Tiga hari tidak masuk kuliah, Danira merasa kangen juga dengan kampusnya.
Hannah, dan Danira turun dari mobil. Shaka, dan Arvin sudah menunggu mereka di depan kampus.
Arvin menatap Danira dengan tatapan lekat.
"Alhamdulillah... akhirnya kangenku bisa terobati juga." Ucap Arvin sambil mendekati Danira.
Danira dan Hannah saling lirik. "Pagi... Arvin, Shaka. Apa kabar?" sapa Danira.
"Baik... baik, tadinya kami mau menjengukmu. Tapi dilarang Om Hajun, kata Hannah." jawab Shaka.
"Iya, aku perlu cukup istirahat, makanya Om Hajun nggak mengijinkan aku untuk ditengok. Kalau aku kurang istirahat, mungkin belum bisa masuk kampus hari ini."
"Habis sakit, sepertinya tambah manis saja kamu. Wajahmu kelihatan sumringah, persis pengantin baru, yang habis pulang bulan madu." goda Arvin.
Hannah dan Danira saling lirik, Hannah seketika terkikik, sementara Danira melotot ke arah Hannah.
"Kenapa, Han?" tanya Shaka.
"Nggak... nggak apa, cuma lucu saja mendengar ucapan Arvin tadi. Sok tahu sekali, soal pengantin baru." jawab Hannah sambil melirik nakal ke arah Danira yang sudah merah mukanya.
Arvin dan Shaka ikut tertawa juga. Mata Arvin seperti tidak mau lepas dari wajah Danira. Ingin sekali rasanya ia mengelus pipi merah Danira.
Ingin sekali ia mencolek hidung mungil Danira dan mengecup kening Danira.
"Hhhh... sabar, Arvin... sabar, percayalah suatu saat kamu akan memilikinya, jika belum saat ini, mungkin nanti." batin Arvin.
***
Hajun mondar mandir di kamarnya, setelah selesai makan malam.
Sudah lebih seminggu sejak malam pertama, tapi sampai sekarang Hajun belum berani lagi menyentuh Danira.
Karena efek yang ditimbulkan, dari malam pertama itu, Danira sampai tidak bisa kuliah berhari-hari.
Tapi perasaannya sudah sangat ingin meledak. Hajun bingung sendiri dengan dirinya, selama sembilan belas tahun dia sanggup menahan diri dari segala godaan.
Tapi kenapa Danira si bocah kecil dekil itu membuatnya senewen seperti ini.
Sementara diluar, Danira berdiri di depan pintu kamar Hajun.
Ketok enggak?
Ketok enggak?
"Tapi nanti kalo ditanya mau apa? Aku harus jawab apa? Masa bilang kangen... duuuh... masa kangen, tiap hari ketemu. Tapi kangen mau berduaan. Aduuh, gengsi ah! Tapi bagaimana dong? Memang kangen... aduuuhh Ibu, begini ya rasanya jatuh cinta. Si Om kangen juga nggak ya?"
Danira masih berdiri di depan pintu kamar Hajun, saat daun pintu di hadapannya terbuka membuat keduanya sama-sama kaget.
"Ada apa?" tanya Hajun sok galak untukbmenutupi kegugupannya.
Ditatapnya Danira.
"Persis bocah ingusan."
Dengan daster kaos tanpa lengan, yang panjangnya di atas lutut berwarna pink, dengan gambar hello kitty di dada, plus rambut panjangnya yang dikuncir seperti buntut kuda. Danira terlihat sangat menggemaskan bagi Hajun.
"Danira, aku tanya ada apa berdiri di depan pintu kamarku?" tanyanya lagi.
Danira menggaruk kepalanya.
"Apa ya? Aku lupa, Om. Nanti saja kalau aku sudah ingat aku kembali lagi." Danira membalikan badannya.
Tapi terlambat, tangan Hajun sudah menariknya masuk ke dalam kamar. Hajun menyandarkan tubuh Danira di balik pintu.
Tangannya yang satu erat memeluk pinggang Danira, yang satu lagi berada di antara rahang dan telinga Danira.
Bibir Hajun menekan kuat bibir Danira. Lidah nya menyelusup ke mulut Danira.
Tangan Danira memeluk pinggang Hajun kuat. Kepalanya mendongak, menyambut ciuman Hajun di bibirnya.
Tangan Hajun sudah meloloskan baju dan dalaman bagian atas Danira.
Tanpa melepas ciumannya, Hajun mengangkat Danira, dan membaringkan Danira di atas ranjang.
Hajun melepaskan ciumannya, ia menatap wajah Danira.
Tanpa mengubah posisinya yang berada di atas tubuh Danira.
"Udah gak sakit lagi?"
Danira pura-pura meringis, niat jahilnya timbul.
"Kalau aku bilang masih sakit gimana, Om?"
Diluar dugaan Danira, Hajun berguling ke samping.
Tubuhnya membelakangi Danira.
"Kalau masih sakit, sebaiknya ke luar dari sini, sebelum aku berubah pikiran!" ucap Hajun jengkel.
Danira tertawa kecil, lalu mengintip wajah Hajun lewat bahu Hajun, sengaja dipepetkan dadanya ke punggung Hajun. Tangan mungilnya mengelus dada Hajun.
"Yakin nih... mau aku ke luar?" tanya Danira, sambil bibirnya ditempelkan ke bawah telinga Hajun.
Hajun memejamkan matanya, ia berusaha tidak goyah dengan godaan Danira.
Tangan Danira terus mengelus dada dan perut Hajun. Dada Danira menekan kuat punggung Hajun.
"Beneran nih, Om mau aku ke luar, jangan menyesal ya." Danira sengaja bicara tepat di telinga Hajun.
"Ya ampun.... Oke... aku menyerah... bocah kecil dekil ini sekarang sudah pintar menggoda."
Hajun berbalik, ia langsung menindih tubuh Danira, sehingga tubuh Danira ada di bawahnya.
Hajun menggosokkan rahang dan dagunya yang belum sempat bercukur ke wajah dan leher Danira. Membuat Danira langsung terkikik geli.
"Ampun... Om, ampun! Geli, Om... geli!" pekik Danira sambil terkikik.
"Hukumanmu, karena sudah menggodaku!" jawab Hajun kesal.
"Iiih... salah Om sendiri, kenapa pakai tanya masih sakit apa enggak?"
"Aku takut kamu sakit lagi."
"Kalau masih sakit, nggak mungkin lah aku menyodorkan diri ke kandang singa lapar." jawab Danira dengan wajah cemberut.
"Oh... tadi di depan pintu maksudnya mau menyodorkan diri ya?"
"Eehhh... nggak... nggak, salah... aku salah. ngomong," jawab Danira dengan muka merah padam.
"Karena kamu sudah di sini, membangunkan singa yang sedang lapar. Maka kamu harus bertanggung jawab untuk memuaskan rasa laparannya." Hajun menajamkan suara dan membuat ekspresi marah di wajahnya.
Danira kembali terkikik geli. "Kita mau ngobrol terus semalaman, apa mau bikin adik buat Hannah nih, Om?" tantang Danira.
"Hmmm... ternyata mangsanya yang gak sabar mau dimakan singanya." ucap Hajun sambil menurunkan kepala, ia mencium bibir Danira yang kembali terkikik geli.
Hajun membungkam mulut Danira, ia mulai memanjakan Danira dengan sentuhannya. Membuai Danira sehingga mereka sama-sama terpuaskan saat mencapai klimaks dari percintaan mereka.
***
Hannah menengok ke kamar Danira yang terbuka. Papanya ke luar membawa handuk, baju, mukena dan sajadah Danira.
Papanya sudah memakai sarung dan baju koko, tapi rambutnya masih keliatan basah.
"Mau kemana, Han?" tanya Hajun.
"Mau ngajak Danira sholat subuh sama-sama, Pa."
"Daniranya masih mandi, kamu ikut sholat subuh sama-sama di kamar Papa saja."
Hannah memandang Papanya dengan tatapan menggoda.
"Nggak mengganggu nih, Pa?"
Hajun menjentik kening Hannah. "Ngomong apa kamu, Han? Ayo cepat!" ucap Hajun sambil berjalan masuk ke dalam kamarnya.
Selesai sholat subuh, Danira mengajak Hannah ke dapur untuk membantu bibi menyiapkan sarapan.
"Tidak, Danira, kamu tetap di sini, Biar Hannah saja yang bantu bibi." ucap Hajun, ia mencegah Danira ke luar kamar.
"Ya ampun, Om. Tadi malam sudah tiga kali, masa mau tambah lagi?"
Hannah terkikik geli. Membuat Hajun langsung melotot ke arah Hannah.
"Duuh maaf ya, Han... keceplosan." ucap Danira malu-malu.
"Tahu nggak, Ra. Aku membayangkan kalau aku cepat nikah juga. Kita hamil sama-sama, terus melahirkan sama-sama juga. Papa bakal dapat anak, sekaligus cucu, pasti lucu ya."
Ctakk!!
Kening Hannah dijentik pelan Danira dan Hajun secara bersamaan.
"Ngomong apa,Han!" ucap keduanya hampir bersamaan.
Hannah kembali terkikik. "Duuuh... kompaknya over dosis nih, masa jentik kening juga sama-sama." Hannah pura-pura cemberut.
Padahal hatinya sungguh bahagia melihat Papa dan sahabatnya sudah jadi suami istri sesungguhnya.
***********
***********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
ellasarniaa
ditunggu next nya thor 🫶
2024-07-19
2