Sinar matahari begitu menyengat. Badan terasa tidak enak dengan cuaca yang begitu panas. Siang hari seperti ini paling enak jika minum es. Es campur? es kepala muda? es doger, mungkin? Itu salah satu minuman yang menyegarkan.
Di saat aku akan menuju kamar. Aku bertemu dengan Ustazah Anisa. Rasa kaget dan gugup yang kurasakan.
Aku mulai khawatir di tanya hal yang tidak\-tidak. Cara Ustazah Nisa yang melihatku begitu tajam. Membuatku harus menundukkan kepala.
“Manda. Ana boleh bertanya sesuatu sama anti?” tanya Ustazah Anisa yang kini berdiri di hadapanku.
“Ya, Zah. Bertanya apa?" jawabku lagi sambil memeluk al-qur’an yang kubawa.
“Anti ada apa sebenarnya sama Ustaz Aris?” tanya Ustazah Anisa. Membuatku semakin gugup.
“Maksud, Ustazah apa?” tanyaku dengan gugup.
“Anti 'kan di bilang punya hubungan dengan Ustaz Aris. Apa semua itu benar?” tanya Ustazah Nisa menatapku dengan tajam.
“Mmm, ana tidak pernah punya hubungan apa-apa sama Ustaz Aris, Zah. Ana juga tidak mengerti dengan segala pertanyaan, Ustazah.” Aku berusaha menyembunyikan semuanya.
“Ouuhh, ya sudah. Mungkin ana salah dengar tentang gosip-gosip yang beredar.” Ustazah Anisa menjawabku lagi. Kedua tanganku berkeringat. Seperti di introgasi oleh Ustazah Nisa. Jantungku terus berdegup kencang.
Tidak lama kemudian, mudhabiroh Puji dan Nadia yang pernah mengguncingku datang memanggil Ustazah Anisa ketika sedang mengobrol denganku. Aku pun cepat-cepat pergi dari hadapan Ustazah Nisa.
Untung saja Nadia dan Puji datang. Aku bisa terhindar dari pertanyaan yang dilontarkan olehnya.
Sungguh, aku takut dengan pertanyaan Ustazah Nisa. Apa mungkin semua seisi pesantrenan tau aku mempunyai hubungan dengan Ustaz Aris.
Aku hanya bisa berdoa. Semoga omongan yang tidak\-tidak jangan sampe terdengar di telinga ibuku. Jika sampe terdengar ibu pasti akan sangat sedih.
Dulunya aku tidak tau bagaimana rasanya jatuh cinta. Tapi seiring berjalannya waktu Allah mempertemukanku dengan Ustaz Aris.
Sering kali, aku merasa bingung. Kenapa aku harus jatuh cinta? Kenapa aku harus merasakannya? Semenjak mendengar Ustaz Aris di jodohkan. Dan aku yang sering dibicarakan tidak\-tidak. Semenjak itulah perasaanku selalu khawatir dan takut.
Padahal di sini aku menuntut ilmu. Ini kesalahanku sendiri. Kalau tidak merespon Ustaz Aris dulu. Mungkin aku tidak akan pernah menjalin hubungan dengannya.
Sesekali, aku selalu berusaha berfikir fositip. Dan yakin bahwa Ustaz Aris pasti menepati janjinya. Kami tidak pernah bertemu walaupun kami berada di satu pesantrenan.
Sejujurnya, aku ingin bertemu dengan Ustaz Aris berbicara hanya empat mata saja dengannya. Tapi itu sangat sulit.
******
Di waktu senggang. Semua santriwati di suruh untuk bersih\-bersih setiap sorenya. Karena memang inilah kegiatan di pesantrenan. Yang setiap sorenya kami di suruh untuk bersih\-bersih. Dan paginya juga begitu.
Tugasku sore itu menyapu. Kulihat Ustaz Aris berjalan menuju rumahnya. Rumah mudir (kepala sekolah) yaitu Abinya Ustaz Aris dekat dengan pondok santriwati.
Aku merubah posisi berdiriku. Berdiri di tempat lain supaya Ustaz Aris melihatku. Aku tidak bisa menahan rasa kesal, marah dan khawatirku.
Alhamdulillah akhirnya ia melihatku dan tersenyum lebar. Kubalas senyumannya, seraya memberikan kode supaya ia menghampiriku.
"Ada apa?" Kini laki-laki yang memiliki postur badan tinggi dan berkulit putih itu berdiri di hadapanku.
"Ana mau ngomongin sesuatu sama antum," jawabku lagi menundukkan kepala.
"Ngomongin apa? Bilang saja."
Diam yang kulakukan. Kulihat di sekelilingku banyak santriwati sibuk dengan tugasnya masing-masing. Sesekali santriwati lainnya juga melihat Ustaz Aris yang berada di hadapanku.
"Kita jangan ngomong di sini. Takutnya ada yang dengar nanti," kataku dengan suara kecil.
"Ya sudah. Mmmm kamu nyapu di halaman rumah mudir aja, ya. Nanti ana pura-pura nyuruh anti bersih di sana. Kasih tau ana apa yang ingin anti bicarain."
Aku pun mengangguk mengiyakan laki-laki yang kusayangi itu. Aku membuntutinya dari belakang. Pura-pura di perintah untuk bersih-bersih padahal kami ingin membicarakan sesuatu hal.
"Apa yang ingin kamu bicarakan. Apakah penting?"
"Iya, penting!"
Aku berhenti menyapu dan mendonga Ustaz Aris. Ya allah ... matanya begitu sayu. Hidungnya mancung. Ia sangat mirip seperti mudir. Seperti laki-laki keturunan Arab. Sekesal apapun diriku, aku tidak bisa mengeluarkan kekesalanku di hadapannya.
Lagi pula, ia tidak tau apa tentang gosip yang beredar. Katanya ia juga tidak mau dijodohkan walaupun banyak yang bilang ia akan di jodohkan dengan Ustazah Nisa. Sungguh, aku menyayanginya tuhan.
Hatiku berat meminta agar ia tidak menjalin hubungan denganku.
"Hei. Kenapa kamu diam? Mau bicarain apa?"
"Ustaz. Apa benar antum akan di jodohkan dengan Ustazah Nisa?" tanyaku ragu.
"Maksud anti. Anti dengar dari mana?"
"Ana dengar dari beberapa santriwati lainnya. Dan bibi juga yang bercerita seperti itu." Aku menjawab dengan suara lemas. Seakan-akan pasrah Ustaz Aris menjawab apapun.
"Mmmmm ... iya, benar. Abi mau menjodohkan ana dengan Ustazah Nisa. Tapi .... ana nggak mau, Da. Ana ingat janji sama anti."
Aku tersenyum dan hatiku sedikit lega mendengar ucapannya.
"Tapi ... banyk santriwati yang membicarakan ana tidak-tidak, Ustaz. Malahan ada santriwati katanya ... bilang kalau ana perempuan munafik dan tidak benar."
"Siapa yang bilang anti seperti itu?"
"Ana nggak tau, Ustaz. Ana dikasih tau sama Salsa."
"Anti denger ana. Jangan percaya sama hal yang belum anti denger. Mungkin aja itu bohong. Besok kalau seandainya ada yang bilang seperti itu. Kasih tau ana."
"Untuk apa ana kasih tau antum."
"Yaaaa ana mau negur. Emang anti ngapain sama ana terus mereka bilang anti wanita nggak bener. Ana nggak terima anti di bilang seperti itu."
Aku terdiam melihat Ustaz Aris yang membelaku. Intinya, aku tetap yakin dengan janji\-janjinya. Ia tidak mungkin mengingkari janjinya. Dan aku sudah terlanjur menyayangi beliau.
Aku tidak mau jika ia menikah dengan wanita lain nantinya. Karena itu akan terasa sakit untuk aku rasakan.
"Ya sudah. Kamu lanjut lagi nyapunya, ana tinggal, ya," kata Ustaz Aris kepadaku.
"Iya," jawabku.
Ia lalu pergi menuju rumahnya. Hari ini aku merasa agak tenang dengan kata\-kata Ustaz Aris. Ia selalu saja berusaha menenangkanku sama halnya dengan Salsa yang selalu berusaha menenangkanku.
Menyebut nama Salsa. Kenapa aku tidak melihatnya. Entah ia ke mana?
Tapi ... tidak apa-apa. Untung saja ia tidak melihatku dengan Ustaz Aris tadi. Jika ia melihatku, aku pasti di olok abis-abisan sama tu anak.
Aku berharap, santriwati yang melihatku dengan Ustaz Aris tadi tidak berfikir yang tidak\-tidak kepada kami. Karena sudah terlalu cukup omongan mereka lagi tentangku. Aku tidak tau pasti siapa yang memfitnahku. Sehingga, mereka berfikir negatif kepadaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Fitri Masito
up jgn lama" bikin penasaran aj
2020-01-11
3