Aku berdiri bersama siswa dan siswi yang lainnya di bawah terik sinar matahari. Menaruh sebelah tangan kanan di atas dahi, sebagai tedeng untuk menghindari silaunya sinar matahari yang menyengat.
Aku merupakan anak tunggal dari ibu Fatimah dan nama bapakku bernama Muhammad.
Hari ini aku menunggu pengumuman kelulusan sekolah. Di mana aku menggali ilmu di sekolah menengah atas atau di sebut SMA Nusa Bangsa. Menunggu kelulusan sampai siang membuatku dan teman-teman lainnya kesal. Karena harus menunggu berjam-jam untuk sebuah kelulusan sekolah. Di tahun 2000 yang masih sangat jauh dari kata kecanggihan, aku berharap suatu saat pengumuman sekolah diumumkan secara cepat dan tidak harus membuat para pelajar menunggu lama dan kepanasan.
Setelah menunggu lama, aku dan teman-teman lainnya akhirnya mendengar bahwa semua siswa dan siswi kelas dua belas lulus seratus persen. Semua siswa siswi SMA Nusa Bangsa sangat bahagia, begitu pula denganku yang loncat kegirangan karena bahagia bisa lulus.
Tanpa menunggu lama, aku bergegas cepat untuk pulang memberitahu ibu yang berada di rumah. Dengan memakai sepeda sederhana, kugayuh sepeda dengan cepat agar sampai rumah.
Rumahku lumayan jauh jaraknya dengan sekolah. Sehingga harus menggunakan sepeda untuk berangkat sekolah. Untung saja ibu baik hati mau membelikan sepeda.
Rumahku terletak di Lombok. Yang Desanya jauh dari keramaian. Membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit untuk sampai di rumah. Dan pastinya, harus berangkat pagi-pagi untuk ke sekolah.
Terlihat jelas, sesampainya aku di depan rumah berdinding pagar bambu. Pagar bambu yang sudah mulai lapuk dan rumah sederhana yang membuat aku dan ibu merasa nyaman untuk berteduh.
Aku seorang gadis berasal dari Lombok yang hanya tinggal bersama ibu. Ayahku pun sudah meninggal lima tahun lalu karena mengalami kecelakaan.
Kejadian yang tidak pernah diinginkan harus terjadi kepada laki-laki yang sangat kuhormati tersebut, tetapi kepergian ayah sudah menjadi ketentuan Allah yang tidak bisa diubah oleh siapa pun jua. Aku dan ibu harus menerimanya dengan lapang dada tanpa harus bersedih berkepanjangan.
“Assalamu’alaikum,” ucapku seraya menaruh sepeda di depan teras rumah.
“ Wa’alaikumsalam,” jawab ibuku.
“Ibu ... Ibu. Ibu di mana?”
“Iya, ada apa, Nak?” Ibu pun keluar ketika aku berteriak memanggilnya.
“Ibu. Aku lulus ...” ucapku langsung memeluk wanita yang sangat kusayangi tersebut dengan kegirangan.
“Ya Allah, Nak. Alhamdulillah. Ibu sangat bahagia sekali kamu akhirnya lulus juga,” kata ibu seraya memberikan belaian lembut kepadaku. Suatu belaian yang diberikan oleh seorang ibu kepada putrinya dengan penuh kasih sayang. “Sekarang, kamu ganti baju terus makan, ya.”
“Iya, Buk. Aku ganti baju dulu. Oh ya, Buk. Emmm... aku jadi tidak, sekolah di pondok?” tanyaku kini menatap lekat netra ibu.
Namun, alih-alih ibu menjawab. Beliau hanya terdiam mendengar pertanyaan dariku.
“Mmm ... Nanti ibu usahain, sekarang tugas kamu belajar dan terus belajar.”
Aku hanya mengangguk saat ibu memberikan semangat agar tetap rajin belajar. Walau pun terlihat, beliau seperti bingung saat menjawab pertanyaanku untuk sekolah di pesantrenan.
Sejujurnya, aku takut jika ibu akan kesulitan dengan permintaanku nantinya. Meski pun tau betapa inginnya ibu bisa melihatku yaitu putri satu-satunya ini menjadi orang sukses kelak nanti.
Bagaimana pun juga, aku hanya harapan satu-satunya apalagi setelah ayah telah tiada. Ibu tidak mempunyai siapa-siapa lagi selain diriku.
Sementara, aku yang mendengar jawaban beliau hanya mengangguk mengiyakan seraya pergi ke kamar untuk mengganti baju. Aku tau, jika ibu sangat bingung. Terlihat jelas raut pada wajahnya. Belum lagi beliau sangat kesulitan dalam hal biaya.
Jika beliau nantinya tidak bisa menyekolahkanku di pesantrenan, maka aku tidak ingin memaksa. Atau pun membuat beliau terbebani dengan keinginanku. Karena setauku ibu sangat terlalu lelah selama ini membiayai sekolah dan kebutuhan kami sehari-hari.
Ibuku adalah seorang buruh tani, yang kehidupannya serba kesulitan. Makan pun sangat sulit untuk setiap harinya. Kadang kala, aku harus membantunya jika bekerja di sawah orang, meski panas sangat menyengat hingga terasa membakar kulit. Tapi ... ibu tidak pernah mengeluh.
Sehingga, semua itu terasa nikmat untuk dilakukan dan semua karena demi mencari sebuah rizki. Meski melelahkan, ibu tetap sabar melakukannya. Katanya, semasi pekerjaan itu halal dan sabar untuk kita jalani. Maka akan terasa nikmat untuk kita lakukan.
******
“Kamu potong pisangnya dulu. Ibu mau keluar beli minyak goreng,” kata ibu yang akan keluar ke warung.
“Iya, Buk.”
Sebelum ibu balik, aku fokus memotong pisang yang disuruh. Dan tidak butuh waktu lama, hanya sepuluh menit ibu datang membawa minyak goreng yang sudah dibeli. Selain bekerja sebagai buruh tani, jika ada waktu ia juga berjualan gorengan.
Namun, berjualan gorengan keliling sangat jarang dilakukan. Hanya saja kalau ada waktu senggang baru ibu membuat jajanan kecil-kecilan untuk di jual supaya ada uang tambahan untuk kehidupan sehari-hari.
“Kamu sudah selesai?” tegur ibu mendekatiku.
“Iya, Buk. Sudah selesai,”
“Kamu tuang dulu minyaknya,” kata ibu mengajariku, “nanti Ibu buat adonannya, Nak.”
Aku lalu menuangkan minyak goreng ke dalam wajan. Sebelum minyaknya panas, aku membantu mengaduk adonan yang sudah dibuat. Beberapa menit kemudian, minyak mulai panas. Dan aku mulai memasukkan adonan satu per satu yang sudah siap untuk di goreng.
Hari ini, ibu harus membuat makanan berupa gorengan yang disuruh oleh orang tempat ia selalu bekerja sebagai buruh tani. Jika aku tidak ada kegiatan, seperti: Les atau ekstrakurikuler lainnya.
Maka aku membantu bekerja di sawah tempat ibu biasa bekerja. Gorengan yang dibuat pun sangat sederhana, hanya sebuah pisang goreng.
Oh, iya, ada suatu hal yang sering ibu lakukan yaitu membuat pagar bambu. Sebagai orang sasak di Desaku selain masyarakat kebanyakan berprofesi sebagai petani. Sebagian orang juga berprofesi sebagai pembuat pagar yang dibuat dari bambu yang sudah di pilah dan dibersihkan.
******
“Buk ... panas?” ucapku dengan wajah yang mulai memerah karena sinar matahari yang begitu menyengat.
“Kalau kamu capek, istirahat saja,” jawab ibu dengan wajah sedih dan merasa kasihan melihatku. Di saat merengek di depannya aku melihat jelas beliau sebenarnya tidak tega.
“Tidak, Buk. Nanti kalau berhenti kerja, aku tidak dapat banyak metik cabenya. Dan ... kalau cabenya kurang, upahku sedikit nanti, Buk.”
“Hmm. Ya sudah, tapi jangan terlalu paksakan diri. ‘Kan Ibu kerja juga. Kalau kamu lelah, istirahat ya,” ujar ibu lagi dengan mengembangkan senyuman lebar di depanku.
Ibu dan aku meneruskan kembali memetik cabe. Sebenarnya aku tidak tahan jika harus memetik cabe di bawah sinar matahari yang begitu menyengat. Seringkali wajahku memerah jika pulang dari sawah sehabis membantu ibu. Aku bahkan sering kali merasa sedih dengan keadaan kami yang seperti ini. Harus bekerja keras dengan upah yang tidak seberapa.
Di umurku yang sudah 18 tahun ini aku membantu ibu jika saat libur sekolah. Dan ... hanya bisa membantu ibu jika memang aku pulang sekolah cepat.
Aku tinggal di sebuah gubuk yang jauh sekali dari keramaian. Tidak perlu menyebut nama gubuknya, intinya aku dan ibu tinggal di salah satu Desa yang berada di Lombok atau sering disebut dengan pulau seribu masjid.
Di Desaku kebanyakan orang bekerja sebagai petani mau pun buruh tani. Bagiku, bekerja di sawah itu menyenangkan. Walau harus panas-panasan, tetap saja itu pekerjaan yang sangat mulia. Jadi, jangan pernah remehkan orang yang bekerja di sawah! Semasih itu halal, maka akan tetap diridhai oleh Allah.
Saat di perjalanan akan pulang, setelah seharian bekerja di sawah membantu ibu. Ibu menasehati agar menjadi orang yang tetap bersyukur dan tidak menjadi orang yang cepat mengeluh. Karena seberat apapun cobaan hidup, jika di jalani dengan lapang dada, tetap bersyukur dan sabar maka akan nikmat untuk dilewati segala kepedihan yang menghampiri. Dan tetap yakinlah, Allah mempunyai rencana indah untuk setiap hambanya. Walau Allah menguji hambanya terlebih dahulu dengan berbagai macam lika liku, tetapi Allah mempunyai setiap lembaran tertentu untuk hambanya. Karena aku seorang muslim, maka aku pun percaya dengan kebesaran dan ketentuan yang Allah sudah tentukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Erny II
lanjutkan,karyanya bagus 👌
2020-05-22
0
Ayunurmala
hai kak aku udah mampir lho 😊
ceritanya bagus 👍 semangat terus ya kak
2020-05-14
0
kiki rizki
ngebayangin panasnya metik cabe..
2020-03-28
2