Mulai curiga

Saat ini, langit menjatuhkan butiran gerimis dari atas sana. Mendung pekat seakan tidak bisa terpisah dari hujan yang begitu lebat.

Waktu istirahat seperti ini aku dan santriwati lainnya berkumpul menikmati waktu senggang. Sesekali bersenda gurau bersama teman yang lainnya. Hingga, Salsa datang menggangguku merusak suasana yang kunikmati.

“Manda,” tegur Salsa mendekatiku saat berkumpul dengan santriwati yang lainnya.

“iya,” jawabku mendonga Salsa berdiri di belakangku.

“Ana mau kasih tahu Antum sesuatu, sini dulu.” Salsa mulai membisik.

Sampai aku harus bangun dari duduk santaiku. Mencari tempat yang nyaman bersama.

Aku mulai bingung dengaan sahabatku ini, entah apa yang akan ia ceritakan kepadaku. Cerita pentingkah atau tidak? Sampai-sampai tanganku harus di tarik-tarik segala.

“Antum tau nggak, ana lihat Ustaz Aris sedang duduk bersama Ustazah Nisa.” Salsa memberitahuku lagi dengan cara berbisik di dekat telingaku.

“Terus. Kenapa kalau mereka duduk bersama. Apa hubungannya sama Ana?” jawabku mulai malas untuk membahas apa yang di beri tahukan oleh Salsa.

Seakan-akan aku tidak perduli. Karena, bagiku itu hal biasa jika Ustaz Aris harus duduk bersama Ustazah Nisa.

“Mereka itu akrab banget, sampai ketawa ketiwi gitu. Kamu nggak percaya! ayok kita lihat mereka di luar.” Kali ini tanganku harus di tarik untuk keluar melihat Ustaz Aris dan Ustazah Anisa.

Aku pun menurut untuk diajak keluar dari kamar melihat Ustaz Aris dan Ustazah Anisa. Dan aku juga penasaran. Kenapa Salsa mencurigai laki-laki yang kusayangi itu.

“Mana orang duduk?” Aku mulai kesal menarik sebelah sudut bibirku ke atas.

“Tadi duduk di situ,” jawab Salsa menggaruk sedikit kepalanya.

“Udah Ana mau masuk dulu.”

“Manda, tunggu dulu.” Tanganku harus tertarik lagi oleh sahabatku yang lumayan ngeselin menurutku.

“Apa lagi, Sa.”

“Ana tadi lihat mereka ada di sana, tetapi mungkin aja mereka sudah pergi sebelum kita keluar. Antum sih, lama sekali keluarnya.”

“Kok nyalahin Ana, sih?”

“Antum tahu nggak, Ana pernah dengar cerita kalau Ustaz Aris itu mau di jodohkan dengan Ustazah Anisa.”

“Maksud Antum?” tanyaku mengkerutkan ke dua alis.

“Iya, Manda. Antum masak nggak paham,” jawab Salsa lagi.

“Siapa yang kasih tahu Antum kalau mereka mau di jodohin?” tanyaku menarik tangan Salsa untuk mengajaknya duduk di depan teras santriwati.

“Nah, kalau masalah ini pasti antum langsung semangat denger cerita. Tadi ... antum di kasih tau, malah sok cuek di kasih tau.” Dan kini giliran Salsa yang berkata dengan kesal kepadaku.

“Kasih tau ana. Antum dapat cerita dari mana?” tanyaku menatap netra Salsa.

“Iihhhh. Nggak dapat cerita dari mana-mana. Tapi ... cuman dengar dari teman-teman yang lainnya gosipin antum, Ustaz Aris dan Ustazah Anisa. Kayak cinta segi tiga, ya, Antum.”

“Cinta segi tiga apa maksudnya? Antum denger cerita dari mana?” tanyaku penuh penasaran.

“Dari santriwati lainnya,” jawab Salsa.

“Hmm, nggak tau dah. Antum mah ceritanya nggak jelas.” Aku kini menghadap depan dengan wajah kusutku.

“Ana takut kalau antum di kecewakan nanti sama Ustaz Aris.” Salsa duduk lebih dekat lagi.

“Hmm, aku nggak tau. Tapi ... mudah-mudahan saja, Ustaz Aris masih ingat dengan janjinya yang ingin menghalalkan ku.” Aku menoleh tersenyum hambar melihat Salsa. Bahwa dengan yakin, aku percaya atas janji yang dijanjikan oleh Ustaz Aris kepadaku.

******

Setiap malam para santriwati berkumpul untuk belajar bersama. Saat belajar bersama sedang berlangsung, aku eminta izin untuk ke kamar mandi.

Biasanya, jika aku ingin ke kamar Mandi sering kali di temani oleh Salsa. Apalagi malam, banyak diantara kami yang tidak berani untuk ke kamar mandi sendirian. Jarak pondok santriwati dengan kamar mandi lumayan jauh.

Jujur saja, kamar mandi di pondokku ini begitu angker. Aku pernah diceritakan oleh santriwati yang sudah lama di sini. Dulu, katanya santriwati banyak yang mengalami kesurupan. Di karenakan pondok Ar-Rahman dulunya kebun. Kebun yang lumayan angker. dan walau sudah menjadi pesantrenan tetap saja jauh dari keramaian. Sampai sekarang pun masih ada santriwati yang kesurupan.

Namun, tidak separah dulu. Kalau dulu hampir semua santriwatinya pernah mengalami kesurupan. Mungkin saja, hantunya sudah mulai berkurang makanya hanya beberapa orang yang mengalami kesurupan. Itu sih menurutku, sebenarnya tergantung keimanan kita juga dalam mengingat sang maha kuasa. Jika iman kuat insya allah makhluk halus tidak akan berani mendekat menurutku.

Aku berjalan menuju kamar mandi. Tanpa disengaja aku bertemu dengan Ustaz Aris.

“Manda, Anti mau ke mana?” tegur Ustaz Aris berdiri di hadapanku.

Langkahku kini terhenti, karena di sapa oleh laki-laki yang sudah membuatku jatuh cinta.

“Ya, Ustaz. Ini mau ke kamar mandi,” jawabku dengan wajah malu-malu.

“Oh ya, Anti sudah makan?” tanya Ustaz Aris.

“Alhamdulillah, sudah, Ustaz.” Dengan menjawab terbata-bata, “kalau, Ustaz. Sudah makan?"

“Alhamdulillah, sudah juga. Nanti ...?”

Saat Ustaz Aris ingin melanjutkan perkataannya. Ustazah Anisa datang menyapanya, aku pun langsung cepat-cepat pergi meninggalkan Ustaz Aris tanpa pamit di hadapannya.

Aku bingung dengan perasaan yang kurasakan. Padahal Ustazah Nisa hanya menyapa Ustaz Aris. Entah kenapa aku merasa kesal saja.

Aku mengingat perkataan Salsa yang bilang jika mereka berdua ingin dijodohkan. Apakah ini perasaan cemburu? Barangkali tanggapan Salsa itu salah. Aku yakin Ustaz Aris tidak akan mengecewakanku.

Saat aku sudah balik dari kamar mandi, Salsa sahabatku sudah menunggu.

“Antum habis dari mana, sih?” tanya Salsa.

“Habis dari kamar mandi,” jawabku.

“Kodim jiddan (lama sekali)!” kata Salsa kepadaku.

“Yaaa ... tadinya Ana mau pipis. Tapi ... entah kenapa perut terasa sakit, hee makanya lama.” Aku tersenyum melihat Salsa.

“Hm,” jawab Salsa melipat kedua tangannya di depan dada sambil berdiri di hadapanku.

“Teruss ... Antum kenapa? Kepo nanya-nanya habis dari mana?”

“Antum tadi di cari sama Ustaz Aris, sama di kasih jajan, sama surat juga.” Salsa membisikkanku.

“Kok dia nyari terus, terus setiap dia nyari di waktu nggak tepat aja.” Aku menjawab Salsa.

“Itu karena dia kangen sama Antum, makanya di cari!"

“Beneran? Dia nyari Ana. Tapi tadi Ana ketemu sama dia, dianya nggak bilang apa-apa. Antum beneran?” tanyaku lagi.

“Ya iyalah, beneran. Mana Ana pernah bohong sama antum.” Sahabatku itu sok sewot menghadap lain menjawabku.

Ia pun mengajakku masuk untuk ke kamar sebentar. Padahal sebelum selesai belajar, mudhabiroh marah jika tau ada santriwati masuk ke kamar sebelum belajar bersama selesai.

Kubuka kertas berwarna putih tersebut.

“Assalamu’alaikum, calon istri ku. Anti sehat-sehat saja 'kan. Semoga Anti selalu berada di bawah lindungan Allah. Tadi Anti pergi gitu saja, tanpa pamit meninggalkan Ana begitu saja. Di makan, ya? Apa yang ana kasih sama Anti. Tetep jaga kesehatan. Salam manis dari calon imam mu, Ana Uhibbu kafillah (aku mencintaimu karena allah).” Isi surat dari Ustaz Aris.

Isi surat Ustaz Aris mampu membuatku tersenyum-senyum sendiri. Betapa bahagianya aku malam itu, saat disebut sebagai calon istri.

Tanpaku sadari, Salsa sudah berdiri di belakangku juga ikut membaca isi surat dari Ustaz Aris.

“Aaahh ... Ana sepertinya mau pingsan, Da. Dia bilang Antum calon istri?” Salsa memukul ke dua pipinya di dekatku."Ana nggak mimpi 'kan, Da.”

“Heee, Antum lebay sekali. Yaa nggak lah, Salsa. Ini beneran?” Aku memegang ke dua tangan Salsa dengan wajah penuh bahagia. Salsa memelukku, seraya cekikan tertawa karena bahagia.

“Ana seneng banget tau, antum sebentar lagi mau jadi seorang istri Ustaz di pondok ini. Sudah tampan, tajir, pintar, soleh, baik hati lagi. Kayak antum. Calon imam idaman banget, Da.” Salsa memegang tanganku, dengan mencubit sebelah pipinya.

“Sudah, sudah, mendingan tugas Antum sekarang. Doa’in ana semoga berjodoh dengan Ustaz Aris. Sekarang kita keluar ayok, nanti kita di marahin sama mudhabiroh-mudhabiroh judes itu.” Aku berdiri menarik tangan Sahabatku itu mengajaknya untuk keluar. Salsa pun ikut merangkul tanganku sambil menolehku dengan senyuman manisnya.

“Padahal, yang jadi mudhabiroh kita anak-anak ingusan ya, Da.”

“Eehh, antum nggak boleh bilang gitu.” Aku mencubit tangan Salsa.

“Iih, emang beneran juga. Mereka 'kan, masih-masih SMA. Nggak kayak kita yang kelas intensif, umur lebih tua dari mereka.

“Tapi tetap saja, mereka di sini lebih lama. Dan lebih banyak pengetahuan agamanya dari pada kita, Salsa. Makanya mereka di buat jadi mudhabiroh!” tegasku kepada Salsa.

Kami pun membuka pintu kamar untuk keluar belajar lagi. Dengan membawa makanan yang di berikan oleh Ustaz Aris. Laki-laki yang akan menjadi calon imamku.

Episodes
1 Prolog
2 Kelulusan Sekolah
3 Masuk pesantrenan
4 Awal Pertemuan
5 Perasaan membingungkan
6 Perasaan yang mulai muncul
7 Menunggu kepulangan
8 Berkunjung ke rumah
9 Membantu Ibu
10 Gugup
11 Perasaan Bahagia Tapi Khawatir
12 Jemput
13 Khawatir
14 Mulai curiga
15 Kepedulian
16 Rasa Takut
17 Cemburu
18 Gosip Beredar
19 Sedikit Lega
20 Merasa Tidak Enak
21 Lelah
22 Bingung, marah dan kesal.
23 Untuk pertama kalinya
24 Kaget
25 Teguran yang menyakitkan
26 Ingin segera menikah
27 Libur tiba
28 Suasana di pedesaan
29 Kesal dengan sahabat
30 Kepulangan saudara Ustaz Aris
31 Bersih-bersih
32 Gelisah
33 Di hina
34 Putus asa
35 Kesembuhan
36 Teringat
37 Keinginan Ibu
38 Niat Bekerja
39 Lamaran Pekerjaan
40 Pertemuan Mengejutkan
41 Kedatangan dan Perdebatan
42 Kedatangan Ibu dan Perdebatan
43 Mencoba membujuk Ibu
44 Kebingungan
45 Diizinkan
46 Kenyamanan
47 Mengambil Keputusan
48 Rasanya Berat
49 Pertemuan Lagi
50 Gelagapan
51 Mengejutkan
52 Melepas rindu dengan sahabat
53 Menginap
54 Ustaz Aris lagi.
55 Berkunjungnya sahabat
56 Kesal dan Dilema
57 Gelisah
58 Mencoba jujur
59 Curhat
60 Hadiah Tanpa Pengirim
61 Bertemu
62 Perasaan Hampa
63 Memberanikan Diri
64 Teringat Kembali
65 Takut dan Khawatir
66 Makan Bersama
67 Penasaran
68 Bertemu
69 Pertemuan
70 Khawatir
71 Ketauan Juga
72 Sampai Juga
73 Merasa Bodoh
74 Mimpi
75 Kepikiran
76 Mengejutkan
77 Membahas Ustaz Aris
78 Permohonan
79 Minta Pendapat
80 Terkejutnya Ibu
81 Berdebat Dengan Ibu
82 Kedatangan Tiba-tiba
83 Curhat
84 Rencana
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Prolog
2
Kelulusan Sekolah
3
Masuk pesantrenan
4
Awal Pertemuan
5
Perasaan membingungkan
6
Perasaan yang mulai muncul
7
Menunggu kepulangan
8
Berkunjung ke rumah
9
Membantu Ibu
10
Gugup
11
Perasaan Bahagia Tapi Khawatir
12
Jemput
13
Khawatir
14
Mulai curiga
15
Kepedulian
16
Rasa Takut
17
Cemburu
18
Gosip Beredar
19
Sedikit Lega
20
Merasa Tidak Enak
21
Lelah
22
Bingung, marah dan kesal.
23
Untuk pertama kalinya
24
Kaget
25
Teguran yang menyakitkan
26
Ingin segera menikah
27
Libur tiba
28
Suasana di pedesaan
29
Kesal dengan sahabat
30
Kepulangan saudara Ustaz Aris
31
Bersih-bersih
32
Gelisah
33
Di hina
34
Putus asa
35
Kesembuhan
36
Teringat
37
Keinginan Ibu
38
Niat Bekerja
39
Lamaran Pekerjaan
40
Pertemuan Mengejutkan
41
Kedatangan dan Perdebatan
42
Kedatangan Ibu dan Perdebatan
43
Mencoba membujuk Ibu
44
Kebingungan
45
Diizinkan
46
Kenyamanan
47
Mengambil Keputusan
48
Rasanya Berat
49
Pertemuan Lagi
50
Gelagapan
51
Mengejutkan
52
Melepas rindu dengan sahabat
53
Menginap
54
Ustaz Aris lagi.
55
Berkunjungnya sahabat
56
Kesal dan Dilema
57
Gelisah
58
Mencoba jujur
59
Curhat
60
Hadiah Tanpa Pengirim
61
Bertemu
62
Perasaan Hampa
63
Memberanikan Diri
64
Teringat Kembali
65
Takut dan Khawatir
66
Makan Bersama
67
Penasaran
68
Bertemu
69
Pertemuan
70
Khawatir
71
Ketauan Juga
72
Sampai Juga
73
Merasa Bodoh
74
Mimpi
75
Kepikiran
76
Mengejutkan
77
Membahas Ustaz Aris
78
Permohonan
79
Minta Pendapat
80
Terkejutnya Ibu
81
Berdebat Dengan Ibu
82
Kedatangan Tiba-tiba
83
Curhat
84
Rencana

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!