Abri memakai sepatu sport di teras rumah orangtuanya. Kemudian ia melakukan gerakan senam ringan untuk melemaskan otot-otot di tubuhnya. Berhubung hari ini ia libur dari dunia per-abdi negara-an dan pulang ke rumah orangtuanya, ia ingin ber-joging seperti biasa.
"Pakai jaket bang, udaranya masih dingin" tegur Mama Nada begitu keluar rumah melihat sang putra sulung hanya mengenakan kaos tanpa lengan memperlihatkan lengan berototnya serta celana pendek di atas lutut, tidak lupa topi untuk menyempurnakan penampilannya.
Abri tersenyum "iya mah. Nih, Abang bawa hoodie." tuturnya lembut mengambil Hoodie yang ia letakkan di atas kursi yang ada di teras rumah lalu selanjutnya mengikatnya di pinggang.
"Kok di ikat di situ? Di pakek!" Tegur Mama Nada protektif. Ia hanya tidak ingin sang anak kenapa-napa.
Haduh Mama Nada, gak inget apa ya waktu pelatihan Abri itu tidur cuma beralaskan tanah dan bertapakan langit. Jadi suhu dingin di pagi hari tidak ada apa-apanya.
"Nanti kalau kerasa dingin Abang pakek. Abang pergi dulu, assalamualaikum." tidak lupa ia mencium tangan serta pipi sang Mama, lalu pergi. Ia tau kalau meladeni sang Mama pasti akan panjang urusannya yang ada dia tidak jadi joging.
"Waalaikumsalam." Mama Nada hanya menggelengkan kepalanya, lalu lanjut memasuki rumah.
"Kerja dek?" tegur Abri saat berpapasan dengan adik bungsu yang tinggal di depan rumah orangtua mereka sedang memeriksa motornya.
Si bungsu mengangguk "polisi mana ada liburnya bang."
Abri mengangguk membenarkan karena itu memang nyata adanya. Selama setahun jadwal libur Aidan—adik Abri itu masih bisa di hitung dengan jari. Sebenarnya tentara juga sih, hanya saja sepertinya polisi lebih berat lebih-lebih unit satreskrim tempat adiknya bertugas yang setiap hari selalu sibuk.
"Abang mau kemana?" Aidan menepuk-nepuk tangannya untuk membersihkan telapak tangannya dari debu yang ada di mesin motor dan menempel di tangannya.
"Joging."
Aidan tampak mendengus "libur tu istirahat bang. Jarang-jarang loh orang kayak kita ini dapat jatah cuti." ujar Aidan.
Benar memang, tapi Abri bukanlah orang yang kalau libur tidur sampai sore. Ia malah tidak bisa seperti itu di karenakan sudah biasa bangun pagi dan berkegiatan sejak pagi jadi jika malah berleha-leha membuat tubuhnya tidak enak.
"Memangnya bang Abri itu Abang! Kalau libur tidur sampai sore." dan suara dari pintu utama rumah sang adik membuat kedua pria itu langsung menatapnya. Ya siapa lagi kalau bukan istri Aidan, Yura.
Abri hanya terkekeh mendengar ucapan sang ipar.
"Aib suami itu gak boleh di umbar-umbar dek." tegur Aidan pada sang istri yang malah mendengus seraya berkacak pinggang di depan pintu.
Abri lagi-lagi terkekeh "aib apanya? Abang juga udah tau kebiasaan buruk kamu itu."
"Hih, Abang sama istri sama aja ya. Suka banget menjatuhkan." geramnya.
Abri dan Yura langsung menyemburkan tawa mereka.
"Udah sana pergi yang paling gak bisa libur." usir Aidan pada Abri.
"Gak usah ngusir juga. Ra, jangan lupa sediakan susu untuk bocah ingusan itu, nanti nangis dia kalau gak minum susu." ledek Abri.
"Heh, enak aja ngatain Idan bocah ingusan. Seenggaknya bang Abri sama Idan masih berpengalaman Idan sama urusan ranjang yang dimana terutuk orang dewasa. Bukan kayak Abang si perjaka tua."
Abri langsung bungkam, dasar adik kampret! Kalau di suruh mengoloknya paling juara. "Serah deh." pasrah Abri, ia langsung saja pergi meninggalkan Aidan dan Yura, lebih baik ia pergi joging saja ketimbang harus mendengarkan ledekan Aidan yang mengantali telinganya.
Abri joging sambil mendengarkan musik melalui bluetooth earphone yang di sumpalkan pada kedua telinganya. Sesekali ia menegur orang-orang di komplek perumahan mamanya dengan begitu ramah.
Ia mulai berlari keluar dari area komplek perumahan menuju jalan raya dan berlari di area trotoar.
Tidak satu atau dua orang wanita yang berpapasan dengannya memutar kepala mereka untuk menatap wajah tampan Abri. Memang wajahnya ini tipe tipe siapapun yang berpapasan dengannya akan melihatnya 2 kali. Tapi apa Abri perduli? Tentu tidak, lihatlah pria itu bahkan menatap lurus kedepan tanpa melirik sedikit pun wanita-wanita yang berpapasan dengannya di jalan yang sudah berjingkrak kegirangan melihat ketampanan yang Abri miliki, belum lagi bentuk tubuhnya. Beh, buat panas dingin.
Dari kejauhan Abri melihat seorang pria paruh baya tengah mendorong motornya. Abri agak mencepatkan laju larinya dan menghampiri pria tersebut.
"Permisi, motornya kenapa pak? Rusak kah?" ucap Abri sopan mendekati pria paruh baya itu dengan tubuh sedikit membungkuk.
Pria itu menoleh begitu mendengar suara Abri dan betapa terkejutnya ia melihat tinggi tubuh Abri yang menjulang tinggi, belum lagi rupanya yang terlalu tampan.
"Gak tau nak, tiba-tiba aja mati padahal besinnya masih banyak." kata pria itu seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal menatap motornya dengan raut bingung.
Abri berjongkok, melihat mesin motor tersebut. "Bapak bawa kunci kunci gak?"
"Bawa nak, tunggu sebentar." pria itu menurunkan standart motornya lalu membuka bagasi motor tersebut mengambil kunci di dalamnya dan memberikannya pada Abri.
Abri pun memulai aksinya, mengotak-atik motor pria paruh baya tersebut tanpa ragu dan tidak lama ia kembali berdiri seraya membersihkan tangannya.
"Coba bapak hidupkan motornya." ujar Abri pada pria itu setelah yakin dengan keadaan motor yang sudah ia perbaiki.
Pria tersebut menurut dan mencoba menghidupkan motornya kembali dan benar saja, motornya kembali menyala. Tampak pria paruh baya itu mengukir senyum karena motornya bisa menyala kembali.
"Alhamdulillah nak, terimakasih. Ini bapak ada uang sedikit." bapak tersebut memberikan Abri selembar uang berwarna hijau pada Abri.
"Eh, gak pak. Gak perlu, saya cuma bantu kok. Gak minta imbalan." Abri mendorong selembar uang itu, ia benar-benar menolaknya.
Bapak tersebut tampak tersenyum karena melihat masih ada anak muda yang baik, hangat, perduli sesama serta sopan kepada yang lebih tua seperti Abri. Jarang-jarang loh di zaman sekarang ini pemuda yang seperti Abri, langkah malah.
Beruntung sekali orangtua yang memiliki anak baik seperti Abri ini. "Kalau begitu terimakasih banyak nak, semoga kebaikan kamu di balas Allah."
"Amin." jawab Abri mengamini seraya tersenyum manis "kalau begitu bapak hati-hati naik motornya."
Bapak tersebut mengangguk "kamu juga nak, hati-hati larinya." balas bapak itu seraya menepuk pundak Abri dan lanjut berlalu dari hadapan Abri.
______________
Moza dengan full senyum mengayuh sepeda menuju bundaran HI. Jarak rumahnya ke pusat kota Jakarta itu memang tidak lah jauh, hanya sekitar sepuluh menit jika di tempuh dengan sepeda.
Tidak sedikit pria yang memutar kepala mereka ketik berpapasan dengan Moza karena melihat wajah Moza yang seperti boneka Barbie, tapi tak satupun gadis itu perdulikan hanya saja entah ini perasaannya atau apa, sejak ia keluar dari kompleks perumahan tadi rasa rasanya dua pengendara sepeda di belakangnya itu seperti tengah mengikutinya.
Moza mencoba memutar kepalanya, tapi tak ada sesiapapun di belakang dirinya kecuali dua pria pesepeda yang menurutnya tak nampak mencurigakan sama sekali. Mungkin itu hanya perasaan dirinya saja. Ya, mungkin saja.
Moza kembali menggoes sepedanya dengan tenang, sesekali menoleh ke kiri ke kanan menikmati suasana pagi hari kota Jakarta yang terbilang cukup tenang dari biasanya yang di penuhi kemacetan dan polusi udara.
Moza menghentikan aksi goesnya di depan sebuah warung untuk membeli air mineral.
"Bu, airnya satu." ujarnya pada ibu penjual itu.
Penjual itu melayani Moza dengan ramah dan mengambil air mineral yang di minta Moza. sementara Moza matanya meliar kesana kemari dan menangkap tak jauh darinya dua pengendara sepeda bertubuh besar yang sedari tadi di belakangnya juga ikut berhenti. Begitu tatapan mereka bertemu dengan Moza keduanya buru membuang pandangannya yang tengah memperhatikan Moza tentunya. Dan itu malah membuat Moza kian curiga.
Otaknya jadi berputar ke waktu beberapa menit lalu, tepatnya setelah ia keluar dari komplek perumahan tempat ia tinggal dua pengendara sepeda itu sudah mengikutinya sejak saat itu juga.
Alarm tanda bahaya langsung saja berbunyi begitu menyadari perasaannya sejak tadi ternyata bukan hanya sekedar feeling saja, itu adalah kenyataan. Orang yang awalnya di anggap Moza tak mencurigakan sama sekali malah terlihat mengincarnya. Moza merasa kedua pria itu mengikutinya bukan karena memuja dan ingin berkenalan seperti pria lain, melainkan ini lebih dari itu. Ia merasa keduanya sangat berbahaya. Terlihat dari gelagat keduanya yang napak melirik, namun was was seperti takut ketauan.
"Neng, neng!" panggil sang penjual entah yang sudah ke berapa kalinya karena Moza malah melamun. Moza berjengkit kaget.
"Ini airnya neng." Penjual itu menyerahkan botol air mineral pada Moza.
"O-o-oh i-iya, ini buk. Kembaliannya ambil aja." Moza menyerahkan uang dua puluh ribu pada sang penjual dan langsung buru buru lompat naik ke atas sepeda dengan tergesa gesa mengayuh sepedanya dan itu tak luput dari penglihatan dua pria bertubuh kekar itu. Mereka pun dengan buru buru mengayuh sepeda mereka mengejar Moza, mereka pun menyadari jika pengintaian mereka sudah di ketahui target.
"Kejar dia kejar!" seru salah satu di antara dua orang tersebut.
"Awas, awas!" teriak Moza pada beberapa pejalan kaki, jantungnya sudah tak karuan lagi ia benar benar panik dan ketakutan. Ternyata perkataan Hamzah benar adanya keadaan di luar itu benar benar berbahaya untuknya. Entah apa yang di mau dua pengendara sepeda di belakangnya sana, yang ia tau sekarang adalah nyawanya sudah pasti dalam bahaya.
Tanpa sadar air mata Moza sudah mengalir begitu deras membasahi pipi sangking ketakutannya. "papi..." panggilnya lirih, nafasnya pun sudah ngos ngosan karena sekuat tenaga berusaha mengayuh sepeda untuk mempersempit jarak. "Papi tolong Oza papi..." lirihnya berharap sang papi mendengar suara lirihnya.
Sementara Abri dengan santai berlari, wajahnya juga sudah basah dengan peluh keringat yang malah membuatnya kian hot dan menggoda. Sesekali bibirnya bersenandung mengikuti lagu yang terputar di earphonenya dan saat ia sedang asyik asyiknya tiba tiba saja dari arah belakang terdengar sebuah pekikan yang cukup nyaring sampai menyamarkan lagu di earphonenya.
"Minggir! Minggir!" pekik gadis itu.
Kontan Abri langsung menoleh kebelakang dan mendapati sebuah sepeda yang di naiki seroang gadis muncul begitu saja dan bergerak cepat ke arahnya.
Mata Abri kian membulat ketika melihat sepeda beserta pengemudinya semakin dekat kearahnya. Langsung saja ia melompat sedikit menepi di trotoar memberi jalan untuk gadis yang naik sepeda dengan ugal-ugalan itu. Dan selanjutnya yang terjadi adalah gadis itu menabrak pembatas jalan dan jatuh di atas aspal, sementara kakinya sudah tertimpa sepeda yang ia naiki.
"Papi!!" pekikan keras gadis tersebut ketakutan di tambah melihat beberapa luka di bagian kakinya. membuat beberapa pengendara dan juga pejalan kaki mendekati gadis itu.
Semantara Abri, ia cuma geleng-geleng kepala dan memilih melanjutkan kegiatan jogingnya. Entahlah rasanya ia malas mengambil pusing tentang gadis itu. Bisa jatuh, berarti bisa bangun sendiri.
Setelah beberapa meter Abri berlari entah mengapa sisi kemanusiaannya menjerit ingin membantu . Membuatnya langsung menghentikan kegiatannya, menoleh kebelakang dan putar balik, gadis itu masih di kerubungi orang-oran dan juga terdengar beberapa pria yang bersedia mengantarkan gadis itu pulang.
"Kayaknya bantuanku gak di butuhin juga kan?" dialognya pada diri sendiri ketika melihat banyaknya orang mengerubungi gadis itu. Tapi lagi lagi, akal sehatnya kalah dengan sisi kemanusiaan dalam dirinya membuatnya mau tak mau berjalan mendekat.
"Permisi, permisi!" Abri membelah lautan yang hampir semuanya pria.
Kepala gadis itu mendongak dengan wajah sudah basah karena derai air mata. Padahal lukanya gak seberapa tapi tangisannya sudah seperti akan membuat lautan dadakan.
Dan Abri agaknya kaget melihat wajah gadis itu, begitupun gadis itu agaknya ia kaget melihat wajah Abri. Semuanya sama sama terpaku di tempat dan saling mengunci tatapan.
"Inikan cewek cantik cantik edan itu." batin Abri menyadari.
"Sial banget si aku hari ini, udah di kejar kejar orang gak di kenal, jatuh, eh malah ketemu ini cowok disini. Papi ya Allah papi... bantu Oza papi...!!" batin Moza menjerit frustasi.
"Yuk neng saya anterin!"
"Gak mas, saya aja yang anterin."
"Mana boleh, sama saya aja ya mbak."
"Gak, gak. Mending sama saya aja. Naik mobil."
Pandangan keduanya terputus begitu suara bapak bapak ganjen berebut ingin mengantar Moza. Namun tak satupun gadis itu tanggapi, tatapan Moza beralih ke arah dua pria yang tadi mengejarnya, mereka juga ada di antar kerumunan para pria itu dan turut mendekat membuat tubuh Moza kian bergetar ketakutan.
Moza menatap satu persatu wajah pria yang tadi menawarkan diri mengantarkannya pulang tapi entah mengapa dalam keadaan genting begini pun ia mencari orang yang benar benar mampu menjaganya seperti Aji, tapi tak satupun yang nampak seperti ajudannya itu. Dan pandangannya terakhir jatuh pada Abri. Ya, pria dengan tubuh tegap itu masih senantiasa berdiri menjulang menatapnya.
"Tolong saya mas..." lupakan rasa malu, nyawanya lebih penting sekarang. Ia sudah ketakutan setangah mati akibat dua pria itu yang kini jaraknya sudah ada di sebelahnya dan ingin meraih tangan Moza. Gadis itu menatap Abri dengan binar penuh permohonan dengan raut sedihnya dan rasa ketakutan yang lahir biasa, tubuhnya saja sampai bergetar hebat. Entahlah, entah mengapa ia merasa Abri ini mampu melindunginya untuk saat ini.
Dan Abri menyadari itu, menyadari ketakutan yang di alami Moza. Sebagai anggota pasukan khusus ia sangat paham dengan mimik wajah dan gestur tubuh gadis itu seperti apa. Namun yang Abri bingungkan gadis itu takut apa? Apa takut karena di kerumuni bapak bapak ganjen ini?
"Tolong saya mas..."
Karena sejak tadi Moza memohon untuk di tolong oleh Abri, para pria pun lantas memusatkan pandangan mereka ke Abri.
"Kamu kenal cewek ini mas?" Tanya pria dengan kaos berwarna putih serta topi di kepalanya.
Kepala Abri sudah akan bergerak namun dengan cepat Moza berucap "itu pacar saya pak."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Jossy Jeanette
alhamdulillah mmng berjodoh ya abri yg menolong moza😍
2024-09-03
2
sakura hanae @ mimie liyana❤️
Argan lagi di udara nyah🤭😂
2024-09-03
1