Tidak ada yang aneh dengan Asep, dia laki-laki baik dan pekerja keras. Wajahnya lumayan tampan, tutur bahasanya sopan, hidupnya pun sudah mapan. Hanya satu yang selalu jadi gunjingan di masyarakat; umurnya yang sudah lebih dari tiga puluh tahun Asep belum ada keinginan untuk membangun rumah tangga. Dia lebih memilih menyibukkan diri dengan pekerjaan dan menjaga ibunya yang sudah tua.
Sudut mata melati menangkap pintu yang terbuka, Asep muncul disana membawa satu kresek hitam. Ada keterkejutan di wajahnya saat melihat melati menonton televisi di ruang keluarga.
Pria itu berlalu kedapur untul meletakkan kresek yang ia bawa. Ia membuat segelas kopi kemudian ikut nonton. "Sudah sampai mana belajarnya? " Tanyanya tanpa melirik Melati.
" Eum... Aku belum belajar sama sekali. "Jawab Melati sambil meringis. Asep akan mengomelinya jika tidak belajar, tapi tak apa, kalau perlu ia akan meminta Asep untuk mengajarinya supaya ia bisa mencari tahu isi catatan Ekspedisi 50.
" Belajarlah, mel, waktu cepat berlalu kalau bermalas-malasan kau akan rugi. Apa tidak ingin lulus dengan nilai terbaik? "
Melati mengangguk kaku sambil mencari kesempatan untuk menyela. Ia juga melihat-lihat kearah leher Asep, barangkali dia juga memiliki bekas gigitan seperti punya Alisa. Tapi, Ia tidak bisa melihat nya karena sebagian leher Asep tertutup oleh rambut gondrong nya.
*
Tina dan Sultan pergi ke rumah Lilis yang terletak persis disebelah rumah Dewi. Disana juga ada warung menjual minuman dan makanan ringan, biasanya Lilis yang menjaga warung tersebut.
" Kenapa kakak nanyain Dewi?" Tanya Lilis saat Tina menanyakan tentang keseharian Dewi.
" Bukan apa-apa sebenarnya, hanya saja aku mendengar ada gosip miring tentang Dewi." Tina hanya berbicara asal padahal tidak ada gosip apapun tentang Dewi. Lagi pula belum waktunya memberitahu orang lain perihal Dewi yang dibangkitkan, biarlah untuk sekarang menjadi rahasia kecil diantara mereka berlima.
" Ada gosip? Seharusnya tidak ada yang tahu?" Lilis menggigit bibirnya cemas, ia terlihat panik juga gelisah membuat Tina semakin yakin ada sesuatu yang terjadi .
" Ah, padahal aku sudah memberi saran pada Dewi agar dia memberi tahu keluarga nya tentang kehamilannya." Gumam Lilis menautkan jemarinya. Ujung bajunya di tarik beberapa kali tanda sadar.
"Hamil?" Tanya Sultan kaget, mungkin tidak menyangka akan mendengar berita mengejutkan itu.
Dewi gadis polos yang ternyata sudah menjalin hubungan dengan seorang pria misterius sejak SMP, gaya berpacaran yang terlalu bebas membuatnya berada dalam situasi sulit.
" Dewi hanya menceritakan tentang kehamilannya padaku. Aku tidak pernah membocorkan rahasianya, pria itu, apa dia yang menebar gosip. Dasar pria bajingan." umpat Lilis.
Tina dan sultan masih menyimak cerita Lilis sambil sesekali menoleh kesekitar, khawatir ada orang lain yang mendengarnya.
"Kau tahu siapa pacar Dewi? " Tanya Sultan.
" Dia tidak pernah memberitahuku. Mereka juga menjalin hubungan diam-diam, tidak ada yang tahu hubungan mereka. " Jawab Lilis.
" Sebelum Dewi meninggal apa dia bersikap aneh? "
" Tidak ada yang aneh, hanya saja beberapa kali aku memergokinya keluar tengah malam, pergi kearah lembah, entah apa yang dia lakukan disana."
Angin bertiup kencang, terdengar bunyi ranting patah yang menghantam jendela warung milik Lilis. Tina mengusap pelan tengkuknya, dingin, perasaan tak enak tiba-tiba menyusup masuk kedalam hatinya. Matanya menoleh cepat ke arah jalan, ia merasa telah melewatkan sesuatu yang penting.
" Terimakasih Lilis, aku pulang dulu." Tina gegas berpamitan, ia meninggalkan sultan di warung Lilis. Ia bahkan mengabaikan teriakan pria itu yang memanggilnya, menyuruh nya kembali.
Ia melangkah gontai kearah barat, hatinya ingin sekali pergi kesana. Tak butuh waktu lama untuk sampai di atas lembah, matanya memandang lurus kebawah; terlihat hamparan rumput hijau dengan sungai yang mengalir tenang di tengah-tengahnya.
Tina berlari menuruni lembah, ia semakin kencang berlari berharap segera sampai dibawah sana. Entahlah, ia merasa perlu menemukan sesuatu diantara luasnya hamparan rumput.
Kala kakinya menginjak rumput sepenuhnya, ia berdiri termangu. Ia memandangi sekelilingnya, memperhatikan deretan pohon, lalu aliran sungai nan tenang. Ia mengkah gontai ke tepi sungai, airnya jernih sehingga Tina dapat melihat bayangannya didalam sana.
" TINA!!!" panggil Mahendra sembari mendekat, ia sudah mengikuti Tina sejak keluar dari warung Lilis.
"Mahen? " Tina menoleh, dilihatnya pria jangkung itu sudah berdiri beberapa langkah darinya. Kali ini tidak ditemukan tatapan penuh permusuhan dikedalaman manik hitam Mahendra. Ia hanya menemukan secercah kepedulian bercampur khawatir disana. Ada apa? apa Mahendra peduli padanya?
Tina menggelengkan kepala, tak mungkin Mahendra peduli. Ia yakin pria itu mengikutinya hanya untuk memulai kebencian baru dengan alasan yang baru.
" Ngapain kesini? "
Tina hampir menyemburkan tawa mendengar bagaimana lembutnya pria itu bertanya padanya. Namun, demi sedikit simpati ia menahan kedutan dikedua bibirnya.
" Tina, kau diam saja. Apa yang kau lakukan disini? " Mahendra kembali bertanya, Kali ini memberi sedikit penekanan pada nama Tina.
" Bukan urusanmu. " Ketus Tina.
" Sudah hampir malam, sebaiknya kita pulang. "
"Kita? Seolah kita pernah akrab saja. "
"Memang pernah, " Tidak terlalu jelas, Mahendra hanya bergumam pelan. Ia melirik Tina sendu, hanya sejenak, setelah itu tangannya meraih pergelangan tangan Tina membawanya pergi dari lembah yang sudah mulai gelap itu.
Perlahan kegelapan mulai menyapu, membiarkan semilir anginnya berkeliaran kesana-kemari menemani malam yang hanya sendirian.
" Lepas, mahen!" Tina berusaha melepaskan pergelangan tangannya yang dipegang sangat erat.
Mahendra mengabaikan protesan Tina, Ia terus berlari menuju desa Agrosari sambil matanya mengawasi sekitaran jalan yang mereka lewati seolah cemas makhluk kegelapan muncul dari sana untuk menerkam mereka.
Ia baru melepaskan Tina setelah mereka tiba di ujung desa. Setidaknya sekarang tidak terlalu berbahaya.
" Terimakasih. Walaupun aku tidak pernah memintakmu untuk peduli, " Ucap Tina tulus.
Mahendra segera pergi dengan wajah datar tanpa mengatakan apa-apa.
" Huh.. Dasar aneh. Tadi sok peduli sekarang pergi begitu saja," Gerutu Tina kemudian segera masuk kedalam rumah.
*
Cengkeraman pada lehernya sangat kuat hingga membuatnya kesulitan bernafas, Ia mencoba meraup oksigen melalui hidung. Ah, sulit sekali rasanya. Tangannya menggapai-gapai mencari bagian paling lemah dari tubuh orang yang sekarang tengah mencekiknya.
" Jangan memulai sejarah baru! " Orang itu menggeram. Dapat ia rasakan kemarahan yang sangat brutal dari nada suaranya.
"Aku tidak pernah main-main dengan janji. Jadi, jangan mencoba mencari masalah denganku. "
"Ini peringatan pertama dan terakhir! Camkan itu! "
Setelah itu, orang itu melepaskan cengkeraman pada leher korbannya dan meninggalkan tempat itu. Dia menghilang dengan cepat.
Orang yang baru terbebas dari maut itu terbatuk beberpa kali kemudian menghirup udara dengan sangat rakus. Ia mengusap lehernya yang terasa ngilu, Ia juga pergi setelah meludah ke tanah.
...***...
Jangan lupa vote, komen dan subscribe ya😃
follow juga ig @aca_0325
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ❤️⃟Wᵃf 𝐊𝐢𝐤𝐲𝐀⃝🥀
hem, gerak gerik Mahendra agak mencurigakan, apa dia salah satu dari mereka jga?
2024-07-14
0
☠ᵏᵋᶜᶟ❤️⃟Wᵃf 𝐊𝐢𝐤𝐲𝐀⃝🥀
wah kira" apa isi kresek itu
2024-07-14
0
Husein
apakah mahen tau sesuatu? tp pura-pura ketus utk melindungi teman-temannya 🤔
2024-07-11
0