Perasaan Bahagia Tapi Khawatir

“Rumah antum ternyata jauh juga,” ucap Salsa yang baru saja sampai di rumahku.

“Kan sudah dari dulu, ana bilang kalau rumah ana itu jauh. Antum 'kan tau jarak Lombok barat ke Lombok utara, jauh!” Kami kini duduk berdekatan.

“Kenapa Kakak antum nggak mampir dulu, tadi?” tanyaku menoleh melihat Salsa memainkan handphone.

“Dia mah orangnya terlalu sok sibuk,” jawab Salsa mencerucutkan mulutnya.

“Ouuhh, terus dia balik lagi gitu ke Lombok barat?"

“Ya nggak lah, Manda. Dia 'kan di sini, lagi KKN.”

“Oouuhhh dia kuliah?” tanyaku kini bangun dari tempat duduk.

“Iya, bentar lagi sudah mulai selesai,” jawab Salsa.

Aku lalu masuk ke dalam dapur dan keluar membawakan Salsa teh dan jajanan sederhana. Hari itu juga, Salsa menginap di rumahku. Di karenakan saudaranya yang KKN juga di Lombok utara. Jadi, ia berkeputusan untuk menginap.

Ketika malamnya aku dan Salsa yang berada di dalam kamar meluangkan waktu untuk menceritakan beban yang ada dalam pikiranku. Kebingungan yang aku rasakan saat itu pula dan membuatku khawatir juga.

“Ana mau cerita sama antum,” kataku duduk di dekat Salsa.

“Cerita apa?” Salsa asyik memainkan handphonenya.

“Ustaz Aris ..." ucapku menghentikan kata-kata.

“Oouhh, iya. Ana lupa nanya antum masalah tu, Ustaz. Gimana waktu dia anterin antum pulang?” Salsa kini duduk di hadapanku menunggu agar aku menceritakan semuanya. Aku pun mulai gugup.

“Maksud antum gimana? ya biasa aja. Tapi, ini lain lagi? Dua hari yang lalu dia ke sini lagi.” Dengan raut wajah datar dan cemas aku bercerita di hadapan Salsa.

“Apa! dia ke sini? Untuk apa?” Salsa penuh tanya.

“Dia ngajak menikah,” jawabku pelan lalu menunduk.

“Apa!! Uhuk ... Uhuk ... ,” Salsa tiba-tiba saja batuk mendengar perkataanku. Entah dia kaget atau ... bagaimana?

“Iiihhh ... antum. Ana bingung??” Aku kini melentangkan kaki di dekat Salsa.

“Antum ceritanya yang jelas dong. Ana nggak ngerti dan masih kurang percaya sama apa yang antum bilang. Masak diajak menikah?” Salsa melototin aku dengan wajah kagetnya. Ia seperti mendengar kabar buruk saja.

“Ana juga nggak tau, Sa. Dia bilang, mau menikah sama ana kalau sudah selesai sekolah nanti.” Kali ini aku menggigit jari bercerita di depan sahabatku itu.

“Selesai ...? sekolah di mana maksudnya? di pondok??”

“Iya, dia janji akan usahain ana masuk kuliah di Cairo juga nanti.”

“Aduhh ..." Salsa memegang kepalanya, "sebenarnya kalau ana sih? terserah antum saja. Ini juga masalah persiapan antum siap apa nggak. Tapi ... masak iya antum mau menikah muda.”

“Ana memang punya perasaan sama, Ustaz Aris. Tapi ada banyak hal juga yang ana pikirin, Sa.” Aku kini duduk di kursi belajar menghadap Salsa.

“Kalau ana, sih, dukung-dukung saja setiap keputusan antum. Dan ... ada baiknya juga kalau antum menikah sama, Ustaz Aris. Sosok calon imam yang diidam-idam ‘kan oleh setiap wanita. Siapa sih, yang nggak mau punya calon suami soleh, ganteng, pinter, tajir, seorang Ustaz yang benar-benar bisa nuntun antum ke jalan yang bener.” Kali ini, nasehat sahabatku itu sungguh menyentuh hati. Bahkan, hati ini terasa leleh mendengar nasehat sahabatku itu. Aaahhh ... tidak! es batu kali yang leleh.

“Makanya, iya, Sa. Tapi ... apa mungkin keluarganya mau nerima ana apa adanya. Ana ‘kan bukan orang berada,” kataku duduk lagi di dekat Salsa. Dengan perasaan gelisah seraya mencurahkan isi hati kepada sahabatku itu.

“Walau pun antum bukan orang berada. Antum punya hati yang berada. Hati antum cantik makanya, Ustaz Aris jatuh cinta sama antum. Apalagi antum bentar lagi ... mungkin mau jadi Hafizah.” Salsa memegang ke dua tanganku dengan menyunggingkan senyuman lebar menatapku.

“Hafizah apanya. Ana ‘kan belum hafal 30 juz. Antum ini ...,” jawabku cekikan.

“Ana tau, tapi ... beberapa Ustazah saja, sudah memperkirakan kalau antum akan jadi Hafizah. Karna antum cepet banget hafalinnya, dan paling banyak hafalannya.”

“Aminn ya Allah, Amin. Makasih ya, antum sudah jadi sahabat yang baik buat ana. Baiklah, ana akan berusaha yakin untuk menikah dengan Ustaz Aris.” Aku memeluk sahabatku itu dengan penuh bahagia.

 

Keesokan harinya, ketika aku mengantarkan Salsa yang akan pulang di jemput oleh Kakaknya. Kami menunggu Kakak Salsa di depan rumahku. Saat aku berdiri di depan pintu rumah, ibu tiba-tiba saja memanggilku.

 

“Manda,” panggil Ibu.

“Iya, Buk. Kenapa?” tanyaku membalikkan badan menghadap ibu.

“Sini, Nak. Ibu mau bertanya sesuatu sama kamu,” kata ibu menatapku dengan aneh. Kini beliau berdiri di hadapanku.

“Sebenarnya, untuk apa Ustaz Aris ke sini kemarin?”

“Manda nggak tau, Buk. Kenapa ibu nanya itu lagi?” Aku menjawab dengan gugup. Untuk apa lagi ibu bertanya tentang Ustaz Aris?

“Ibu, hanya heran? kenapa kamu akrab sekali sama dia?” tanya ibu lagi mencurigaiku dengan mengkerutkan kedua alisnya.

“Eeemmmm ... Manda keluar dulu, ya, Buk. Kasian Salsa sendirian duduk diluar,” kataku meninggalkan ibu keluar agar terhindar dari pertanyaannya yang mulai curiga kepadaku. Aku tidak tau, ibu berfikir seperti apa keakrabanku dengan ustazku itu.

Aku duduk di teras rumah bersama Salsa, dan temanku pun asyik memainkan handphonenya. Maklum saja, sahabatku itu semenjak datang ke rumah ia hanya sibuk dengan handphone-Nya.

Sementara, aku melamun memikirkan pertanyaan Ibu.

Maafin Manda, Buk. Manda harus sembunyikan ini semua dari ibu dulu. Aku janji, Buk. Kalau sudah waktunya, akan kuceritakan berita bahagianya nanti. Insya Allah aku tidak akan mengecewakan ibu.

“Antum kenapa?” tanya Salsa menoleh melihatku.

“Hm, nggak ada kok,” jawabku tersenyum hambar.

Cukup lama kami menunggu kedatangan saudara Salsa. Akhirnya, Kakak Salsa pun datang. Sebut saja namanya Riko, Kakak Salsa satu-satunya yang sangat menyayanginya. Begitu kata Salsa memberitahuku.

“Assalamu’alaikum,” ucap Riko membuka helmnya.

“Wa’alaikumsalam,” jawabku dan Salsa.

“Kakak. Sini duduk dulu,” Salsa mengajak kakaknya untuk duduk.

Aku pun tersenyum melihat kakak Salsa. Tidak lupa juga aku mengajaknya untuk duduk. Dan membuatkan minuman untuknya. Namun, saat aku akan menuju dapur Salsa diajak pulang oleh kakaknya. Lantas aku pun tidak jadi membuatkan minuman untuk Riko.

“Kalian hati-hati, ya,” kataku kepada Salsa yang akan naik ke atas motor Kakaknya.

“Ya, Manda. Assalamu’alaikum,” ucap Salsa dan Kakaknya tersenyum lebar melihatku.

“Salsa ... tunggu dulu, Nak.” Tiba-tiba saja ibu keluar memanggil Salsa dan memberikannya sebuah bingkisan.

“Ini apa, Buk?” tanya Salsa.

“Jualan Ibu, Nak. Nanti di makan, ya, di rumah. Semoga kamu suka,” kata ibu dengan ramah kepada Salsa.

Setelah Salsa pulang, aku lalu masuk untuk membantu ibu.

“Kenapa cuman sehari Salsa nginepnya?” tanya ibu yang sedang menggoreng.

“Nggak tau, Buk. Tergantung ‘kan Kakaknya yang jemput. Sebenarnya Kakaknya lagi KKN, tapi Salsa nggak berani lama nginep. Takut di marahin sama Ayahnya, Buk.” Aku merapikan kue seraya memasukkannya ke dalam keranjang.

“Oouuhhh ... gitu,” jawab Ibu.

Hari itu juga, semuanya selesai. Aku dan ibu keluar untuk berjualan keliling. Selama libur sekolah, aku selalu membantu ibu berjualan keliling.

Perjuangan ibu membuatku begitu sangat salut. Suatu hari nanti aku ingin sekali membahagiakan dan menaikkan haji beliau. Karena bahagianya ibu juga bahagiaku juga.

******

Duduk sendiri di dalam kamar sederhana nan kecil. Di hiasi oleh sekeliling bambu yang sudah mulai lapuk. Aku duduk di kursi membaca sebuah buku.

Dan tanpa kusadari ibu sudah berada di belakangku. Aku sempat kaget melihat beliau yang sudah dari kapan berada di belakangku. Entah apa lagi yang ingin ditanyakan.

“Manda. Kamu belum jawab pertanyaan Ibu yang tadi pagi. Apa jawaban kamu?” tanya ibu dengan menatapku lekat. Mungkin saja kali ini ibu akan mengintograsiku.

“Pertanyaan Ibu yang mana?” tanyaku dengan wajah gugup.

“Kamu beneran, tidak ada hubungan apa-apa sama, Ustaz Aris?” Pertanyaan ibu membuatku semakin takut dan gugup.

Aku menarik napas dalam lalu mengeluarkannya dengan kasar.

“Beneran, Buk. Nggak ada apa-apa,” jawabku lagi.

“Tapi kenapa dia baik sekali sama kamu. Dia juga seperti akrab sekali sama kamu. Gini, Nak. Ibu takut kalau seandainya kamu punya hubungan sama dia. Ibu takut cita-cita kamu yang ingin sekolah di Cairo jadi terhalang.”

“Insya Allah nggak, Buk. Manda nggak mungkin lupa sama keinginan Manda yang ingin jadi Hafizah dan bisa sekolah di Universitas Cairo nantinya.” Aku berusaha meyakinkan ibu walau pun dengan cara berbohong menyembunyikan hubungan dengan ustaz Aris sementara waktu.

“Ya sudah, Ibu percaya sama kamu. Ingat! tugas kamu di pesantrenan untuk sekolah dan mencari ilmu. Jangan lakuin hal yang tidak-tidak!” tegas ibu dengan seraya mengelus puncak kepalaku.

Aku berusaha tersenyum lebar melihat ibu, tetapi di dalam hati kecilku. Aku merasa bersalah sudah membohonginya. Aku berusaha yakin dengan janji-janji ustaz Aris yang menikahiku nant. Dan yakin tidak mengecewakan ibu nantinya. Karena ustaz Aris juga berjanji akan membantuku untuk masuk di Universitas Cairo menjadi harapan bagiku.

Aku membaringkan badan di tempat tidurku. Alhamdulillah, aku bisa terhindar dari kecurigaan ibu. Berusaha untuk memejamkan mata dengan melebarkan sedikit senyuman di sudut-sudut bibirku. Rasa bahagia yang tidak bisa di bagikan kepada ibu. Atas janji yang diucapkan oleh ustaz Aris.

******

“Hallo, Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam,” jawabku yang tersenyum bahagia mengakat telponan dari ustaz Aris.

“Anti lagi ngapain?” tanya Ustaz Aris kepadaku

.

“Nggak lagi ngapa-ngapain, Ustaz. Cuman lagi duduk-duduk saja.”

“Ana kira anti sudah tidur?”

“Belum, Ustaz. Kalau antum sedang apa?” tanyaku kini berbaring di tempat tidur dengan menatap langit-langit kamar sederhanaku.

“Lagi telponan sama anti,” jawab ustaz Aris. Dan terdengar suara cekikannya sendiri.

“Hmm. Antum yah, jawabannya selalu saja seperti itu. ana serius. Antum lagi ngapain?” tanyaku kini memanyunkan mulut.

“Lagi mikirin anti, lagi ngebayangin seperti apa senyuman Anti.” Ustaz Aris menggodaku. Tidak bisa dipungkiri, aku merasa malu tapi bahagia juga dengan segala ucapan guruku itu.

“Iihhh, memangnya antum nggak pernah lihat ana tersenyum?” tanyaku kini memeluk boneka yang pernah di berikan oleh Ustaz Aris.

“Nggak pernah. 'Kan tidak boleh kalau merhatiin seseorang yang bukan mahrom. Apalagi mandangin anti, di larang keras dalam agama Islam!” jelas Ustaz Aris yang menjelaskanku.

“Okeee, ana ngerti!”

“Anti tidur sana, makanya ana pingin menikah sama anti biar bisa mandangin seyuman manis anti.” Lagi-lagi Ustaz Aris menggodaku seraya tertawa kecil.

“Ya sudah. Ana tidur dulu. Tapi ... antum juga harus tidur,” aku memeluk erat bonekaku dengan senyum-senyum sendiri.

“Baik, calon bidadari ku. Jaga kesehatan, ya. Assalamu’alaikum,” ucap Ustaz Aris menutup pembicaraan antara kami berdua.

“Wa’alaikumsalam warahmatullohhi wabarokatuh,” jawabku dengan suara halus dan hati yang begitu bahagia.

Terpopuler

Comments

Sun Dari Nizar

Sun Dari Nizar

kenapa sama ibu sendiri malah merahasiakan.... harusnya terbuka dong, ceritain semua sama ibu... Q gak suka kalo Manda bohong sama ibunya thorr...

2020-05-17

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Kelulusan Sekolah
3 Masuk pesantrenan
4 Awal Pertemuan
5 Perasaan membingungkan
6 Perasaan yang mulai muncul
7 Menunggu kepulangan
8 Berkunjung ke rumah
9 Membantu Ibu
10 Gugup
11 Perasaan Bahagia Tapi Khawatir
12 Jemput
13 Khawatir
14 Mulai curiga
15 Kepedulian
16 Rasa Takut
17 Cemburu
18 Gosip Beredar
19 Sedikit Lega
20 Merasa Tidak Enak
21 Lelah
22 Bingung, marah dan kesal.
23 Untuk pertama kalinya
24 Kaget
25 Teguran yang menyakitkan
26 Ingin segera menikah
27 Libur tiba
28 Suasana di pedesaan
29 Kesal dengan sahabat
30 Kepulangan saudara Ustaz Aris
31 Bersih-bersih
32 Gelisah
33 Di hina
34 Putus asa
35 Kesembuhan
36 Teringat
37 Keinginan Ibu
38 Niat Bekerja
39 Lamaran Pekerjaan
40 Pertemuan Mengejutkan
41 Kedatangan dan Perdebatan
42 Kedatangan Ibu dan Perdebatan
43 Mencoba membujuk Ibu
44 Kebingungan
45 Diizinkan
46 Kenyamanan
47 Mengambil Keputusan
48 Rasanya Berat
49 Pertemuan Lagi
50 Gelagapan
51 Mengejutkan
52 Melepas rindu dengan sahabat
53 Menginap
54 Ustaz Aris lagi.
55 Berkunjungnya sahabat
56 Kesal dan Dilema
57 Gelisah
58 Mencoba jujur
59 Curhat
60 Hadiah Tanpa Pengirim
61 Bertemu
62 Perasaan Hampa
63 Memberanikan Diri
64 Teringat Kembali
65 Takut dan Khawatir
66 Makan Bersama
67 Penasaran
68 Bertemu
69 Pertemuan
70 Khawatir
71 Ketauan Juga
72 Sampai Juga
73 Merasa Bodoh
74 Mimpi
75 Kepikiran
76 Mengejutkan
77 Membahas Ustaz Aris
78 Permohonan
79 Minta Pendapat
80 Terkejutnya Ibu
81 Berdebat Dengan Ibu
82 Kedatangan Tiba-tiba
83 Curhat
84 Rencana
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Prolog
2
Kelulusan Sekolah
3
Masuk pesantrenan
4
Awal Pertemuan
5
Perasaan membingungkan
6
Perasaan yang mulai muncul
7
Menunggu kepulangan
8
Berkunjung ke rumah
9
Membantu Ibu
10
Gugup
11
Perasaan Bahagia Tapi Khawatir
12
Jemput
13
Khawatir
14
Mulai curiga
15
Kepedulian
16
Rasa Takut
17
Cemburu
18
Gosip Beredar
19
Sedikit Lega
20
Merasa Tidak Enak
21
Lelah
22
Bingung, marah dan kesal.
23
Untuk pertama kalinya
24
Kaget
25
Teguran yang menyakitkan
26
Ingin segera menikah
27
Libur tiba
28
Suasana di pedesaan
29
Kesal dengan sahabat
30
Kepulangan saudara Ustaz Aris
31
Bersih-bersih
32
Gelisah
33
Di hina
34
Putus asa
35
Kesembuhan
36
Teringat
37
Keinginan Ibu
38
Niat Bekerja
39
Lamaran Pekerjaan
40
Pertemuan Mengejutkan
41
Kedatangan dan Perdebatan
42
Kedatangan Ibu dan Perdebatan
43
Mencoba membujuk Ibu
44
Kebingungan
45
Diizinkan
46
Kenyamanan
47
Mengambil Keputusan
48
Rasanya Berat
49
Pertemuan Lagi
50
Gelagapan
51
Mengejutkan
52
Melepas rindu dengan sahabat
53
Menginap
54
Ustaz Aris lagi.
55
Berkunjungnya sahabat
56
Kesal dan Dilema
57
Gelisah
58
Mencoba jujur
59
Curhat
60
Hadiah Tanpa Pengirim
61
Bertemu
62
Perasaan Hampa
63
Memberanikan Diri
64
Teringat Kembali
65
Takut dan Khawatir
66
Makan Bersama
67
Penasaran
68
Bertemu
69
Pertemuan
70
Khawatir
71
Ketauan Juga
72
Sampai Juga
73
Merasa Bodoh
74
Mimpi
75
Kepikiran
76
Mengejutkan
77
Membahas Ustaz Aris
78
Permohonan
79
Minta Pendapat
80
Terkejutnya Ibu
81
Berdebat Dengan Ibu
82
Kedatangan Tiba-tiba
83
Curhat
84
Rencana

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!