Eps 7

Danira mengangkat tangannya, dan meletakan kedua telapak tangannya di atas dada Hajun, agar dadanya tidak menempel terlalu rapat di tubuh Hajun.

"Kamu akan dapat hukumanmu Danira." Ucap Hajun dengan nada mengancam. Danira merasa agak takut dengan ancaman Hajun.

Danira ingin bertanya, apa maksud dari perkataan Hajun, tapi bibir Hajun sudah lebih dulu melumat bibirnya dengan sedikit kasar.

Mata Danira seketika terbelalak, ia begitu terkejut dengan hukuman yang diberikan Hajun padanya. Tapi mata Danira kini hanya bisa terpejam, saat ciuman Hajun perlahan berubah lembut.

Hajun menggigit bibir bawah Danira pelan, membuat Danira membuka mulutnya, dan lidah Hajun langsung menyusup di antara kedua bibirnya.

Danira sampai bingung harus berbuat apa, karena ini ciuman pertamanya.

Hajun memindahkan posisi kedua tangan Danira kelehernya. Hajun mengangkat tubuh Danira agar duduk sempurna dipangkuan Hajun.

Hajun melepaskan ciumannya sesaat untuk bernafas. Kemudian Ia kembali melumat bibir Danira dengan lembut.

Ciuman Hajun perlahan turun ke leher Danira dan membuat tubuh Danira seketika merinding.

Tanpa disadari, mulut Danira mulai mengeluarkan desahan pelan. Sebelah tangan Danira meremas rambut Hajun.

Namun, tiba-tiba pintu kamar Danira terbuka lebar.

"Danira!! eeh emmm!! Sorry.. Sorry silahkan lanjutkan lagi." Hannah tiba-tiba berdiri di ambang pintu, dan sudah membuat Hajun dan Danira terkejut.

Dengan cepat Hannah menutup lagi pintu kamar Danira, setelah meminta maaf karena mengganggu kemesraan Papa, dan Mama tirinya.

Danira mengira Hajun akan melepaskannya setelah kepergok Hannah tadi, tapi ternyata Hajun tidak melepaskannya.

Hajun justru kembali melumat bibirnya dengan lembut membuat Danira merasa seakan melayang diudara.

Namun, saat mereka berdua tengah asyik menikmati sensasi, lagi-lagi ganguan kembali muncul.

Ponsel Hajun yang berdering kembali mereka berdua kaget. Tanpa melepaskan tubuh Danira dari rangkulannya, Hajun meraih ponsel tadi sempat ia simpan diatas nakas.

"Iya, iya... aku kembali sekarang." jawab Hajun dengan nada sedikit kesal.

Hajun memasukan ponsel ke dalam saku celananya.

"Aku ada pertemuan mendadak, ingat kata-kataku tadi Danira!" Ucapnya tepat di depan wajah Danira, Hajun menundukkan wajahnya sesaat.

Dikecupnya bibir Danira sekilas, kemudian melepaskan tubuh Danira dari pelukannya.

Hajun melangkah ke luar dari kamar, meninggalkan Danira yang masih mematung, dengan jantung yang masih berdebar tak karuan.

Danira terduduk di tepi ranjang.

Meraba bibirnya yang terasa sangat tebal lalu mejulurkan lidahnya yang terasa lelah dan meraba pipinya yang masih terasa panas.

Tiba-tiba Hannah muncul di ambang pintu dengan wajah bak anak kecil yang baru saja dapat mainan kesukaannya.

"Cie!! cie!! yang bibirnya udah gak suci lagi." goda Hannah seraya menyentuh bibir Danira.

Danira memukul Hannah dengan bantal yang ada di dekatnya. Bibir Danira mengerucut seraya bersedekap didepan Hannah.

"Enak gak dicium sama Lee Min Ho, Ra?" goda Hannah dengan mata berkedip-kedip. Wajah Danira seketika memerah setelah digoda Hannah.

"Apaan sih, Han." Danira memukul pelan lengan Hannah.

Tanpa sadar tangannya kembali meraba bibirnya yang masih terasa bengkak.

Hannah seketika tergelak dengan suara tawanya yang terdengar kencang.

"Masih terasa ya enaknya, Ra?" Hannah makin semangat menggoda Danira.

"Gak tau ah." jawab Danira dengan wajah yang semakin cemberut.

"Aku mau punya adik, boleh ya, Mam." Hannah lagi-lagi menggoda Danira. Kali ini dengan wajah yang semakin dekat dengan wajah Danira.

"lihh... apaan sih Han, jangan menggodaku terus ah!" rajuk Danira sambil mencubit pipi Hannah.

"Papa cemburu sama Arvin kayaknya, Ra." Ucap Hannah.

"Enggak tahu ah." jawab Danira asal.

"Jangan-jangan Papa mulai jatuh cinta sama kamu. Ra!" Ucap Hannah kembali menggoda.

"Gak mungkin, Han. Tante Dona itu lebih cantik dan seksi dari pada aku." Jawab Danira berusaha mengontrol ekspresinya, agar tetap terlihat biasa saja.

Hannah menatap wajah Danira dengan lekat, setelah mendengar jawaban Danira.

"Apa?" Danira mendorong bahu Hannah, agar wajah Hannah menjauh dari wajahnya.

Hannah terkekeh senang.

"Jangan-jangan justru malah kamu yang cemburu, Ra." goda Hannah dengan nada senang.

"Iihh apaan sih, Han. Sudah sana, aku mau sholat dzuhur dulu, kamu udah sholat belum?"

"Udah kok, ya sudah selamat sholat dzuhur, Mam. Jangan lupa berdoa biar cepet punya baby.. hi..hi..!!" goda Hannah terkikik, sambil berlari ke luar, sebelum bantal yang genggam Danira melayang kearahnya.

Hannah benar-benar merasa bahagia, karena misi untuk membuat Papanya cemburu berhasil. Hannah memang sengaja meminta Shaka mengajak Arvin untuk makan siang bareng, karena Shaka pernah mengatakan, kalau Arvin menaruh hati pada Danira. Hannah sengaja memilih tempat dimana Papanya, dan Dona sering makan siang. Hannah ingin tahu bagaimana reaksi Papanya, kalau melihat ada pria lain yang berusaha mendekati Danira.

Terkesan jahat memang, karena memanfaatkan Arvin, tapi Hannah yakin Danira akan bisa mengatasi Arvin, kalau suatu saat Arvin mengatakan cintanya pada Danira.

Hannah yakin 100%, Danira juga sudah jatuh cinta pada Papanya meski Danira selalu bisa menutupi perasaannya.

Hannah bisa melihat tatapan cinta, dari mata Danira untuk Papanya, saat di warung soto kemarin. Hannah bertekad bukan hanya akan menyatukan Papanya dan Danira dalam pernikahan, tapi juga akan menyatukan hati mereka dalam cinta.

"Aku pasti akan menyatukan cinta dua orang yang aku sayangi" janji Hannah pada dirinya sendiri.

***

Danira menatap langit sore yang mulai diselimuti awan hitam.

Danira baru saja selesai kuliah sore ini, dan sedang berdiri menunggu jemputan Pak Asep di depan gerbang kampusnya.

Sudah dua hari ini Hannah pergi ke Bandung, untuk menemani Kakek dan Neneknya yang merupakan orang tua dari almarhum Ibunya, mereka akan menjenguk keluarga mereka yang tinggal di sana.

Saat Danira tengah termenung menatap langit, ponsel milik Danira tiba-tiba saja berbunyi.

"Pak Asep!!" gumam Danira saat melihat nama yang tertera di layar ponsel jadulnya.

"Iya halo, Pak."

"Maaf ya, Non. Sepertinya hari ini saya gak bisa jemput Non."

"Ooh gitu ya, Pak. Iya gak papa, Pak. Saya bisa pulang naik taksi nanti."

"Sekali lagi maafin saya ya, Non."

"Iya gak papa, Pak."

Danira menutup panggilannya.

Rupanya Pak Asep tak bisa menjemput, karena harus pulang kampung mendadak, ada saudaranya yang meninggal kampung.

Danira bingung sendiri, ingin ke luar dari gerbang kampus untuk menunggu taksi, namun hujan sudah mulai turun.

Disaat ia tengah menimbang-nimbang untuk menembus hujan, atau menunggu hujan reda, tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di hadapannya.

"Danira!"

Arvin membuka kaca mobil tepat didepan Danira.

"Arvin!!"

"Kamu mau pulang? Bareng sama aku sekalian ya?" tawar Arvin.

Danira menatap Arvin dengan tatapan ragu, antara harus menolak atau menerima tawaran Arvin. Saat ini tubuhnya mulai merasa gemetar karena kedinginan.

"Ayo, Ra, udah mau malam, mana hujan lagi dan kampus sudah mulai sepi. Kamu gak usah khawatir, aku cuma mau nganter kamu pulang." bujuk Arvin.

Danira menatap lekat raut wajah Arvin, ia bisa melihat ada ketulusan di sana.

Hingga akhirnya Danira menganggukkan kepala, Arvin dengan cepat turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Danira.

********

********

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!