Sudah tengah malam, hujan turun sangat deras sejak Maghrib tadi. Semua orang sudah tertidur lelap, tetesan air yang seolah dicurahkan dari langit menjadi melodi indah yang menghantarkan setiap insan menuju mimpi indah mereka.
Ditengah jalan setapak desa Agrosari sepasang kaki berjalan cepat dibawah guyuran hujan. Kakinya tidak menggunakan selop sehingga tidak menimbulkan derap langkah. Pakaian yang dikenakan orang itu senada dengan malam, berwarna hitam pekat. Kain tipis yang berwana sama menutupi dari belakang kepala hingga hidung, dia berhenti sebentar. Matanya berkilat tajam menatap pada salah satu rumah warga yang terletak didekat sawah.
Kemudian, dengan sangat terburu-buru dia mendekati pintu. Dia mengeluarkan benda kecil dari dalam lipatan kain yang ia pakai, lantas dia menggunakan untuk membuka pintu dari luar.
Pintu terbuka lebar. Hawa dingin merayap masuk kedalam rumah, menembus pintu kamar yang hanya menggunakan kain. Pemilik kamar tersebut menggeliat pelan, dia menarik selimut untuk membungkus tubuhnya.
Sosok yang tadi membuka pintu melangkah lebar kearah kamar.
Tes...
Tes...
Tes...
Tetesan air dari pakaiannya membasahi lantai meninggalkan jejak yang jelas disana.
Sejenak dia hanya berdiri diam didepan pintu memperhatikan satu anak manusia yang terbaring dengan lelap di ranjang. Kain tipis yang menutupi kepala sampai hidungnya membuatnya terlihat lebih misterius. Mulutnya terbuka, ia menyeringai lebar memperlihatkan gigi putih dan rapi.
Sosok itu mendekat, tangannya terulur menyibak rambut panjang disekitar leher remaja perempuan yang sedang tidur nyenyak.
Lalu sepersekian detik dia mendekatkan mulutnya pada leher tersebut, giginya menancap kuat pada daging leher. Darah segar menyembur masuk kedalam mulutnya, sementara itu rasa sakit membuat sang gadis terbangun dan berteriak. Malangnya tidak ada teriakan yang keluar sebab mulutnya dibekap. Matanya memutih menahan sakit, tubuhnya mengejang. Seluruh cairan dalam tubuhnya seakan tersedot masuk kedalam mulut sosok itu. Tangannya mencengkram kuat pada seprai ranjang sebelum akhirnya terjatuh lemas. Dia meninggal.
Sosok itu berbalik pergi secepat dia datang. Hanya jeda sekitar sepuluh detik leher gadis malang itu hanya meninggalkan bekas samar yang akan sulit dikenali jika tidak dilihat secara dekat.
*
Azan subuh berkumandang di desa Agrosari, melati sudah bangun lima menit yang lalu karena dipaksa ibunya.
"Melll!!! Mandi sana! Malah bengong."ibu muncul di pintu mendelik galak sambil berkacak pinggang.
"Masih pagi, Bu. Aku masih ngantuk," melati memejamkan mata sambil duduk, hampir kembali terjatuh di ranjang jika ibu tidak menghampiri dan memukul bahunya cukup keras.
"Heh! Hari ini kan kita mau bantu-bantu di rumah Sri, masa datang kesana gak mandi." Ibu memaksa melati untuk segera berdiri. "Sana mandi, terus sholat subuh. Habis itu kita berangkat ke rumah Sri. " Titah ibu.
Melati hanya bisa pasrah dan berjalan gontai kekamar mandi. Sri adalah sepupu melati, anak dari kakak ibunya yang tinggal di desa Anggrek, desa sebelah yang terletak paling dekat dengan desanya.
Lima belas menit kemudian melati selesai mandi, ibunya sudah tidak ada dikamarnya.
"Innalilahi Wainnailaihi Raji'un, kapan meninggalnya, sep?"
"Belum tahu pasti, bi, ketahuan nya juga belum lama saat ibunya hendak membangunnya untuk sholat subuh"
"Astaghfirullah, padahal kemaren dia masih sehat."
"Sehat tidak menjamin umur panjang, Bu En."
"kenapa belum di umumkan di mesjid? "
"Tadi Yanto sudah jalan ke mesjid."
Alis melati bertaut mendengar suara ribut-ribut diluar, Pintu kamarnya yang terbuka lebar membuatnya bisa mendengar dengan jelas percakapan didepan pintu rumah. Segera gadis itu menguncir asal rambutnya dan keluar kamar dengan cepat.
"Siapa yang meninggal, bu? " Tanya Melati berdiri di sebelah ibunya, hari masih gelap tetapi beberapa warga desa sudah berkumpul dihalaman depan rumahnya. Ada Asep, bujangan tiga puluh tahun yang belum berniat menikah sama sekali. Juga ada, Nia dan ibunya, buk Lela. Pak Mukhtar kawan karib asep yang sejak tadi belum bersuara sama sekali.
" Dewi teman SMA kamu, itu yang rumahnya didekat sawah. " Buk Lela yang menjawab.
"Hah, kapan? " Tentu saja Melati kaget mendengar kabar duka tersebut. Ia cukup dekat dengan Dewi, apalagi mereka satu SMA dan satu kelas. Ia tidak menyangka gadis seceria Dewi akan meninggal secepat ini.
"Tadi malam, Kak," Jawab Nia.
"Mel, kamu gantiin ibu pergi melayat, ya. Biar ibu sama adikmu saja yang pergi ke rumah Sri, ibu nanti malam aja ikut takziah dirumah Dewi. " Kata ibu.
"Siap, Buu." Melati menjawab sambil cengengesan, ia senang sekali tidak jadi pergi ke desa sebelah.
" Nek ijah sudah diberitahu kalau ada orang meninggal? "
"Kebetulan saya yang akan kesana, mel. " Sahut Asep.
"Saya saja bang, sekalian mau olahraga pagi. " Tentu saja melati punya maksud terselubung. Sengaja mengajukan diri untuk bisa mengetahui mitos yang selama ini sering Tina ceritakan. Rosiana bahkan belum sampai satu minggu meninggal dunia, sekarang Dewi juga sudah berpulang.
Setelah berpamitan pada ibunya dan mengangguk sopan pada orang-orang yang berkumpul di rumahnya, melati segera pergi, dia ditemani Nia.
Belum terlalu jauh meninggalkan rumah, terdengar suara dari toa mesjid yang memberitahukan meninggalnya Dewi.
" Tadi mau kemana, Nia? "Tanya Melati melirik sekilas.
" Kerumah kepala desa, kak. Kebetulan lewat rumah kak Dewi, saat aku sama ibu lewat ibunya berteriak histeris. Orang tua kak Dewi juga baru tahu anaknya meninggal saat akan membangun kan untuk sholat subuh. " Cerita Nia.
"Kamu ngulang jawaban bang Asep, " Melati sedikit tertawa saat Nia memberikan jawaban yang hampir sama dengan Asep.
"Ya, kan, biar lebih lengkap. " Nia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Agak ganjil gak sih belum satu minggu Rosiana meninggal sekarang Dewi juga meninggal. " Ujar Melati.
" Namanya juga ajal, kak. "
" Siapa tahu dia dibunuh hantu penghisap darah. "
Nia refleks berhenti,
"kenapa? " tanya Melati juga ikut berhenti.
" Ihhh.. kak mel, jangan ngomong sembarangan. " Delik Nia.
"ya, siapa tahu kan? "
Keduanya kembali melanjutkan jalan mereka. Setelah sampai dirumah nek ijah, Melati mengetuk pintu beberapa kali.
"Eh, Mel, Nia, masuk! " Tina menyambut mereka dengan ramah dan mempersilahkan keduanya masuk.
" Kak, ada yang meninggal kak, bilang sama nek ijah ya kak. " Kata Nia langsung saja menyampaikan niat mereka.
" Iya, nek ijah juga sudah dengar kok dari pengumuman mesjid. "
" Ya, sudah kalau gitu kami mau kerumah Dewi dulu kak. " Pamit Nia.
" Barengan aja kesana, kak Tina mau kesana juga kan? " Melati menatap Tina penuh harap.
"Duluan saja, Aku mau bantu nenek nyiapin alat-alat dan perlengkapan. "
Melati mengangguk-anggukan kepala, ia masih bisa mendekati Tina nanti dan bertanya mengenai hantu penghisap darah, ia yakin kalau kematian kedua temannya ada hubungan nya dengan makhluk yang dianggap sebagai mitos belaka oleh warga. Melati dan Nia segera meninggalkan rumah nek ijah.
Hari sudah lumayan terang saat mereka sampai dirumah Dewi. Melati juga bertemu Sultan disana, dia datang bersama ayahnya. Sementara itu ia tidak melihat mahendra sama sekali, pria itu pasti masih tidur sekarang. temannya yang satu itu memang kebiasaan tidur larut malam dan bangun saat matahari sudah tinggi.
...***...
Jangan lupa vote, komen dan subscribe ya😉
Follow juga ig aku @aca_0325
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Husein
Thor, aku curiga sama Mahendra... jangan-jangan dia...🤔
terlalu awal ga sih buat nebak😀 soalnya di awal kek cm dia yg ga percaya hantu penghisap darah
2024-07-02
0