Mall kini sudah di penuhi oleh para aparat negara baik tentara maupun polisi telah berada di sana mengamankan para pengunjung mall untuk segera keluar dari dalam pusat perbelanjaan itu dan kini mall tersebut telah kosong dan steril.
Para tentara elit dengan pakaian serba hitam mengunakan alat pelindung diri, penutup wajah serta sudah bersenjata lengkap itu mulai berjalan memasuki mall tepatnya di area besman. Di bagian depan body vest yang di kenakan tentara elit itu tertulis kopassus yang berarti mereka berasal dari korps elit kopassus.
"Masih ingat misi pelopor?" Tanya pemimpin dari pasukan kopassus tersebut. Di dadanya sebelah kanannya bertuliskan Nick name nya sebagai Iron man orang yang tidak lain tidak bukan adalah orang yang Moza hubungi tadi, bahkan sampai saat ini panggilan mereka masih tersambung, hanya saja ponsel itu sudah tak di genggam Moza, entah sudah jatuh kemana ponsel itu.
"Siap, ingat kapten!" Seru para anggotanya.
"Bagus, kali ini misi kita tak jauh berbeda dari misi itu dan kali ini kita akan di bagi menjadi tiga regu, satu regu berada di luar mengepung area mall, regu dua masuk kedalam area mall awasi area di dalam sana, sementara regu tiga yang akan memasuki besman." Seluruh prajurit mengangguk mendengarkan arahan kapten tersebut.
"Masing masing anggota ambil tempat dan posisi masing masing. Misi kali ini harus selesai dalam waktu kurang lebih satu jam dan kita hanya kan fokus akan pembebasan sandera sementara untuk para penjahat jika bisa bawa keluar hidup hidup jika tidak habisi, paham?!"
"Paham, kapten!" Seru pasukan.
Suara jeritan dari earphone yang berada di telinga kirinya membuat kapten pasukan itu tak tenang "Halo, nona Moza? Nona Moza? Apa anda dengar saya? Nona Moza?" Tak ada sahutan.
"Kita gak punya waktu, ayo, cepat cepat cepat!!"
Sesuai yang di perintahkan kapten mereka, pasukan yang sudah di bagi menjadi tiga bagian kini menjalankan tugas dan tempatnya masing-masing kapten ironman memimpin pasukan yang memasuki area besman.
Kembali jeritan terdengar, kali ini cukup jelas karena posisi mereka sudah memasuki area besman memasang sikap waspada, selain jeritan mereka samar samar mendengar suara tinggi seorang pria seperti tengah membentak.
"Halo nona Moza, apa yang terjadi, apa anda baik baik saja?"
Lagi tak ada sahutan. Panik tentu dia panik, cuma kapten ironman harus tetap profesional dan mulai memberi perintah melalui isyarat tangan untuk mereka mulai mengambil posisi masing masing.
Bles!
Bles!
Kapten ironman dangan dua anggotanya menarik pelatuk pistol jenis G2 yang sudah di lengkapi dengan peredam suara ketika terpergok oleh komplotan penyandra dan langsung melumpuhkan mereka. "Amankan." Bisiknya melalu earpiece yang terpasang di telinga sebalah kanannya memberi perintah pada anggotanya yang lain.
Dua tentara maju, menyeret tiga anggota komplotan itu untuk di amankan.
"Lapor, dua di sayap selatan dengan senjata AK47. empat di sayap timur dengan senjata yang sama AK47. Tiga di dekat mobil Van putih jenis senjata M16, Empat di sayap Utara dekat apar dengan jenis senjata tidak terdeteksi, dan di sayap barat dengan jenis senjata M16 terdiri dari empat orang dengan salah satu yang merupakan terduga korban penyandraan berjenis kelamin wanita, tiga di antara dua korban saat ini tengah terluka parah." ujar pria bernick name Howkeye ia tengah berada di salah satu mobil menatap monitor sebesar layar ponsel dan ia Tengah mengendalikan stick remot control sebuah drone kecil seukuran tiga jari tanpa suara bertugas untuk melihat situasi sekitar.
"Di mengerti. Ambil posisi, tahan tembakan." Kapten iron man berjalan mendekati sayap selatan lebih dulu, di ikuti oleh beberapa anggotanya yang lain. Dengan gerakan isyarat tangan kapten iron man memerintahkan dua anak buahnya untuk memantau situasi, sementara ia berjalan mendekat ke arah penjahat yang tengah berjaga dan tak menyadari kehadirannya. Dengan gerakan mengendap-endap, gesit dan tak bersuara Abri membekap salah satu mulut komplotan dan melesatkan tembakan secepat kilat pada salah satunya yang bahkan belum sempat bersuara. Secepat itu gerakannya.
Begitu dua penjahat itu tumbang dengan hati hati dua tentara yang mengikuti kapten iron man menyeret penjahat itu estavet pada anggota lain membawa mereka bergabung pada dua–tiga temannya yang telah di lumpuhkan sebelumnya.
Kembali mereka berjalan kali ini mereka mengganti pistol mereka dengan senjata MP-2, mengacungkannya kedepan bersikap siaga. Kapten iron man mengepalkan tangan ke udara memberi arahan untuk berhenti begitu ia mendengar tangisan, jeritan Moza yang begitu jelas dan pilu membuat hati kapten iron man bergetar tak tega, belum lagi ia mendengar suara kekerasan yang di lakukan para bajingan itu pada seorang perempuan, kapten iron man menjadi kian geram dan mempercepat laju langkahnya namun tetap dalam posisi waspada.
Sementara Moza kepalanya kini di todong oleh pistol oleh seorang pria asing yang memiliki tato penuh di tangan kirinya sampai ke leher.
Tubuh Moza seketika langsung membeku, ia menelan Saliva dengan kasar, bibirnya ia gigit untuk menetralisir rasa takut yang teramat sangat, ia juga memejamkan kedua matanya begitu erat takut melihat apa yang terjadi di depan matanya, sesekali ia juga terisak kecil membuat si pria asing bertato itu tak senang.
"Shut up baby." Ia berjongkok menempelkan jari telunjuknya pada bibir Moza tidak lupa ia menatap gadis itu dengan begitu dingin dengan seringaian menyeramkan.
Batin Moza menjerit memanggil Hamzah saat jari pria itu menyentuh bibirnya berharap Hamzah mendengarkan jeritannya dan melihat apa yang di lakukan pria asing ini padanya. Ia masih tak berani membuka mata.
"Pantas saja kau susah sekali di dekati dan di kawal terus, it turns out Abraham's daughter is this beautiful," Kali ini pria asing itu menepuk nepuk pipi Moza lumayan kuat untuk seorang gadis, Moza sampai meringis, air matanya tak berhenti mengalir. Lalu Pria itu menatap ketiga rekannya dengan tertawa mengejek ke arah Moza yang masih tak berani membuka mata.
"Ck, ck, ck, beautiful, you shouldn't cry. Saya kan belum apa apain kamu, jadi jangan nangis dulu," Pria itu menghapus air mata Moza dengan kasar lalu menjambak kasar rambut panjang Moza membuat gadis itu memekik kesakitan.
"It would be a great loss if she was killed straight away?" Ia menatap satu persatu wajah rekannya.
*Cantik begini kayaknya kalau langsung di bunuh rugi banget ya?
"How about I use you first tonight? Aku ingin tau wajah sialan si Abraham itu seperti apa tau putrinya ku gagai lebih dulu. Apa dia masih tetap pada pendiriannya yang lebih mencintai dan lebih memilih mengorbankan nyawa demi negaranya ini ketimbang putrinya? How beautiful? Apa kita perlu menguji seberapa besar kasih sayang ayahmu itu?" Ia membelai pipi Moza dengan pistol di tangan kanannya.
Kali ini Moza membuka kedua matanya, ia menatap bengis pria di hadapannya dengan tatapan tak suka "Don't touch me! Saya lebih baik mati ketimbang harus bermalam bersama anda!" Entah keberanian dari mana yang Moza dapatkan ia berani menantang pria asing itu.
"Wow, wow, wow! Look at his, she's so brave now, what did she just say? Menurutku itu bukan sambutan yang baik. Can anyone tell me?" Ia melepas kasar cengkraman tangannya pada rambut Moza. Karena ia pria asing ia tak terlalu mengerti bahasa Indonesia.
Salah satu rekannya mendekat membisikkan sesuatu ketelinga pria asing itu yang sudah pasti ia mengatakan apa yang Moza katakan barusan.
Setelahnya pria itu terkekeh sejenak lalu menatap Moza diiringi kekehan yang mulai mereda, tatapannya menjadi lebih tajam dan lebih dingin dari sebelumnya. Ia mencengkram rahang Moza dengan kuat "You said you'd rather die? Do you want to die? Hm?" Tanyanya dingin dengan seringai bak iblis.
"Abraham's blood really flows in your body." Kembali ia tertawa remeh.
*Darah Abraham benar benar mengalir deras di tubuhmu.
Pria itu mendekatkan wajahnya bermaksud ingin mencium Moza namun dengan segera gadis itu meludahi wajah pria asing itu, apa dia pikir dirinya akan diam saja saat akan di lecehkan. "Keep your dirty lips away from me!"
*Jauhkan bibir kotormu itu dariku!
Pria asing itu menyeka liur Moza yang mengenai wajahnya ia menatap Moza dengan kilatan amarah yang cukup membara di sana.
Plak!
"How dare a bitch like you spit in my face!" Ia menampar pipi Moza dengan cukup kuat membuat sebelah sudut bibir gadis itu pecah.
*Beraninya jalang sepertimu meludahi wajahku!
Plak!
Sekali lagi ia menampar pipi Moza, rasa sakit, perith dan panas menjalar di kedua pipinya, bahkan darah segar pun keluar dari kedua sudut bibirnya "Feel it bitch! Listen to me, tujuanku dari awal itu memang dirimu untuk membuat ayahmu datang padaku dan menyerahkan chip milikku yang di rebutnya. Aku ingin menjadikanmu sebagai alat barter. Do you understand?!"
Seumur hidupnya ini kali pertama Moza mendapatkan tamparan dari seseorang. Kedua orangtuanya jangankan menampar, mencubit dirinya pun tak pernah.
"Such a loser! Kalau anda memang ada urusan dengan ayah saya, seharusnya anda datang padanya, not me, you loser!" Umpat Moza dangan mata bergetar.
Tawa pria itu malah mengudara, padahal satu katapun tak ada yang lucu keluar dari bibir Moza. "I'm looking for a shortcut, baby. Kalau ada yang lebih gampang dan dia akan menemui ku dengan suka rela, kenapa harus aku yang susah susah menemuinya? Your father will come to me himself first . I don't want to look for death, ajudan ayahmu Tidaka sedikit," Ia menyeringai.
Kali ini Moza yang berdecih "apa anda pikir dengan menargetkan saya seperti ini anda tidak cari mati, bahkan saya rasa ini akan lebih dari kematian untuk anda hadapi!"
Tawa pria itu kembali mengudara. "You are too confident, dear."
"And you are too stupid!"
"Your sweet mouth is getting sharper, huh? Sepertinya aku terlalu lembut padamu."
Plak!
Kembali Moza mendapatkan tamparan dari pria itu.
Dan itu tak luput dari pandangan kapten Iron man, semakin geram lah dirinya melihat seorang pria berani menyakiti dan berbuat sedemikian seenaknya pada seorang wanita. "Saya akan keluar,"
"Kapten!" Seru para anggota kopassus itu, baik memalui earpiece maupun yang saat ini tengah bersamanya. Mereka kaget akan keputusan kapten mereka. Bukan bagiamana para penjahat itu masih banyak loh, yang mereka lumpuhkan juga masih beberapa.
"Kita gak punya waktu, gadis itu akan ikut mati jika kita terlambat. Yang lain bersiap di posisi kalian! Sementara Gatot kaca dan Thor berikan tembakan perlindungan pada saya. Saya akan meyerang mereka."
"Kapten a-"
"Lakukan perintahku Gatot kaca!"
"Anjir!"
Kapten ironman, yang tidak lain tidak bukan adalah Abri sudah mengambil langkah keluar dari persembunyian, ia dengar dengan jelas jika gadis itu kini tengah menangis setelah kembali di tampar tapi walaupun begitu ia kembali memberontak.
"Apapun urusanmu dengan papi saya, maka dengannya saja. I don't know anything, don't drag me into your problems! Please, let me go!"
Pria asing itu mengangguk anggukkan kepalanya "You are right. Kau memang gak tau apapun, tapi kamu memiliki satu kesalahan. Do you know what your mistake was?”
Pria itu menatap mata Moza yang kini menatapnya dengan penuh binar kebencian "You were born of the family of Abraham." Ujarnya penuh penekanan lalu Ia menyeringai bak psikopat.
"Asal anda tau, sekalipun anda bilang keburukan keluarga saya, saya gak menyesal lahir dari keluarga Abraham, apa lagi terlahir sebagai anak dari panglima jenderal negara ini. Saya gak menyesalinya sialan!"
"Your mouth is starting to get brave, huh, baby! I like it more and more." Lagi lagi pria itu sudah akan mencium bibir Moza namun dengan cepat Moza menendang perut pria itu dan membuatnya meringis kesakitan.
"You've crossed the line Miss Abraham. This time I'm really going to kill you!"
Dor!
Dor!
"PAPIH!"
"AKH!"
Secara bersamaan baik Moza maupun pria asing itu sama sama menjerit.
Abri melepaskan timah panasnya ke arah pria asing itu dan tepat sasaran mengenai tangannya.
"Bos, tim penyelamat sudah tiba, We have to leave immediately!"
"Damn it! Bahkan barangku belum ku dapatkan! Remember Miss Abraham, our business is not finished yet!" Pria itu langsung pergi melarikan diri di kawal dengan beberapa anggotanya.
Kembali baku tembak terjadi antara tim Kopasus dengan komplotan penjahat itu di sana.
Abri melihat dari kejauhan keadaan gadis itu yang kini tengah duduk di atas lantai besman menunduk ketakutan dan menutup kedua telinganya, "Avengers, konfirmasi?" ujar Abri malalui earpiece, tangannya masih belum bisa berhenti membalas tembakan demi tembakan yang mengarah padanya.
"Hulk, terkonfirmasi." Denis bersuara lebih dulu, pria itu sudah mengambil tempat di balik sebuah mobil mengarahkan moncong senjatanya dan membidik salah satu dari beberapa penjahat itu.
"Thanos, terkonfirmasi." Kini giliran Marvin yang memiliki Nick name Thanos.
"Gatot kaca, terkonfirmasi." Ibam juga sudah bersiap di tempat.
"Thor, terkonfirmasi." Dico ikut membidik.
"Howkeye, terkonfirmasi." Dan Gilang juga ikut andil, ia menepikan alat alat pengintaiannya dan fokus pada senjatanya yang kini sudah tepat membidik salah satunya hanya tinggal menunggu arahan saya maka timah panasnya akan melesat tepat sasaran.
"Siap untuk bertindak. One... Two... Three. Fire!" perintah Abri. Dan,
Bles!
Bles!
Bles!
Masing-masing melepaskan tembakan mereka pada target yang sudah mereka bidik. Tembakan mereka tak ada yang meleset satupun, semua tepat sasaran. Sementara Abri langsung berlari secepat kilat dengan peluru peluru yang saling melesat di sekitar dirinya, tapi ia tak peduli, ia terus berlari dan menyelamatkan gadis itu. Begitu tiba di dekat gadis itu Abri tanpa babibu langsung membopongnya membuat gadis itu berteriak kencang karena terkejut dan takut. Moza juga memberontak dalam gendongan Abri.
"Bajingan! Put me down!" Moza memukul mukul dada Abri dengan kencang dengan mata tertutup, ia memberontak di sana.
Abri menurunkan Moza di tempat yang aman di sebuah mobil yang keadaannya masih cukup baik Abri menghimpit tubuh gadis itu disana dengan sebelah tangan Moza yang ia cengkram "Hey, nona, tenanglah, tenang! Saya tim penyelamat."
Seketika Moza langsung diam membeku, ia membuka matanya dan mendongak menatap pria di hadapannya yang mengenakan pakaian serba hitam lengkap dengan penutup wajah dan alat pelindungnya. Ia membaca tulisan di dada tepatnya di rompi anti peluru pria itu yang bertuliskan kopassus. Seketika Moza langsung menangis kencang.
Sementara Abri sendiri juga sama, ia juga membeku di tempat ketika melihat dengan jelas wajah Moza. Walaupun wajah cantik gadis itu kini berantakan, kotor, basah dan beberapa helai rambutnya menempel di sana, tapi Abri masih kenal dan ingat jelas wajah Moza "gadis ini?! Kenapa dia? Apa hubungannya dengan Aji?" Batinnya kaget dan bertanya tanya.
Sementara Moza ia tak mengenali Abri karena pria itu mengenakan masker buff.
Abri baru sadar dari keterpakuan nya saat Moza menyadarkan kepalanya tepat di dada Abri sambil berkata lirih "kenapa baru datang sekarang? Kenapa baru datang sekarang om! Saya takut, hiks, hiks." Moza menangis tersedu sedu di sana.
Kembali Abri terdiam, lalu perlahan melepaskan cengkramannya di tangan Moza dan beralih memeluk gadis itu mengelus punggungnya dengan lembut memberi ketenangan "maafkan saya nona, maafkan saya. Anda sudah selamat sekarang dan saya orang yang anda hubungi tadi. Sekarang kamu gak perlu khawatir lagi, anda sudah aman. Saya sudah datang dan siap melindungi anda," Kalimat penenang juga Abri berikan.
"Apa papi tau saya dalam bahaya?"
Abri menggeleng "kami belum menghubungi orangtuamu."
Kembali Moza mendongak, menatap Abri begitu dalam dengan air mata yang masih deras mengalir di pipinya sangat kacau sekali keadaannya membuat Abri tak tega. Abri langsung berlaih menghubungi anggota melalui earpiece sambil mengintip dengan hati hati dari balik mobil keadaan sekitar karena saat ini mereka masih bersembunyi dari para penjahat itu. "Sandra sudah ada bersama saya, dan lindungi kami." Perintah Abri. Ia kembali berlaih pada Moza dan memegang pundak gadis itu. "Dengarkan saya, Tolong berhenti menangis. Saya akan bawa anda keluar dari tempat ini. Jadi saya mohon kerja samanya dan berhenti menimbulkan suara."
Tapi bukannya reda, tangis Moza malah makin kencang "jadi kemungkinan kita mati masih besar?"
Astaga!
Abri memejamkan matanya sejenak sambil menelan Saliva, kemungkinan mati si sudah pasti, mereka juga masih berada di sana yang mana masih menjadi target utama para penjahat itu. "Anda sudah bersama saya, anda tidak akan mati karena saya akan menjaga dan melindungi anda lebih dari perlindungan yang saya berikan pada diri saya sendiri. Saya janji, dan kalau seorang prajurit sedang berjanji, kamu harus percaya karena mereka tak akan pernah mengingkarinya."
Dor!
"PAPIIIHH!!"
Kembali Moza menjerit dan spontan Abri menarik gadis itu untuk berlari dari tempat itu dan langkah keduanya terhenti kala salah satu penjahat berdiri di depan keduanya dan terlihat sudah bersiap akan melepaskan tembakannya.
"Tutup matamu dan saya mau anda melupakan kejadian ini," Abri menarik kepala Moza dalam dekapannya menyembunyikan wajah gadis itu disana agar tak melihat apa yang akan ia lakukan kepada bajingan itu. Sorot matanya menyiratkan kemarahan yang begitu membuncah disana.
Dor!
Dor!
Sebelum pria itu berhasil menarik pelatuknya Abri, sudah lebih dulu melepaskan timah panasnya pada pria itu. Dan pria itu tumbang, tapi tak berhenti sampai di situ, beberapa penjahat lainnya yang memang mengincar Moza kembali memuncul, membuat Abri memutar tubuhnya tiga ratus enam puluh derajat menembaki mereka yang muncul dari berbagi arah.
Saat tembakan sedang nyaring nyaringnya terdengar Moza yang ketakutan refleks memeluk leher Abri dan berbisik di sana "tolong, tolong keponakan dan ajudan ku, bawa mereka keluar lebih dulu. Mereka membutuhkan pertolongan."
Astaga Abri juga tak mengingat dua sandera lain "Howkeye! Tolong selamatkan sandera lain!" Teriak Abri. Ia melirik ke sembarang arah mencari tempat aman.
"Mereka sudah aman bersama Gatot kaca dan Thor!"
"Bagus, pintu keluarnya bagiamana?"
"Sudah di amankan, hanya saja, jalan menuju kesana masih terdapat anak buah penjahat itu."
"Astaga jadi bagaimana ini? Tempat kami saat ini sudah tidak aman! Mobil di sebelahku tertempel sebuah bom! Area ini akan hancur!"
"Kalau begitu lari lah Kapten! Saya akan melindunginya kalian!"
Teriak Denis dari earpiece dan Abri menurut, dengan satu tangan ia manarik dan membopong Moza seperti koala, sementara sebelah lagi fokus menembaki penjahat yang berusaha mengejar mereka.
"Kapten bagaimana dengan keponakan dengan ajudan saya!" Teriak Moza dalam gendongan Abri membuat Abri mendesis karena gadis itu berteriak tepat di telinganya. "Mereka sudah aman bersama anggota saya. Jadi kamu cukup tenang karena target mereka itu kamu. Kamu yang harus saya selamatkan lebih dulu. Jadi diam dan tenang."
Dalam pelarian mereka seorang penjahat melemparkan granat kearah mereka membuat Abri mengumpat "BANGSAT!" ia menendang granat itu tak tentu arah lalu menjatuhkan tubuhnya juga Moza di lantai besman di samping sebuah mobil, menutup kedua telinga Moza.
BOOM!
BOOM!
Ledakan double pun terjadi, bahkan tangan Abri yang menutup kedua telinga Moza tak mampu meredamnya. Gadis itu lagi lagi menjerit memanggil papinya tepat di depan wajah Abri karena posisi gadis itu saat ini berada di atas Abri. "Hiks, hiks hiks, papi... Papi, tolong Oza!" Ia mencengkram kedua lengan Abri dengan kuat menyalurkan rasa takutnya disana, Moza juga kembali menangis dan air matanya jatuh merembes di masker buff yang Abri kenakan "hey tenang lah Moza, tenanglah."
Moza menggeleng "aku takut, papi aku takut! Oza takut papi! Tolong Oza!!" Moza memejamkan matanya erat erat.
"Moza, tenanglah Moza, tenang!"
Moza menggeleng-gelengkan kepalanya "aku takut om, takut! Aku butuh papi aku cuma butuh papi! Papihh!! Hiks, hiks, hiks. Papi....!!!"
"Hei, Moza. Nona Moza dengar, buka matamu dan lihat saya. Tolong tenanglah." Abri menangkup kedua pipi Moza dari bawah dan Moza perlahan membuka matanya, menatap mata Abri yang saat itu berada di bawahnya "oke, tenang. Lihat saya. Tenang... Tarik nafas dan buang dengan perlahan." Moza mengikuti apa yang di katakan Abri. "Oke, tenang... Tenang... Saya bersamamu."
"Jangan tinggalin saya seperti Aji." Matanya bergetar ketakutan.
Abri Mengangguk "ya, saya gak akan meninggalkan kamu."
"Jangan kemana mana."
"Ya, saya akan tetap di sini."
Moza melepaskan cengkraman tangannya di lengan Abri dan ia baru tau kalau pria itu tenyata juga terkena luka tembak tepat di salah satu lengannya "kapten, lenganmu... Kamu terluka."
Abri menggeleng "luka ini bukan apa apa bagi seorang prajurit seperti saya. Saat ini nyawamu lebih penting dari nyawa saya. Dan saya akan menjaga anda dengan mempertaruhkan nyawa ini. Luka kecil ini gak akan membuat saya berhenti melindungi anda."
Tangis Moza banjir kembali saat itu, ia menyandarkan kepalanya di dada Abri membuat Abri menghela nafas, ia benar benar harus ekstra sabar untuk menenangkan gadis itu.
Tangan Abri terulur kebalik punggung Moza memeluk gadis itu disana "tenanglah, saya janji gak akan tinggalkan kamu dan akan melindungi kamu. Dan ketika seorang prajurit sudah berjanji mereka tidak akan mengingkari ataupun mengkhianatinya."
"Kalau memang begitu, bawa saya keluar dari sini, bawa saya pulang. Saya cuma mau pulang, saya mau ketemu keluarga saya, saya mau ketemu papi. Saya takut disini, hiks. Bawa saya keluar dan pergi dari sini. Saya mohon."
Tak kuasa melihat gadis itu menangis Abri yang terbawa suasana pun mengeratkan pelukannya. "Sekarang bisakan berhenti menangisnya, kita sedang bersembunyi, para penjahat itu juga masih menargetkan mu disana. Jadi saya mohon, jangan bersuara, bertahanlah sebentar lagi." Abri melirik sekitar dari kolong mobil dan memperlihatkan beberapa kaki kaki penjahat itu yang masih mengintai dan mencari mereka disana. "Jika harus ada yang mati salama misi ini, itu bukan kamu, tapi saya. Saya lah orang yang harus mati disini."
Moza diam tak bersuara, gadis itu menggigit bibir bawahnya meredam suara tangisnya agar tak di dengar para penjahat itu.
Lalu Abri dengan gampangnya kembali bangkit dan menggendong Moza lalu berbisik "saya mohon kerja samanya."
Belum sempat Moza menjawab Abri kembali menyerang kali ini ia seperti orang kesurupan, berputar kesana kemari melepaskan timah panasnya ke berbagi arah, tak ada satupun peluru yang meleset semua tepat sasaran.
"Thanos, bantu saya!" Perintahnya melalui earpiece.
"Siap kapten!"
Dan tak lama Marvin pun datang. Keduanya melakukan penyerangan dan membabat habis para penjahat itu, tak menyisakan mereka seorangpun yang hidup.
Abri berhasil membawa Moza keluar, dan sesampai di luar gadis itu lemas, pelukannya di leher Abri mengendur dan saat itu juga sebelum ia benar benar menutup matanya Moza baru dapat melihat sepasang mata sayu namun tegas dengan alis rapih yang cukup tebal yang dimiliki Abri saat mereka berhasil keluar dari area besman "terimakasih Kapten i–" belum tuntas apa yang akan ia katakan, Moza sudah jatuh pingsan dan tak sadarkan diri, dengan segera Abri menangkap tubuh gadis itu yang masih berada dalam gendongannya memberikan gadis itu pada tim medis yang sudah berjaga jaga disana.
"Saya berhasil menempati janji saya Moza, saya benar benar menyelamatkanmu." Batin Abri membaringkannya pada brankar medis dan sudah bersiap akan di masukkan kedalam ambulans.
"Lapor kapten, ketua mereka berhasil kabur menggunakan helikopter!"
"BANGSAT!" umpat Abri tak tertahankan. Susah payah dia berjuang biadab satu itu malah bisa kabur?!
"Putriku...!!!"
Pekikan seorang pria paruh baya membuat Abri kaget. Dan mata Abri membulat sempurna kala ia melihat Hamzah berlari tergopoh-gopoh ke arah Moza dan menangisi gadis itu sambil berulang kali memanggil Moza dengan panggilan yang membuat Abri syok.
"Anakku... Sayang ini papi nak, Oza sayang bangun, papi disini nak papi udah disini sayang, maafin papi Oza bangun dek bangun sayang." Hamzah naik keatas mobil ambulans mengguncang tubuh putrinya berharap Moza bangun setelah itu pintu ambulans tertutup dan segera pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Sementara Abri dan juga beberapa anggotanya yang berada di luar mematung di tempat, lebih lebih Denis, Marvin, Ibam, Gilang dan Dico kalau saja mereka saat ini tidak memakai masker buff sudah dapat di pastikan mereka sedang menganga lebar sekarang.
"Beta tra salah lihat to?" Tanya Dico matanya masih enggan lepas dari mobil ambulans yang kini sudah tak terlihat lagi.
Gilang, Marvin, Denis dan Ibam kompak menggeleng.
"Jadi yang di sandra itu anaknya panglima jenderal Hamzah?" Kali ini Denis juga ikut bertanya.
Kompak empat lain selain Abri mengangguk.
"Kan dari tadi itu anak jenderal sama bang Abri kan ya? Mana di gendong gendong lagi. Wah, komandan menang banyak nih kayaknya."
Dan kali ini keempatnya kompak menoleh ke arah Abri begitu mendengar perkataan Ibam. Sementara Abri sendiri malah diam melamun menatap tanah, masih syok sepertinya.
Ia masih syok dan kaget mengetahui fakta baru ini, fakta dimana ternyata anak Hamzah adalah korban dari penyandraan dan ternyatanya lagi merupakan gadis yang akan di jodohkan dengannya.
Astaga takdir macam apa ini?
Tapi tunggu, seperti ada yang terlupakan di sini. Bukankah Moza sudah punya anak dan suami?
...3838 kata jari jariku tak tertolong lagi pegel😅 Awas kalau udah sepanjang ini gak rameh ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Queen Sha
bayangan kembali ke drakor DOTS waktu kapten Yoon menyelamatkan bu dokter yg diculik n badannya dikasih bom
2025-02-24
1
Aqella Lindi
tegang baca ny suka cerita ny
2024-12-24
1
💗 AR Althafunisa 💗
Bolak balik, nunggu notif aku tuh 🙈
2024-09-28
1