Angin berembus cukup kencang. Hingga aku harus mengambil jaket menutupi tubuhku. Di saat cuaca seperti ini, Ustazah memerintahkan para santriwati untuk berkumpul. Dan mau tidak mau kita harus tetap mengikuti perintah.
Di mana seluruh santriwati di suruh kumpul dan berbaris. Aku pun fokus mendengar pengumuman dari Ustazah Anisa. Di sisi lain juga harus mendengar perkataan teman-teman tentang diriku yang tidak-tidak.
Dan aku cukup kaget mendengar kata-kata mereka.
“Mungkin saja, niatnya nggak sekolah. Makanya jadi kecentilan gitu sama Ustaz Aris,” kata salah satu santriwati yang bicara didekatku.
Aku tidak tau siapa yang mereka maksud. Apakah yang mereka maksud aku atau Ustazah Nisa?
Intinya terganggu mendengar perkataan mereka yang seperti itu. Tapi mereka menyebut sekolah. Apakah aku? Aku tidak boleh seuzon! Mungkin orang lain yang mereka maksud.
Yang tadinya mendengar pengumuman. Kini harus mendengar perkataan yang menyakitkan untukku dengar. Aku berusaha untuk tidak tersinggung, dan berpikir mungkin bukan aku yang di maksud.
“Ya iyalah, niatnya itu cari jodoh. Sok cantik banget, kayak orang berharap banget mau menikah sama anak Pak Kyai. Padahal 'kan, Ustaz Aris katanya mau di jodohkan sama Ustazah Nisa.” Sesekali santriwati tersebut cekikan di dekatku. Perkataan mereka membuat hatiku terasa tergores.
Setelah pengumuman selesai di sampaikan. Para santriwati pun balik ke kamar. Aku pun juga cepat\-cepat balik ke kamar. Mendengar perkataan teman yang seperti itu membuat hatiku terasa teriris.
Apa maksud mereka. Apakah yang di maksud adalah aku. Apakah seluruh penghuni di pondok ini sudah mengetahui hubungan antara aku dan Ustaz Aris? Ya tuhan ... aku takut.
Sesampai di kamar, terlihat semua mata tertuju kepadaku. Dengan melihatku yang begitu aneh. Aku semakin terasa tidak nyaman dan tidak enak.
Aku berusaha menundukkan kepala menuju lemari, dan aku kini membuka lemari. Salsa pun datang menarik tanganku dari belakang, untuk mengajak keluar. Untuk kesekian kalinya ia datang di saat yang tepat.
“Kenapa antum tarik tangan ana?” tanyaku kepada Salsa.
“Aku mau kasih tau antum sesuatu, kita ngomong di luar saja.” Salsa pun mengajakku untuk duduk di musalla. Karena di musalla tidak ada siapa-siapa yang akan mengganggu.
“Antum sudah tau tentang gosip-gosip beredar di pondok ini,” kata Salsa duduk lebih dekat di sampingku.
“Gosip, apa?” tanyaku dengan wajah penasaran.
“Santriwati sudah banyak yang tau tentang hubungan Antum dan Ustaz Aris. Dan bukan hubungan yang terjadi secara kenyataannya yang di gosipkan.” Salsa melihat ke arah jendela, takut jika ada orang yang mendengar pembicaraanya denganku.
Jantungku terasa ingin copot mendengar Salsa. Semua teman-teman tau. Apa yang akan terjadi kepadku?
“Secara kenyataannya, maksud antum apa?”
“Yaa, maksud ana itu antum di bilang perempuan nggak bener. Di bilang wanita munafik! malahan antum di bilang bermimpi kalau sama Ustaz Aris.”
Salsa yang menceritakan semuanya kepadaku bagaikan tersambar petir.
Kakiku rasanya tidak menginjak tanah. Apa yang kudengar ini.
“Berarti, apa yang ana dengar tadi itu beneran?” tanyaku lagi, menoleh melihat Salsa.
“Beneran maksudnya?” tanya Salsa lagi bingung.
“Tadi, ana dengar, Nadia sama temannya nyindir-nyindir gitu. Mereka nggak sebut nama wanita yang di bilang kecantikan. Pokoknya dia bilang nggak sekolah, tetapi cari jodoh. Dan mereka juga bilang nggak akan mungkin wanita itu berjodoh dengan Ustaz Aris. Jadi, itu semua maksudnya, ana?” Aku menatap mata Salsa bertanya penuh makna. Bening-bening air pun tidak bisa kubendung lagi.
Netraku tidak bisa menahan lagi. Aku berusaha untuk tidak membasahi pipiku. Akan tetapi bening air pun mengalir deras membasahi pipiku.
“Iya, semua itu beneran. Yang di maksud adalah, antum!!” dengan tegas Salsa memberi tahuku.
Aku berusaha sabar mendengar Salsa memberi tahuku tentang gosip yang beredar. Rasa sakit yang tidak bisa kututurkan lewat kata-kata tentang semua kejelekan yang di tuduhkan kepadaku sungguh sakit.
"Kenapa? Kenapa ya Allah, Aku harus di pertemukan dengan Ustaz Aris. Apa yang terjadi kepadaku. Seharusnya aku fokus dengan sekolah. Kenapa aku harus mempunyai rasa dengan anak pimpinan pesantren tempat aku sekolah. Apa yang telah aku lakukan, jika Ibu tahu. Apakah beliau akan kecewa kepada ku?" Aku menggerumu di dekat Salsa. Aku bahkan menangis di dekat sahabatku itu.
"Manda. Kamu harus denger aku. Kamu tenang. Jangan berfikir yang tidak-tidak. Jangan mikirin sesuatu hal yang belum terjadi."
"Aku nggak mungkin bisa tenang, Sa. Apa yang teman lainnya bilang sudah kelewatan. Aku takut jika ibu tau nantinya. Padahal 'kan niatku dan Ustaz Aris baik. Kami akan cerita nantinya, jika waktunya sudah tepat. Dan ia juga janji akan menikahiku katannya," aku menatap Salsa masih dalam keadaan menangis.
"Iya, Da. Ana tau. Ana tau semua itu. Sekarang antum serahin semuanya ke allah. Allah pasti punya renana indah untuk antum. Jalanin aja semuanya dengan seiring waktu."
Aku memeluk Salsa erat. Tangan ku mengepal erat. Pikiranku sudah tidak karuan. Entah apalagi gosip yang akan beredar nantinya tentangku.
******
Beberapa hari kemudian, ketika proses belajar sudah selesai. Kutuliskan semua pertanyaan yang mengelilingi pikiranku.
[Assalamu’alaikum warahmatullohhi wabarokatuh. Sebelumnya ana minta maaf, Ustaz. Ana lebih dulu mengirim surat kepada antum. Jujur, ana sudah terlalu lelah dengan segala omongan tentang kita. Harus sampai kapan Ustaz. Dulu niat ana sekolah di sini untuk menggali ilmu. Namun, entah kenapa Allah mempertemukan kita. Hingga benih-benih cinta tumbuh di antara kita. Ana cuman mau bilang, tolong mulai sekarang jangan ganggu ana lagi. Ana ingin fokus dengan sekolah, Ustaz. Afwan, lebih baik antum melanjutkan hubungan antum dengan Ustazah Anisa. Karena sudah banyak yang ana dengar kalau antum akan di jodohkan. Tolong jauhin ana, Ustaz. Mungkin dengan cara ini akan memperbaiki keadaan. Assalamu’alaikum, Ustaz.]
Hanya ini isi surat yang kutuliskan untuk Ustaz Aris.
Aku membisikkan Salsa untuk memberikan Ustaz Aris surat tersebut. Surat yang berisikan tentang segala pertanyaan yang selalu hadir dalam pikiranku.
“Ini di kasih ke Ustaz Aris?” tanyaku kepada Manda yang berdiri di depan kelas, di mana hanya kami berdua.
“Iya, masak orang lain,” jawabku menarik nafas.
“Ya sudah. Nanti ana cari di sana Ustaz Arisnya.”
“Cari di mana?” tanyaku dengan heran.
“Ituh, di semak-semak!” jawab Salsa dengan wajah kusutnya melihatku.
Aku pun tertawa terkekeh melihat Salsa yang berbicara seperti itu. Sementara Salsa juga ikut cekikan melihatku yang tertawa.
“Antum kira Ustaz Aris ular apa, trus harus di cari di semak-semak.” Aku masih terkekeh di hadapan Salsa.
“Ya langsingan, antum malah nanya-nanya segala. Padahal, 'kan, antum tau biasanya ana harus nunggu dia di kantin dulu. Baru bisa ketemu, sudah tau malah nanya.” Salsa merangkul tanganku untuk mengajak salat zuhur bersama di musalla.
“Antum lucu juga,” ucapku ketika akan menuju musalla.
“Ana seneng lihat antum ketawa, Da. Antum jangan terlalu melamun, jangan mikir yang nggak-nggak tentang segala gosip yang beredar.”
“Sudah! jangan bahas itu lagi, kita ambil air wudhu saja dulu. Ayookk,” Aku menghindar untuk tidak membahas masalah hubunganku dengan Ustaz Aris. Aku tidak ingin memikirkan hal yang tidak-tidak. Sekolah sudah sangat terganggu gara-gara hal seperti ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments