikah." Tanya Hari.
"Udah kok, Pa." Adit menjawab dengan begitu tenangnya.
"Jujur saya seneng banget kalo anak-anak kita akhirnya bisa menerima perjodohan kita ini. Akhirnya kita besanan ya, Mei." Seru Tari.
"Iya loh, aku pikir mereka bakal nolak dengan keras. Enggak taunya malah segampang ini ya." Imbuh Mei dengan tawa puasnya.
"Eee... nanti Salma pengennya tinggal di rumah atau di apartemen Adit?" Tanya Hari.
Salma terkejut dengan pertanyaan mertuanya itu, mana terpikirkan. Pikirannya masih saja dibuat kacau dengan perjodohan dadakan ini.
"Aku akan bawa Salma tinggal di apartemen, Pa. Gimana pun kalo udah menikah itu lebih baik tinggal sendiri meskipun tempat tinggalnya enggak sebesar di rumah." Jawab Adit dengan cepat.
"Nahh... iya, Om setuju banget sama kamu. Biar belajar mandiri juga kan?" Sahut Bagas.
"Kamu tenang aja, Dit. Salma bisa melakukan pekerjaan rumah kok, dia juga pinter masak. Tante enggak bohong, beneran deh!" Ucap Tari menggebu-gebu.
"Waahhh... Adit emang beruntung dapet Salma ya!" Seru Tari sambil menepuk-nepuk punggung anaknya.
***
Dua hari setelah pertemuan keluarga itu, mama Salma nampak disibukkan dengan mengurus keperluan pernikahan anaknya yang akan dilakukan bulan depan. Sedangkan Salma masih terlihat santai, ya apa lagi yang diperbuat. Semuanya pasti udah diatur kedua orangtua mereka kan?
"Aduuhhh... ini calon pengantin kok males-malesan gini. Sana lho pergi perawatan, biar seger badannya. Trus kalo pas malam pertama juga makin bikin Adit seneng." Goda Tari.
"Emang harus perawatan kayak gitu ya, Ma? Aku kan bisa lakuin di rumah kayak biasanya kalo cuma maskeran sama luluran."
"Eehhhh... mana bisa cuma luluran!" Jawab Tari sembari menepuk paha Salma yang sedang tiduran di sofa sambil menonton TV.
"Perawatan orang mau nikah itu enggak cuma luluran doang. Ada totok wajah biar auranya makin cetar, perawatan kuku, trus payudara kamu juga tuh, trus perawatan organ intim biar Aditnya makin enak." Sambung Tari sambil mencolek lengan Salma.
"Apaan sih, Ma? Emang makanan, enak?"
"Udah, sekarang kamu siap-siap trus pergi perawatan. Abis ini Mama transfer uangnya, cepetan! Seminggu sekali pokoknya harus rutin perawatan ya, nanti Mama tambahin uang jajanmu buat perawatan." Ucap Tari sambil menarik tangan Salma agar segera berdiri dan bersiap-siap.
"Aku ajak Widya ya, Ma. Bayarin Mama sekalian, kan enggak enak kalo aku sendirian."
"Yaudahlah, tapi Widya perawatan biasa aja. Enggak usah ikut-ikutan pake perawatan pengantin, atau tawarin aja dia mau perawatan apaan."
"Oke Ma, aku kabarin Widya dulu deh ya." Ucap Salma lalu berjalan menuju kamarnya.
Salma segera meraih ponselnya dan mengirim pesan whatsapp kepada Widya.
📨 : Wid, temenin gue ke spa yuk. Dibayarin kok sama Mama.
📩 : Ehh, seriusan? Alhamdulillah... rejeki anak solehah 😍 lu mau kesini jam berapa? Gue siap-siap dulu deh.
📨 : Setengah jam lagi gue otw ya...
📩 : Oke 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 220 Episodes
Comments
Agustin
Sdh 2x baca ini gk bosen
2020-09-07
4
Agustin
Sdh baca ke2 kalinya ini
2020-09-07
2
Evi Aseh
baca untuk yg kesekian...ntah knp suka deh mengulang....sambil nunggu babang rayyan
2020-08-04
0