Salah meja, salah orang, salah segalanya

Sejenak, Moza melirik lagi ke arah pria di hadapannya. Abri. Pria itu tampak kembali fokus menatap layar ponselnya.

Moza berdehem pelan. Satu, dua kali. Abri sempat menoleh, tapi hanya sekilas. Ia pikir gadis itu memang cuma ingin batuk, bukan sedang mengkode sesuatu. Jadi ia kembali menekuri layar ponsel yang tak berhenti mengirim pesan pada anggotanya yang entah dimana rimbanya dan sedang pada ngapain sampai tidak ada satupun dari mereka yang membalas atau mengangkat panggilan darinya.

“Ini orang-orang jadi-jadian ke mana, sih?” gumamnya, kesal setengah mati. Jari-jarinya mengetik cepat, lalu menghapus, lalu mengetik lagi. “Ngilang semua, kayak ditelan bumi.”

Moza mengatur napasnya, lalu bersuara. “Sebelumnya saya gak mau basa-basi ya, Mas.”

Tak ada reaksi dari Abri. Matanya masih terpaku ke layar. Moza mengerutkan kening. Ini orang cuek banget atau memang pura-pura gak dengar?

“Saya datang ke sini mewakili teman saya, Windy,” lanjut Moza, tetap dengan nada tegas. “Saya ingin menyampaikan bahwa dia menolak perjodohan yang direncanakan orang tua kalian.”

Kalau boleh jujur, dalam hati kecilnya Moza justru merasa Windy kurang waras karena menolak pria seperti Abri. Moza sangat yakin ini laki pasti lolos seleksi dari bapaknya yang super duper protektif itu. Cowok begini ditolak? Edan.

Kalau Moza yang di posisi Windy, sudah pasti dia akan bungkus tuh cowok, langsung bawa pulang, terus dia kekepin sampai tua. Cowok hot, berkharisma, penuh misteri kayak gini ditolak? Big no.

Seketika Abri mengangkat kepala. Ia melirik kanan dan kiri, seolah mencari siapa yang sebenarnya diajak bicara oleh gadis itu. Tapi nihil. Cuma mereka berdua di meja ini. Malah gadis di hadapannya ini menatapnya, yang mana Abri langsung menegakkan tubuhnya mencondongkan tubuh kedepan dan mencoba bertanya "maaf, mbaknya ngomong sama saya?" tanya Abri menunjuk dirinya sendiri dengan nada ragu.

Oh, astaga. Suara baritonnya yang berat dan dalam itu langsung menyusup masuk ke indra pendengaran Moza, memicu tsunami kecil di dadanya. Degup jantungnya langsung berlari maraton. Ini suaranya bisa dijual di Spotify, loh. Serius.

Boleh gak Moza bawa pulang aja sih ni orang? Terus dikandangin di rumah. Kapan lagi bisa deketin manusia limited edition beginian...

Saking melayangnya, Moza malah diam terpaku, menatap wajah Abri dengan penuh kekaguman. Pertanyaan barusan pun diabaikan begitu saja.

Ya Allah yang begini ini loh maksudnya!!

Papi mau ini!!

“Mbak?” Abri melambaikan tangan di depan wajah Moza. Beberapa kali. Sampai akhirnya gadis itu tersadar dari lamunan indahnya.

"Eh! I-iya... tadi nanya apa?" jawabnya gugup.

Abri mengulangi"mbak barusan ngomong sama saya?"

"Menurut mas, Apa di meja ini ada orang lain selain kita berdua?" tanyanya dengan suara di lembut lembutkan dengan senyum merekah manis. Senyum maut Moza—yang biasanya cukup untuk membuat para pria yang dijodohkan dengan Windy langsung berpaling dan mengejar dirinya.

Bukan Moza sok cantik, tapi nyatanya begitu. Dia cuma senyum formalitas pria langsung kejang, apa lagi ini yang di buat semanis mungkin.

Dan memang itulah tujuan Windy menyuruh Moza menggantikan dirinya. Dengan begitu, para pria itu akan membatalkan perjodohan secara sukarela dan beralasan ingin mengejar gadis lain. Padahal, jelas sekali gadis itu adalah Moza.

Abri menggeleng dengan wajah polos.

Ah, gemas sekali. Karung mana karung?

"Nah, berarti saya lagi ngomong sama mas." suaranya yang memang sudah lemah lembut dari setelan pabrik makin ia buat lebih lembut lagi supaya Abri makin kejang kejang.

Seumur-umur tidak pernah Moza seperti ini.

Abri melongo di tempat, tapi bukan karena Abri terjerat godaan betina satu ini. Tapi karena ia kaget melihat tingkah Moza.

Cantik cantik edan! Pikirnya.

"Gadis edan ini jatuh dari planet bagian mana? Barusan dateng, langsung bilang nolak perjodohan. Mewakili temannya pula. Emang saya daftar ajang cari jodoh?" batin Abri bertanya-tanya.

Tidak, bahkan Abri sekalipun tidak pernah mengikuti ajang pencarian jodoh. Apa orangtuanya yang melakukan ini? Tapi itu tidak mungkin, seenggak laku anak-anaknya. Saga dan Nada tidak akan pernah melakukan itu dan mereka juga pernah mengatakan sampai anak-anaknya menyerah dalam mencari jodoh baru keduanya akan turun tangan. Tapi Abri belum menyerah dan masih menikmati hidupnya, kesendiriannya. Dan lagi, gadis ini dari mana datangnya hingga tiba-tiba mengatakan menolak perjodohan mewakili temannya. Sudah Abri pastikan gadis ini pasti salah orang, yakin sekali Abri.

"Tapi maaf ya mbak," akhirnya Abri bersuara, tetap menjaga sopan santunnya. “saya gak lagi ikut acara perjodohan. Gak nunggu-nunggu juga temannya Mbak.”

Gadis itu malah mendengus dan selanjutnya terkekeh "Hih, gak usah sok malu-malu gitu dong, mas. Saya tau mas malu kan karena di tolak teman saya. Maaf mas, dia udah terlanjur cinta mati dengan pacarnya. Lagian kalau mas di tolak teman saya, kan ada saya yang jauh lebih cantik." candanya di akhir.

Oho mulutnya Moza, lagi obral kah?

Dari jauh, Windy melambaikan kedua tangan, menggerakkan bibirnya seperti sedang menyampaikan sesuatu. Tapi Moza tak mengerti. Ia cuek. Fokusnya cuma satu. Si pria keren di depannya.

Sementara Abri mulai menahan tawa. Lucu sekali ini. Gadis di depannya belum sadar bahwa dia... salah orang.

Udah cantik, edan pula. Kombo.

Biarkan saja Abri menikmati komedi live ini lebih dulu dan melihat sampai mana gadis ini baru sadar. Abri bersedekap dada “Cantik, Mbaknya memang cantik...” ucap Abri, kali ini dengan senyum kecil yang nyaris menggoda. Ia bersandar di kursi, santai. “Sayangnya, saya gak minat.”

Deg!

Apa katanya gak minat? Cewek secantik Moza gak memikat pria ini?

Oho Moza, pesonamu ternyata gak mempan di Abri. Temboknya terlalu kokoh Moza.

Gemetar sudut bibirnya menahan ego yang tersenggol. Pria ini... beneran sok jual mahal!

Seumur umur ini ini kali pertama ia mendengar seorang pria tidak tertarik padanya.

Ting!

Saat kembali akan bersuara. Tiba-tiba, notifikasi berbunyi di kedua ponsel mereka. Mereka sama-sama membuka ponselnya.

Astagfirullah, siap salah komandan. Maaf banget saya salah nulis lokasi. Maksud saya cafe yang ada di depan restoran itu komandan, bukan di restoran itu.

Ibam

Abri langsung saja meremas ponselnya menahan kesal yang tertahan, sudah hampir satu jam loh dia duduk di sini. Ternyata salah tempat. Ingatkan Abri untuk menghukum Ibam berjalan jongkok dari barak bujang ke lapangan tembak.

Sementara di ponsel Moza

Windy🐽 send a picture

Dodol kita salah orang😭

Matanya membulat. Foto pria yang dikirim Windy jelas... bukan Abri. Jelas beda! Sangat beda! JAUH.

Ya Tuhan, sudah seperti ini baru Windy mengirim fotonya. Moza salah orang. Rasa percaya dirinya yang sudah sampai atas awan seketika langsung terjun bebas.

Malu...

Haduh gusti, mau sembunyi di bawah meja aja kalau sudah begini. Sungguh malunya jangan di tanya. Malu luar biasa.

Ya Allah... udah sok cantik, udah pede tingkat langit ketujuh... EH MALAH SALAH ORANG!

Melihat perubahan wajah Moza, Abri tersenyum tipis. Rasa kesalnya menguap digantikan rasa geli. Ia berdiri dari kursi, dan tubuhnya yang menjulang tinggi membuat Moza harus mendongak. Mendongak banget.

Abri meninggalkan uang selembar berwarna merah di atas meja untuk membayar kopinya. "Maaf ya mbak, saya duluan. Sekali lagi, bilang ke temannya pastikan dulu orang yang mau di jodohin. Jangan malah buat mbak malu mewakili teman mbak gini." ledek Abri dengan tersenyum kecil, lalu pergi.

Moza terdiam. Diam menunduk. Menahan malu sedalam samudra.

"Mamih Moza malu..." batinnya menjerit.

Ini semua karena Windy yang telat mengirimkan foto pria itu. Seketika Moza langsung menatap ke arah Windy dengan raut horor, sangat menyeramkan membuat Windy nyengir kikuk sambil angkat tangan ke udara dengan jari telunjuk dan jari engah yang membentuk angka dua "peace."

"WINDY!" pekik Moza tak tau tempat.

Semua mata di restoran menoleh. Tapi ia tak peduli.

Mencongkel ginjal sahabatnya gak dosa kan ya? Rasanya dia ingin memutilasi sahabatnya saat ini juga.

Windy sudah lari, kabur lebih dulu meninggalkan Moza, dia takut di telan hidup-hidup. Sumpah, Moza kalau lagi marah bumi dan seisinya pun bisa masuk kedalam mulut gadis itu.

...Visual fiksi bang Abri 👆...

Terpopuler

Comments

Nova Fitria

Nova Fitria

Thor enggak niat buat visual nya gambar nyata misalnya yang yang gitu artis cina

2025-02-09

1

'Nchie

'Nchie

🤣🤣🤣

2025-05-15

1

Arieee

Arieee

ngakak🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣

2025-02-02

1

lihat semua
Episodes
1 Moza reffilia Abraham
2 Abrizam putra Bimantara
3 Tumbal proyek
4 Misi Penolakan: Gagal Sejak Pandangan Pertama
5 Salah meja, salah orang, salah segalanya
6 Satu Peleton dan Satu Lagu Terlarang
7 Misi Rahasia Menuju Kebebasan
8 Pertemuan tak terduga
9 Kamu naksir saya?
10 boncengan berujung salah paham
11 Jodoh Bukan Perintah Operasi Militer
12 Kapten yang Tak Siap Jatuh Cinta Lagi
13 peluru di ujung permainan
14 Basement Berdarah
15 operasi penyelamatan
16 Permintaan Sang jenderal
17 Janji yang Terdengar Seperti Takdir
18 Bertaruh pada Takdir
19 Operasi Bebeb: Sean vs Pangeran Besar
20 Pertemuan yang Tak Lagi Kebetulan
21 Menuju yang Lebih Pasti
22 Operasi Rahasia Calon Mertua
23 The power of jenderal Hamzah
24 Dia, Dalam Balutan Hijau Pupus
25 Langkah Pertama di Dunia Abri
26 Data Diri dan Derita Hati
27 Dekapan yang Membuka Ingatan
28 Plot Twist di Meja Komandan
29 Sejuknya Wudumu, Panasnya Pipiku
30 Kesadaran dan Kebenaran
31 Sean vs Om Pangeran
32 Misi Sebelum Akad
33 Drop Zone Menuju Pelaminan
34 Miss to Mrs
35 Pertarungan Sebelum Janji
36 Akad dalam Detik Terakhir
37 Tukang Tikung Resmi
38 Malam Tanpa Cahaya
39 Jarak di Antara Kita, Dinding di Dalam Rumah
40 Suami dalam Kamuflase
41 Gadis Manja, Tekad Baja
42 Kita bukan pengawal dan nonanya
43 Menjaga Tanpa Menyentuh, Mencinta Tanpa Mengaku
44 Pernikahan yang Tak Dirayakan Hati
45 Somnambulisme: Langkah Tanpa Sadar, Luka yang Terjaga
46 Salah Kasur, Tapi Bukan Salah Hati
47 Luka yang Tak Tertidur
48 Tempat Bersandar
49 Hari sial tidak ada dalam kalender
50 Temaram, Tapi Kau Jadi Terangku
51 Tergoda Mimpi, Terjebak Nyata
52 Cemburu Itu Tidak Punya Seragam
53 Langkah Aji, Jejaknya Masih di Kaki Moza
54 Diam yang Menghancurkan
55 Saat Egoku Runtuh
56 Es Krim di Tengah Hujan
57 Berisiknya Sunyi Moza
58 Mine
59 Di Antara Mie Kuah dan Rahasia Malam
60 Ketinggian Bukan Alasan
61 Menjadi Rumahmu di Balik Takutmu
62 Ada saya kamu aman
63 Siap, laksanakan istriku!
64 Terlindung Bayang, Tersingkap Kenangan
65 Ladang ranjau
66 Sore untuk Kita, Bukan Dia
67 Penyesalan Tak Punya Pintu Pulang
68 Sembuh Adalah Proses Bersama
69 Operasi Hati di Pinggir Jalan
70 Malam tanpa dinding
71 Prioritas Utama: Negara, Tapi Hatiku Tetap Kamu
72 Satu Nama di Medan Tempur
73 Satu Klik dari Neraka, Satu Detik dari Rumah
Episodes

Updated 73 Episodes

1
Moza reffilia Abraham
2
Abrizam putra Bimantara
3
Tumbal proyek
4
Misi Penolakan: Gagal Sejak Pandangan Pertama
5
Salah meja, salah orang, salah segalanya
6
Satu Peleton dan Satu Lagu Terlarang
7
Misi Rahasia Menuju Kebebasan
8
Pertemuan tak terduga
9
Kamu naksir saya?
10
boncengan berujung salah paham
11
Jodoh Bukan Perintah Operasi Militer
12
Kapten yang Tak Siap Jatuh Cinta Lagi
13
peluru di ujung permainan
14
Basement Berdarah
15
operasi penyelamatan
16
Permintaan Sang jenderal
17
Janji yang Terdengar Seperti Takdir
18
Bertaruh pada Takdir
19
Operasi Bebeb: Sean vs Pangeran Besar
20
Pertemuan yang Tak Lagi Kebetulan
21
Menuju yang Lebih Pasti
22
Operasi Rahasia Calon Mertua
23
The power of jenderal Hamzah
24
Dia, Dalam Balutan Hijau Pupus
25
Langkah Pertama di Dunia Abri
26
Data Diri dan Derita Hati
27
Dekapan yang Membuka Ingatan
28
Plot Twist di Meja Komandan
29
Sejuknya Wudumu, Panasnya Pipiku
30
Kesadaran dan Kebenaran
31
Sean vs Om Pangeran
32
Misi Sebelum Akad
33
Drop Zone Menuju Pelaminan
34
Miss to Mrs
35
Pertarungan Sebelum Janji
36
Akad dalam Detik Terakhir
37
Tukang Tikung Resmi
38
Malam Tanpa Cahaya
39
Jarak di Antara Kita, Dinding di Dalam Rumah
40
Suami dalam Kamuflase
41
Gadis Manja, Tekad Baja
42
Kita bukan pengawal dan nonanya
43
Menjaga Tanpa Menyentuh, Mencinta Tanpa Mengaku
44
Pernikahan yang Tak Dirayakan Hati
45
Somnambulisme: Langkah Tanpa Sadar, Luka yang Terjaga
46
Salah Kasur, Tapi Bukan Salah Hati
47
Luka yang Tak Tertidur
48
Tempat Bersandar
49
Hari sial tidak ada dalam kalender
50
Temaram, Tapi Kau Jadi Terangku
51
Tergoda Mimpi, Terjebak Nyata
52
Cemburu Itu Tidak Punya Seragam
53
Langkah Aji, Jejaknya Masih di Kaki Moza
54
Diam yang Menghancurkan
55
Saat Egoku Runtuh
56
Es Krim di Tengah Hujan
57
Berisiknya Sunyi Moza
58
Mine
59
Di Antara Mie Kuah dan Rahasia Malam
60
Ketinggian Bukan Alasan
61
Menjadi Rumahmu di Balik Takutmu
62
Ada saya kamu aman
63
Siap, laksanakan istriku!
64
Terlindung Bayang, Tersingkap Kenangan
65
Ladang ranjau
66
Sore untuk Kita, Bukan Dia
67
Penyesalan Tak Punya Pintu Pulang
68
Sembuh Adalah Proses Bersama
69
Operasi Hati di Pinggir Jalan
70
Malam tanpa dinding
71
Prioritas Utama: Negara, Tapi Hatiku Tetap Kamu
72
Satu Nama di Medan Tempur
73
Satu Klik dari Neraka, Satu Detik dari Rumah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!