Melati menatap tak percaya pada Asep dan Nia secara bergantian; Saya mencintai Nia dan kami akan menikah setelah dia lulus. Kata-kata Asep yang membuat Melati ingin memukul pria itu. Sebenarnya tidak ada yang salah menjalin hubungan spesial antara pria dan wanita, masalahnya usia Nia masih minor dan belum pantas baginya berpacaran dengan Asep.
" Oh, Astaga! Luar biasa sekali. "Melati menggeleng takjub.
"Maksudku, jika ingin menikah kenapa harus sama Nia? Dia masih terlalu muda. lagi pula jarak usia kalian terlalu jauh, " Kata Melati jujur.
" Sebenarnya aku yang mengajak bang Asep untuk menikah, kak, " Ucap Nia cengengesan. Melati melongo, ia kehabisan kata dan tak mengerti dengan jalan pikiran Nia. Sepertinya otak gadis itu mengalami masalah.
" Gila. "Delik Melati tak habis pikir, ia mengibaskan tangan, " Ah, sudahlah, kalau mau menikah juga terserah. Tapi, jelaskan Nia kenapa buku Ekspedisi 50 ada di kamar bang Asep? Kau yang memberitahu dia? "
" Nia tidak ada kaitannya dengan buku itu. Aku mendengarnya tanpa sengaja, buku itu berbahaya, mel. Buku itu harus dimusnahkan, "
"Aku setuju bang, " Sahut Mahendra yang langsung mendapat pelototan dari Melati.
" Eh, enak aja. Nggak ada ya, kamu kan sudah janji mau membantuku mencari tahu orang misterius itu, " Kata Melati.
"Orang misterius apa? " Tanya Asep
" Pokoknya buku kak Tina berikan saja padaku, bang. " Melati menyodorkan tangan tanpa menjawab pertanyaan Asep.
"Nggak bisa." Tolak Asep
" Kenapa sih? Lagian buku itu milik kak Tina, "
" Bahaya, mel, "
" Berikan buku itu atau... "Melati sengaja menggantung ucapannya, ia melirik ketiga orang yang sepertinya sudah setuju untuk memusnahkan buku tersebut.
Asep mengacak kasar rambutnya, wajahnya terlihat lelah sekali, " Maaf, mel. Buku itu enggak seharusnya ada didesa kita, mencari tahu isi buku itu sama saja mengundang bencana. Lagi pula kalau kamu memintanya sekarang sudah terlambat, bukunya sudah kami bakar. "
" APA?? "
" Kita ngelakuin ini demi kebaikan bersama, kak, " ucap Nia menundukkan kepala, ia tak berani menatap Melati yang tengah dikobari api amarah.
" Kebaikan ap-" Melati menyipitkan mata, ia menghentikan ucapannya kala melihat seorang perempuan baru saja keluar dari jalan setapak pemakaman. Melati tidak bisa mengenalinya, wajah perempuan itu tersembunyi dibawah payung hitam yang melindunginya dari derasnya air hujan. Ada orang lain yang datang ke makam Lilis setelah mereka? siapa?
" Kak! "
"Mel!! "
Melati masih bergelut dengan pikirannya bahkan setelah orang yang ia perhatikan semakin jauh, jauh, kemudian menghilang di persimpangan jalan. Ia tidak bisa memastikan siapa orang itu, tetapi yang jelas dia adalah salah satu warga desa Agrosari.
" Enggak apa-apa kalau kamu marah, mel. Tapi, satu hal yang harus kamu tahu kami melakukannya demi kebaikan kita dan warga desa. " Kata Mahendra yang membuat Melati tersadar, ia mendengus kesal.
" Apa kak Tina juga tahu? "
Mahendra dengan enggan mengangguk.
"Kapan dia mengetahui kalau bukunya diambil sama bang asep? "
" Tadi malam, kak. " Jawab Nia.
" Berarti malam tadi kalian berkumpul tanpa aku? " Melati tak bisa menahan kekecewaan, matanya meredup, kenapa mereka tega membuat keputusan tanpa melibatkan dirinya.
" Dan kak Sultan, "
Melati tertawa lirih, bagus sekali, mereka mengecualikan dirinya dan Sultan. Ia menoleh pada Mahendra, bahkan teman dekatnya pun tak ada niat untuk mengabari nya.
" Baiklah. Kalau kak Tina memang setuju, aku tak masalah. " Ucap Melati. Tak apa, ia akan mencari tahu sendiri siapa orang misterius itu. Buku itu bukan satu-satunya patokan yang bisa ia jadikan opsi. Ia masih bisa mencari sumber lain yang bisa digali untuk mencari informasi.
Melati duduk agak menjauh, ia berdiri di sudut pondokan sembari memperhatikan butiran hujan yang jatuh. Ia memeluk tangannya didepan dada, menghalangi udara dingin yang menusuk. Mahendra mendekat lalu berdiri disamping nya.
"Mel, "
" Apa? " Sahut Melati datar.
" Aku harap pertemanan kita nggak rusak hanya karena masalah sepele, "Ucapnya.
" Tenang saja, aku bukan orang yang berpikiran sempit. "
Seharusnya ia tidak perlu mengajak Mahendra untuk ikut, sudah jelas pria itu tidak percaya dengan ceritanya. Mahendra barangkali hanya berpura-pura percaya agar ia dan Sultan tidak tersinggung.
Sudah hampir maghrib tetapi hujan masih belum reda, kabut ikut menyelimuti balai desa membuat jarak pandang mereka terbatas. Tanpa disadari oleh seorangpun sesosok makhluk serba hitam mendekati pondokan, dari mulutnya keluar ringisan pelan. ia menyeret kakinya kebawah lantai, ia duduk disana sambil mendongakkan kepala.
" Ada darah segar, aku harus meminumnya untuk memulihkan luka. " Gumamnya sambil menyeringai, kain yang menutupi sebagian wajahnya meneteskan air ke tanah, ia menjilat bibirnya sambil terus mendongak.
" Tiba-tiba ada kabut tebal, tempat ini jadi seram. " Kata Nia sembari mendekatkan badannya pada Asep.
" Namanya juga hujan deras, " Asep merangkul bahu kekasihnya sambil tersenyum menenangkan.
Melati memutar matanya jengah melihat pemandangan tersebut, apa-apaan mereka, pacaran tidak tahu tempat.
" Kamu mau juga, mel? Aku bisa kok, " Kata Mahendra jahil.
" Ogah. " Sinis gadis itu menendang keras paha Mahendra.
Melati mengusap tengkuknya yang dingin, perasaannya tak enak, matanya menatap awas sekitar pondokan. Tidak ada siapa-siapa, namun, perasaan was-was masih bercokol di hatinya. Ia menutup hidungnya kala aroma busuk menerpa indra penciuman nya.
" kok ada bau busuk? " Tanya Melati,
" Gak ada tuh, " sahut Mahendra
Melati mencoba menghirup udara sebanyak mungkin, baunya masih ada meskipun samar. Aneh, kenapa tiba-tiba ada bau busuk disini?
" Kalian tidak pulang? " Satu suara bertanya dari arah tangga pondokan.
Semua orang menoleh kesana, melati terkejut melihat siapa yang berdiri disana, ia tak menyangka mereka akan bertemu disini.
...***...
Jangan lupa vote, komen dan subscribe yaa😃
Follow ig @aca_0325
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Husein
itu siapa yg dtg?
ini ceritanya misterius sekali, susah buat ditebak
2024-07-14
0