Jenazah Lilis sudah selesai dikebumikan, rombongan pengantar jenazah juga sudah pulang. Area pemakaman kembali sunyi, tidak sepenuhnya hening sebenarnya sebab sejak tadi ada beberapa burung gagak yang terbang disekitar makam baru tersebut.
Dua orang remaja sengaja berlama-lama disana, berdiri diam dibawah pohon Kamboja yang tumbuh berjajar di pinggiran.
" Mendung," Gumam melati mendongak keatas, awan hitam bergerak menutupi langit menciptakan warna kelabu yang mengcekam. Angin berdesir pelan, lalu entah dari mana datangnya kabut yang menyelimuti area kuburan.
"Perasaanku tak enak. Apa tidak sebaiknya kita pulang saja, " Ujar Mahendra, burung gagak terbang sebentar keatas ranting pohon Kamboja, memekik nyaring kemudian beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
" Sebentar, " Melati mengangkat tangannya," Aku mendengar ada yang datang,
Benar saja terlihat dua orang muda-mudi memakai pakaian serba hitam berjalan cepat menuju makam Lilis.
" Itu Nia kan? " Bisik Melati, matanya melotot menatap lekat pada perempuan yang tengah berjongkok sambil menaburkan bunga. Sementara orang yang disebelah Nia seorang pria memakai topi dan masker hitam, wajahnya tidak kelihatan sama sekali. Namun, postur tubuhnya terlihat familiar.
" Bukannya Nia tadi sekolah ya? "
"Jangan keras-keras ngomongnya, hen. " peringat melati.
"Wah... ada yang nggak beres nih, " Mahendra langsung berjalan dengan langkah lebar kearah dua orang yang sedang berdoa didepan makam Lilis.
"Hen! " Panggil Melati sembari berjalan dibelakang mahendra. Sial, ia hanya bisa mengomel dalam hati atas tindakan tergesa-gesa temannya itu.
Mahendra mengangkat topi yang bertengger diatas kepala pria disamping Nia, tentu saja keduanya terlonjak kaget.
" Lho, kalian ada disini juga? "
" Dia siapa? " Mahendra mengabaikan pertanyaan tidak penting yang diajukan Nia, ia dengan terang-terangan menunjuk pada pria disebelah Nia.
"Bukan siapa-siapa. " Nia menjawab cepat. Alih-alih percaya, Mahendra malah semakin ingin mengetahui, ia menarik kasar masker yang menutupi wajah pria itu hingga tali masker terputus dan wajahnya terpampang jelas.
"Bang Asep! " Mahendra dan Melati kompak berteriak kaget, lalu kala menyadari bahwa mereka sedang ada kuburan keduanya langsung membekap mulut.
" Bang! " Melati menatap nanar pada pria berambut gondrong itu, ia menarik tangan orang yang sudah dianggap sebagai saudara kandung itu keras. Melati membawanya jauh ke tepi, " Tolong katakan bukan kau yang membunuh Lilis, " Tatap melati penuh harap.
" Hei, ini tidak seperti yang ada di pikiranmu. Aku tidak melakukan apa-apa pada Lilis, aku hanya menemani Nia berdoa. Kau kan tahu sendiri dia belum sempat melayat, " Kata Asep menjelaskan.
" Kau-" Melati berpikir sebentar, ia menoleh ke belakang pada Nia yang tengah adu cekcok dengan Mahendra.
"Sejak kapan kau dekat dengan Nia? Aku tidak pernah melihatmu sangat peduli pada orang lain, "
" Apa itu penting sekarang? "
"Jelas penting, bang." Sentak Melati, " Aku sekarang sedang mencurigaimu sebagai sosok yang ada dibelakang nama hantu penghisap darah. "
" Omong kosong apa yang kau katakan, mel? Jangan mempercayai mitos karangan Tina itu. "
" Mitos? karangan? Kau pikir aku bodoh. Buku kak tina ada di rumahmu, " Melati melipat kedua tangannya didepan dada menunggu penjelasan.
Asep diam. Suasana berubah hening, bahkan suara Mahendra dan Nia juga tidak lagi terdengar. Rintik-rintik hujan mulai turun membasahi bumi yang tengah berduka.
"Ayo pulang, mel, sebentar lagi hujannya deras. " Ajak Mahendra muncul dari belakang,
" Bang! Ayo jelasin ke aku kenapa buku itu ada di rumahmu? "pinta Melati.
"Buku apa mel? " Tanya Mahendra. sementara Nia hanya menundukkan kepala,
"Kau tau sesuatu, Nia? " Tanya Melati menatap tajam. Nia adalah salah satu orang yang tahu tentang buku Ekspedisi 50, bisa jadi memang dia yang memberitahu Asep. Tetapi, untuk apa pula pria itu mencuri buku itu? Dia kan juga sudah memiliki satu buku yang sama?
" A-aku akan jelaskan, kak. Ini nggak seperti yang kakak pikir, ayo kita ngobrol di balai desa aja. Tempat ini seram. " Kata Nia, ia memandang sekelilingnya dengan takut.
Melati mengalah. Lagi pula memang tidak etis ribut-ribut di kuburan.
Setelah melati dan yang lainnya pergi, seorang perempuan mendekati makam Lilis, tangan kanannya menenteng keranjang berisi bunga tabur sementara tangan kirinya memegang payung.
Dia Alisa, anak kota yang baru beberapa hari tinggal di desa Agrosari. Gadis cantik berwajah pucat itu menaburkan bunga semuanya sekaligus, lalu dibiarkan keranjang bunga terjatuh diatas tanah. Tidak ada ekspresi di wajah cantiknya, datar tanpa senyuman.
Ia membawa tangan kanannya ke leher, mengusap lembut bekas luka yang masih membekas, sebelah sudut bibirnya terangkat, " Jiwa yang abadi tak pernah hilang meski sudah banyak siklus yang di lewati, " Ia bergumam pelan, hampir berbisik.
Kabut semakin tebal menyelimuti tempat itu seolah mengurung Alisa seorang diri disana. Usapan lembut di lehernya berubah menjadi cakaran kasar, kuku tangannya yang sengaja di panjangkan menancap disana-dari luka itu keluar darah, tidak terlalu banyak namun cukup untuk mengotori tangan.
Alisa berjongkok, matanya menatap khidmat pada telapak tangannya yang dilumuri darah, mulutnya berkomat-kamit setelah itu ia menempelkan telapak tangannya di kepala makam.
"Semoga beruntung. " Ucapnya lalu meninggalkan tempat itu segera.
"Berhenti disana! " Teriakan menggelegar terdengar dari samping, lalu sekelebat bayangan melompat kearah Alisa, berdiri didepannya.
Alis Alisa mengerut, orang itu menghalangi jalan, ia pandangi penampilan tertutup serba hitam dari orang tersebut. Ia berusaha menahan tawa mengejek saat menyadari siapa orang ada di hadapannya.
" Siapa? " Alisa bertanya, suaranya halus tak lupa tatapan menyelidik ia berikan guna mengintimidasi lawan.
" Ck! Luar bisa sekali. Keturunan Vannera tidak pernah berubah, mereka suka berpura-pura. " Ternyata orang yang berdiri didepan Alisa adalah Lilith. Dia berdecak sinis dan memandang hina pada Alisa.
" Ternyata mayat hidup Melantha," Alisa juga menyahut sinis, netranya bergulir, " Kau sudah berani berkeliaran di siang hari? "Ejeknya.
" TUTUP MULUT MU! KAU JUGA SAMA! "Pekik Lilith marah, tangannya mengepal kuat.
" Ah, apa mungkin tuanmu tidak pernah menceritakan tentang keluarga Vannera yang terhormat? " Alisa tetap tenang dibawah payungnya, bibirnya tersenyum miring lalu berkata, " Aku belum mati sama sekali, aku bukan mayat hidup sepertimu. Keluarga Vannera bukanlah golongan kalian! "
"Kurang ajar kau Alisa!" Lilith maju menerjang, niat hati hendak menendang perut Alisa tetapi gadis itu sudah lebih dulu mengelak kearah samping.
" Karena kau cukup berani berada disini saat matahari belum tenggelam, biar kuberi satu hadiah, " Alisa melemparkan serbuk warna putih kearah Lilith.
Saat bubuk putih mengenai tangannya segera warna kulitnya berubah menjadi hitam legam yang menguarkan aroma yang amat busuk.
Alisa tertawa bengis sambil berjalan santai keluar dari area makam. Sementara Lilith meringis menahan sakit, ia memandang benci pada Alisa yang sudah berada jauh didepan sana.
...***...
Jangan lupa vote, komen dan subscribe yaa😃
Follow IG @aca_0325
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ❤️⃟Wᵃf 𝐊𝐢𝐤𝐲𝐀⃝🥀
keluarga vampir ini namanya dah
2024-07-14
0