Bab 2

Danira meletakan tangannya dahi Hannah, dan leher Hannah.

"Kamu enggak panas Han, tapi kenapa bicara kamu melantur ya?" Danira mengerutkan dahi, bingung.

Hannah menghela nafas berat, lalu mengeluarkannya pelan.

"Waktumu kurang dari seminggu untuk berpikir. Kedua Nenek, dan Kakek ku sudah setuju, untuk membayar semua hutang keluargamu. Mereka juga akan membiayai pendidikanmu, dan kedua adikmu, selama kamu mau jadi Mamaku." Hannah mencoba meyakinkan Danira.

"Jadi, maksud kamu, ini beneran Han?" Danira masih belum percaya dengan apa yang diucapkan Hannah.

Hannah menganggukan kepala, lalu menggenggam jemari tangan Danira erat.

"Aku mohon, Ra. Please, bantu aku, jadilah Mamaku." Hannah memohon, dengan mata yang berkaca-kaca.

"Bantu kamu? Aku tidak mengerti, Han, Dalam hal ini, aku yang ingin kamu bantu, Kenapa sekarang kamu yang minta bantuan sama aku?" tanya Danira semakin bingung.

Matanya menatap wajah Hannah yang memelas, dengan tidak berkedip.

Menurut Danira dirinya yang seharusnya minta bantuan pada Hannah, bukan Hannah yang butuh bantuannya.

Kembali terdengar Hannah menarik nafas berat.

"Papaku, dia punya pacar namanya, Tante Dona. Aku, dan kedua Nenek Kakekku tidak suka dengan Tante Dona. Makanya kita berusa memisahkan mereka, dengan memaksa Papa untuk menikah denganmu. Aku tidak ingin Mamah yang lain. Aku maunya kamu yang jadi Mamahku."

"Tapi kenapa harus aku, Han. Masa Ibu tiri, seumuran denganmu?"

"Cuma kamu yang bisa membuat aku nyaman, dan tenang. Lagipula Kakek sama Nenek juga sudah setuju dengan hal ini."

"Tapi Papamu belum tentu setuju."

Hannah tersenyum, kata-kata Danira tadi menyiratkan kalau Danira mulai memikirkan tawarannya.

"Aku akan buat Papa setuju, bagaimanapun caranya" jawab Hannah, kembali bersemangat.

"Aku belum bilang mau, Han" goda Danira.

"Dari pada kamu menikah sama Pak Bram, sudah tua, jelek, lintah darat, jadi bini kesekian pula. Hiiy, serem." Hannah bergidik, kemudian melanjutkan.

"Lebih baik sama Papaku, ganteng, gagah, masih muda mirip Lee Min Ho pula" Hannah mulai lagi mempromosikan Papanya.

Danira tertawa, mendengar Hannah berusaha mempromosikan Papanya.

Danira belum pernah bertemu, ataupun melihat foto Papa Hannah sekalipun.

"Kalau Papa kamu secakep Lee Min Ho, bisa makan hati aku nanti, Han." Danira tertawa seakan lupa dengan masalahnya.

"Lihat saja nanti besok, kamu pasti akan jatuh cinta pada pandang pertama, sama Papaku." Hannah menggoda Danira.

"Memangnya Papamu yang akan mengambil nilai kelulusanmu besok Han?" tanya Danira.

"Ya, akan kita lihat besok, berapa cewek yang akan terpesona, begitu melihat ketampanan, seorang Hajun Lee." Kikik Hannah, Danira ikut tertawa bersamanya.

"Eeh, kamu belum jawab tawaranku." Hannah mengampit tangan Danira.

"Beri Aku waktu berpikir, Han. Aku juga harus bicara dengan Bapak, dan Ibu," jawab Danira.

Hannah mengangguk setuju.

"Aku berharap dapat jawaban secepatnya, dan kabar baik yang akan aku terima." harap Hannah.

"Semoga saja, Han." jawab Danira singkat.

***

Waktu pengumuman kelulusan tiba.

Benar apa yang dibayangkan Hannah sebelumnya, terjadi juga akhirnya.

Begitu Papanya, Hajun Lee, ke luar dari dalam mobil, semua mata memandang takjub akan ketampanan Papanya.

Papanya tinggi, putih, rambutnya hitam lebat, matanya bening kecoklatan, lengannya kokoh, dadanya bidang, bahunya tegap.

Hannah merangkul manja lengan Papanya, dengan senyum bangga menghiasi bibirnya. Mereka melangkah mendekati Danira yang datang bersama Bapaknya.

Danira merasa pipinya panas, saat ingat kata-kata Hannah tempo hari, yang mengatakan, kalau Danira akan jatuh cinta pada pandang pertama pada Papanya.

'Benar kata Hannah, Papanya ganteng bahkan lebih ganteng dari Lee Min Ho.' batin Danira.

"Hay, Danira, Bapak, apa kabar?" Hannah menjabat tangan Bapaknya Danira.

"Baik, Nak Hannah." Bapaknya Danira menyambut uluran tangan Hannah.

"Papa kenalkan, ini sahabat Hannah, Danira, dan ini Bapaknya" Hannah memperkenalkan sahabatnya pada Papanya. Hajun mengangguk, sambil menyalami Bapaknya Danira.

"Hajun!!" Ucapnya singkat, seraya tersenyum. Kemudian menyalami Danira.

"Terimakasih sudah jadi teman terbaik untuk Hannah."

Danira hanya mengangguk tanpa suara, menyambut uluran tangan Hajun.

***

Hannah dan Danira bernapas lega, mereka berdua sudah lulus SMA.

Danira diperangkat 2 sementara Hannah diperingkat 5.

Mereka berdua saling memeluk bahagia, diiringi derai air mata bahagia.

Hannah melepas pelukannya pada Danira. Lalau berbisik pelan di telinga Danira.

"Aku tunggu jawabanmu segera." bisiknya lirih.

Danira tersenyum

"Aku kira kamu sudah lupa, Han."

"Lupa? Tidak akan, An. Karena itu impianku, untuk selalu bisa dekat denganmu, bagaimana? Betulkan Papaku ganteng?" Hannah melirik Papanya yang tengah bicara dengan Bapaknya Danira, Danira mencubit pinggang Hannah gemas, membuat Hannah terpekik.

"Seandainya aku setuju, belum tentu Papamu setuju, Han." Danira menatap ke arah Hajun, dan Bapaknya.

Hannah manggut-manggut.

"Hmmm... sepertinya benar, ada yang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama." goda Hannah, sambil mengedip-ngedipkan mata ke arah Danira.

Danira memukul lengan Hannah dengan lembut.

"lissshh, sepertinya kamu akan jadi anak tiri paling menyebalkan. Aku harus berpikir jutaan kali lagi untuk jadi Mamahmu, Han." sengit Danira.

Hannah terkekeh sambil memeluk bahu Danira.

Hajun dan Bapaknya Danira mendekati ke duanya.

“Papa, ingat ya dengan janji Papa.” Hannah melepaskan pelukan di bahu Danira, lalu memeluk lengan Hajun dengan manja.

Hajun mengangguk pelan.

"Iya, kamu mau minta apa?" tanya Hajun.

"Ada deh, tapi nanti saja," jawab Hannah, masih belum mau mengatakan permintaan pada Papanya.

"Maaf Pak Hajun, Nak Hannah. Bapak pulang duluan." Pak Burhan mengulurkan tangannya pada Hajun, dan Hannah.

"Oh ya, Pak. Saya juga harus kembali ke kantor." Hajun menyambut uluran tangan Pak Burhan.

"Danira, Bapak pulang duluan ya, kasihan Ibumu sendirian menyiapkan jualan." Danira mencium punggung tangan Bapaknya.

"Iya Pak, Danira juga sebentar lagi pulang. Hati-hati ya, Pak."

Bapak Burhan mengangguk, lalu berlalu menuju parkiran mengambil motor miliknya.

"Papa, anterin aku ke rumah Danira ya. Nanti sore, baru jemput aku." Hannah menatap Papanya manja.

"Kita jalan saja, Han. Seperti biasanya." Ucap Danira.

Hajun menatap Danira, teman dekat anaknya. Hajun tidak tahu, bagaimana bisa Hannah memiliki teman seperti Danira, yang dari penampilannya bagaikan langit, dengan bumi dengan putrinya.

Putrinya hampir korea seutuhnya, dengan rambut hitam lebat, kulit putih bersih mulus, tinggi semampai. Dan bola matanya bening kecoklatan.

Sedangkan Danira, tingginya hanya sebahu Hannah, kulitnya sawo matang, rambut panjangnya hitam legam, dan kulit tangannya terasa kasar, saat tadi mereka berjabat tangan.

"Papa!" Hannah menyadarkan Hajun dari lamunan.

Danira yang sadar Hajun tengah menilainya, merasakan pipinya memerah. Pandangan mata Hajun yang seakan meremehkan dirinya, membuatnya jadi tidak enak hati.

"Oke, Papa antar kalian." jawab Hajun. Hannah bersorak kegirangan.

Rumah Danira memang tidak begitu jauh dari sekolah mereka.

Hajun ikut ke luar dari mobil, saat mereka tiba di halaman rumah Danira.

Ia tak menyangka, putri manjanya bisa betah berlama-lama di rumah yang tidak layak huni, menurut pandangan Hajun.

Di teras rumah, Pak Bram sedang memaki-maki kedua orang tua Danira.

Danira lari ke teras diiringi Hannah dan Hajun.

"Nah, ini dia calon istriku, sebentar lagi kamu akan jadi milikku, manis," Pak Bram terkekeh, tangannya berusaha menjangkau wajah Danira.

Danira berusaha menepiskan tangan Pak Bram yang ingin menyentuhnya.

"Anda sudah berjanji seminggu lagi baru kembali, bukan? Kenapa anda datang hari ini?" Tanya Danira dengan nada marah.

"Aku hanya ingin melihatmu, Manis," jawab Pak Bram, sambil kembali ingin meraih wajah Danira.

Tiba-tiba, Hajun menarik tangan Pak Bram yang ingin menyentuh wajah Danira.

"Sebaiknya anda pergi!" Pandangan Hajun, menatap tajam Pak Bram.

Pak Bram menepiskan tangan Hajun dengan kasar, dibalas tatapan Hajun yang masih tajam.

"Anda jangan ikut campur, ini urusan saya! Hmmm baiklah, hari ini saya akan pergi. Tapi ingat, beberapa hari lagi, saya akan kembali." Pak Bram melangkah ke luar dari teras diiringi dua anak buahnya.

Hajun menatap Danira dan keluarganya, ia ingin meminta penjelasan atas apa yang barusan terjadi tadi.

"Han, sebaiknya kamu ajak Papamu pulang ya." Danira mendekati Hannah.

Hannah menatap mata Danira, ada kesedihan yang dalam di sana.

Hannah mengangguk.

"Telpon aku kalau ada apa-apa ya, Ran." mohon Hannah. Danira mengangguk.

Hannah mengajak Papanya pamitan, lalu pergi meninggalkan rumah Danira.

Menyisakan pertanyaan di dalam hati Hajun, tentang apa yang baru saja terjadi di depannya tadi.

'Ada apa dengan keluarga Danira? istrinya?

Sungguh tidak pantas orang setua itu ingin menikahi bocah ingusan seperti Danira.'

Hajun meremas setir mobil dengan kuat. Ada kemarahan di dalam hatinya. Ia merasa marah, karena sahabat putrinya diperlakukan tidak senonoh seperti tadi.

Hajun yakin, jika Danira terluka, maka Hannah juga pasti merasakan sakit yang sama.

Hannah yang duduk di sebelah Papanya terus memperhatikan gerak gerik, dan mimik wajah Papanya.

Hannah berusaha tersenyum, ia yakin Papanya pasti sedang memikirkan kejadian di rumah Danira tadi.

'Hmmm... baguslah, kalau nama Danira sudah mulai masuk ke dalam pikiran Papanya.' batin Hannah senang.

*********

*********

Terpopuler

Comments

N Wage

N Wage

lanjut baca

2024-10-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!