Bab 20

Ayam berkokok bersahut-sahutan pertanda sebentar lagi matahari akan terbit. Di atas pematang sawah terlihat langkah kaki terseok-seok, ada darah menetes dari perutnya. Darah tersebut sudah mengotori pinggang ke bawah, luka cukup lebar pada perutnya terus mengeluarkan darah hingga wajahnya memucat di keremangan pagi hari.

Huk... huk...

Orang itu terbatuk-batuk kemudian tubuhnya ambruk hampir terjatuh kedalam sawah.

"Paman Baron," Satu suara muncul bersamaan sepasang tangan meraih tubuh lemah Baron.

"S-sep Ap-" Belum sempat menyelesaikan ucapannya Baron sudah jatuh pingsan.

Asep dengan panik menepuk-nepuk pipi Baron. Rona wajahnya sudah mulai pudar, segera Asep menelepon dokter kenalannya yang tinggal dekat SMA 1.

Rumah Nia ramai di kunjungi oleh warga desa, mereka hendak menjenguk Baron yang tengah sekarat. Pria itu ditemukan tadi pagi di dekat sawah miliknya dalam kondisi mengenaskan, ada bekas luka memanjang di perutnya seperti di cakar oleh binatang buas. Asep yang menemukannya langsung memanggil dokter untuk datang secepatnya.

Sekarang Baron sedang ditangani oleh dokter dalam kamar pribadi miliknya, memang sengaja di rawat di rumah karena kalau di bawa ke rumah sakit perlu mencari mobil terlebih dahulu sedangkan di desa tidak ada warga yang memiliki mobil.

"Jangan-jangan dia memang kembali?" Celetuk seorang wanita berkerudung biru yang duduk di sudut rumah, usianya sudah lumayan lanjut, barangkali ada umurnya sekitar enam puluhan. Orang-orang memanggilnya Bu Ema, salah satu orang yang di hormati di desa Agrosari. Janda kaya raya yang hanya memiliki satu orang anak, dia tinggal sendirian di rumahnya sementara anaknya tinggal di kota bersama istrinya.

" Banyak-banyak saja berdoa, Em. Kita tidak pernah lagi melanggar pantangan, tidak ada alasan mereka kembali."Ujar Nek Ijah, suaranya lirih dan pelan. Melati yang kebetulan duduk disamping nek Ijah tentu saja mendengarnya dengan jelas.

"Bukan menuduh, tapi sudah banyak warga yang celaka. Dua orang meninggal, satu orang sekarat. Bukankah kejadian nya persis sama dengan cerita yang diceritakan generasi terdahulu? "

"Aku sebenarnya juga sudah menduga demikian. Gigitan di leher Rosiana dan Dewi sudah menjadi ciri khas mereka, " Nek ijah menghela nafas dalam, wajahnya terlihat jauh lebih tua dari biasanya.

" Pasti ada warga yang melanggar. Kita harus mendesak kepala desa untuk mengadakan rapat secepatnya dan mencari tahu siapa orang yang sudah melanggar perjanjian tersebut." Kata Bu Ema.

"Seharusnya sejak kematian Rosiana kita sudah mengadakan rapat, sekarat nya Baron mungkin adalah peringatan terakhir mereka."

Melati berpura-pura sibuk main ponsel, tapi telinganya dibuka selebar mungkin untuk menguping. Ia secara kasar menebak kalau mereka yang dimaksud Nek ijah adalah makhluk yang membunuh Rosiana dan juga makhluk yang sama dengan yang memburunya.

Waktu perlahan berlalu, sudah hampir pukul sepuluh pagi. Melati harus segera berangkat ke sekolah, ia memang sengaja tidak masuk jam pelajaran pagi karena menghidari pak Somad guru killer matematika.

Sejak kemarin melati belum melihat mahendra sama sekali, akhir-akhir ini mereka memang jarang nongkrong. Sejak perdebatan terakhir di balai desa hubungan persahabatan keduanya agak merenggang. Tidak ada yang perlu di salahkan untuk itu, berjarak sebentar nanti juga dekat lagi. Begitulah pikir melati tanpa harus repot mendatangi pria itu lalu membicarakan masalah mereka.

Ketika melewati rumah Mahendra, kepalanya melirik sekilas ke halaman rumah, berharap menemukan keberadaannya disana. Nihil. Rumah itu sepi, tidak ada Mahendra disana.

"Ah, sudahlah. Ngapain juga aku mikirin dia," Gerutu melati menepuk pipinya beberapa kali. Terpaksa ia pergi ke sekolah dengan berjalan kaki, ia belum terlalu bisa bawa motor. Biasanya ia selalu berangkat sama Sultan atau Mahendra, namun Sultan sudah pergi ke sekolah pagi tadi. Sedangkan Mahendra entah dimana, mungkin di sekolah mungkin juga tengah bolos bersama murid nakal lainnya.

Melati menyusuri jalan desa sambil bersenandung kecil. Ia melompat kecil saat melewati air menggenang di jalan berlubang. Tubuhnya oleng ke samping hampir masuk kedalam kali. Untung saja ada yang menahan tas nya dari belakang hingga ia tidak jadi jatuh.

" Lho, Alisa, belum berangkat juga?" Heran Melati. Ternyata yang menolongnya Alisa, si gadis berkulit putih pucat dengan raut wajah yang selalu datar.

"Tapi, terimakasih." Ucap Melati kala Alisa tidak menjawab. Mereka berjalan bersama menuju sekolah, jaraknya memang lumayan jauh jika berjalan kaki. Tapi, karena tidak ada pilihan jadilah mereka berjalan kaki.

"Pakai ini ke pesta ulang tahun Arion keres, " Alisa menyodorkan kantong belanja yang cukup besar. Melati menerimanya dengan ragu, ia mengintip sebentar kedalam kantong tersebut. Isinya sepertinya baju atau sejenisnya. Melati menggaruk kepalanya bingung, tidak tahu dimana harus menyimpan kantong itu sekarang.

"Kenapa nggak nggak nanti aja di berikan?" Tanya Melati, ia menoleh kesamping, Alisa tidak ada. Netra Melati berpendar, tak ditemukan keberadaan Alisa membuatnya kebingungan. Cepat sekali dia menghilang.

Melati mengedikkan bahunya, Alisa memang aneh dan tidak bisa ditebak. Melati memutar kembali badannya, ia memutuskan untuk pulang kerumah karena tidak tahu harus menyimpan dimana barang pemberian Alisa.

...***...

Jangan lupa vote, komen dan subscribe yaaa😀

Follow IG@aca_0325

Terpopuler

Comments

☠ᵏᵋᶜᶟ❤️⃟Wᵃf 𝐊𝐢𝐤𝐲𝐀⃝🥀

☠ᵏᵋᶜᶟ❤️⃟Wᵃf 𝐊𝐢𝐤𝐲𝐀⃝🥀

hem, kenapa dikasih baju? biar gak ditandai sama makhluk itu atau ada maksud lain kah???

2024-07-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!