Hannah, dan Danira sarapan berdua, karena Hajun belum bangun. Kata bibi, Hajun jam tiga dinihari baru sampai di rumah.
Hannah bersiap akan berangkat ke rumah neneknya bersama Shaka. Danira yang diajak menolak untuk ikut,
ia sedang datang bulan dihari pertama katanya, jadi malas ke mana-mana.
Danira menatap Hannah yang tengah memoleskan riasan di wajahnya.
"Han ... Hannah!" suara Hajun memanggil dari luar pintu.
Hannah membuka pintu, ia melihat Hajun bertelanjang dada, hanya memakai celana pendek berdiri di depannya dengan rambut Papanya yang agak basah.
"Ada apa, Pa?"
"Kamu mau pergi ke mana?" tanya Hajun.
"Mau ke rumah Nenek sama Shaka. Memang Papa ada perlu sama aku ya?" tanya Hannah.
"Tadinya Papa mau minta tolong kamu kerokin punggung Papa. Papa kayanya masuk angin, tapi kalau kamu mau pergi, tak apa pergi saja. Nanti biar Papa hubungi Tante Dona saja." ucap Hajun.
"Eeh, jangan!. Minta kerokin sama Danira saja. Papa tunggu di kamar, biar aku nanti yang kasih tahu Danira."
Hajun mengangguk, ia berjalan kembali ke kamarnya.
"Ra, tolong bantu kerokin punggungnya Papa ya." Ucap Hannah pada Danira yang masih duduk di atas ranjang Hannah.
Danira berdiri dari duduknya. "Oppa korea, kerokan? Nggak salah?" Tanya Danira kaget, membuat Hannah tertawa.
"Papaku... wajahnya, bodynya, darahnya, boleh korea, tapi hatinya... Indonesia banget." jawab Hannah.
Hannah menyerahkan minyak angin dan uang logam yang diambil dari laci meja rias pada Danira.
"Ayah sudah menunggu di kamarnya." Hannah mengedipkan sebelah mata pada Danira.
Danira mencubit pipi Hannah. "Apa? Aku lagi halangan, kamu harus lebih sabar lagi buat dapat adik." Danira terkekeh sambil meninggalkan Hannah yang juga tertawa.
Hannah berharap, mereka akan selalu tertawa bahagia bersama.
Danira mengetuk kamar Hajun.
"Masuk" suara Hajun terdengar pelan.
Danira membuka pintu, dilihatnya Hajun tengkurap tanpa baju, hanya bercelana pendek.
"Om!"
"Jangan suruh aku pakai baju. Kalau aku pakai baju, bagaimana kamu bisa ngerok punggungku!"
"Iya, Om" Danira duduk di tepi ranjang.
Ia mulai mengesekan koin logam itu di punggung Hajun. Punggung putih Hajun terlihat kontras dengan bekas kerikan yang merah tua.
Hajun memejamkan mata. Merasakan sedikit sakit dari uang logam, dan rasa panas dari minyak kerikan.
"Sudah, Om." Danira menutup botol minyak kerikan.
Hajun membuka mata dan ia membalikan badannya. Lalu ia tarik tangan Danira, sampai badan Danira jatuh menindih tubuhnya. Hajun membawa tubuh Danira berguling, hingga Danira kini di bawahnya.
"Om... katanya sakit, kok... ehmmp...." Bibir Hajun sudah menyumpal mulut Danira sebelum Danira selesai bicara.
Tanpa bicara sepatah katapun, Hajun mulai membuka baju Danira.
Saat Hajun melepaskan bibirnya dari mulut Danira dan berpindah menciumi lehernya, Danira seketika tersadar, mereka tidak boleh melakukannya sekarang.
"Om... Om, jangan sekarang, Om. Tidak bisa, nggak boleh...." Danira berusaha mendorong dada Hajun yang menghimpit dadanya.
Hajun mengangkat kepala dari leher Danira. Matanya sayu menatap Danira.
Danira membisikan sesuatu di telinga Hajun
"Ya ampun.... Bocah kecil dekil ini bisa membuatku senewen lama-lama." batin Hajun.
Hajun berguling lagi sambil membawa tubuh Danira. Danira kini yang menindih tubuh Hajun.
"Maaf ya, Om." ucap Danira sambil agak malu mengecup bibir Hajun.
Hajun menahan tengkuk Danira. Bibirnya dengan rakus mencium bibir Danira dan Hajun memasukan lidahnya ke dalam mulut Danira.
Ia baru melepaskan ciuman saat mereka berdua terengah karena hampir kehabisan napas. Hingga akhirnya Danira menjatuhkan kepalanya ke atas bahu Hajun.
"Hukumanmu... karena malam tadi menghabiskan malam dengan Arvin!" Ucap Hajun.
Danira mengangkat kepalanya lalu menatap wajah Hajun.
"Om tahu?!" tanya Danira terkejut.
"Tentu saja tau, dinding rumah ini yang memberitahuku." jawab Hajun.
Danira menatap Hajun bingung, sementara Hajun terbahak melihat tatapan mata Danira, juga ekspresi wajahnya yang kebingungan.
"Lupakanlah... yang pasti, apapun yang kamu lakukan di rumah ini, aku pasti tahu!" ucap Hajun lagi.
"Hmmm... kalau di luar rumah bebas dong!" kata Danira
"Jangan berani coba-coba, Nyonya Lee, karena hukumanmu akan lebih mengerikan dari ini." ancam Hajun, tangannya makin erat memeluk pinggang dan punggung Danira.
Danira merasa berbunga mendengar kata Nyonya Lee yang diucapkan Hajun.
***
"Pa, nanti sore kami mau nonton, boleh ya?" tanya Hannah.
Hajun yang sedang serius dengan laptop di ruang kerjanya, hanya mengangguk saja.
Beberapa minggu ini, Hajun memang sangat sibuk, karena perusahaannya sedang membuka cabang di beberapa kota. Bahkan Hajun jadi harus sering ke luar kota.
"Terima kasih, Pa. Papa nggak ke kantor?"
"Sebentar lagi." jawab Hajun, dengan tatapan masih fokus pada laptopnya.
Hannah tahu, Papanya sedang tidak bisa diganggu. Lalu ia ke luar dari ruang kerja Papanya.
Ia menemui Danira yang membantu Bibi membersihkan bekas sarapan.
"Papa udah kasih kita ijin nonton nanti sore."
"Yang benar?" tanya Danira sambil menatap Hannah. Kepala Hannah mengangguk. "Swear!" Hannah mengangkat dua jarinya, sambil tertawa.
***
Sore harinya Shaka, datang menjemput Hannah dan Danira. Ada Arvin yang ikut bersamanya.
"Eeh ada Arvin juga...." sapa Hannah.
"Iya, Han, nggak apa kalau Arvin ikutkan, Danira ikut juga?"
Hannah dan Danira saling pandang. "Nggak apa, ayolah kita berangkat sekarang." Ucap Hannah.
Hannah berpikir tidak mungkin juga nanti mereka bertemu Papanya. Karena Papanya lagi sibuk, tidak mungkin pergi jalan-jalan.
Tapi, ternyata pikiran Hannah salah. Hajun tengah berbicara dengan Dona via telpon.
"Okelah, kita nonton, aku lagi butuh refreshing juga. Sudah beberapa minggu lembur terus. Kita nanti bertemu di sana saja. Terlalu jauh kalau aku jemput kamu dulu." Hajun mengiyakan ajakan nonton dari Dona.
***
Selesai nonton, Hannah, Danira, Shaka, dan Arvin berniat mencari makan. Ketika mereka melihat Hajun, dan Dona juga berada di parkiran Restoran yang sama.
"Papa!"
"Om!"
Dona dan Hajun mendekat. Mata Hajun menatap tajam Danira. Danira merasa tidak enak, apalagi Arvin berdiri begitu dekat dengannya.
"Kalian di sini juga? Wah double date nih!" sapa Dona.
"Plus Om dan Tante, jadi triple date." goda Arvin.
Hannah dan Danira saling pandang. Mereka tidak menyangka akan bertemu Hajun dan Dona.
Danira berusaha membuat ekspresi wajahnyanya sedatar mungkin, agar tidak terbaca perasaan sakit di dalam hatinya.
"Kalian mau makan juga, ayo kita gabung saja." Dona berusaha akrab dengan mereka.
"Tante yang traktir nih?" tanya Arvin sambil tertawa.
"Oke!" jawab Dona juga tertawa, sambil menggandeng tangan Hajun.
Hannah dan Danira kembali saling pandang. Mata mereka seakan saling berbicara.
"Kita mainkan permainannya."
Mereka berdua tersenyum sambil mengedipkan mata.
Arvin membawa jari Danira ke dalam genggamannya. Ia menggandeng Danira masuk ke dalam, mengikuti Hajun dan Dona, juga Hannah, dan Shaka.
Danira berpikir, dia dan Arvin sudah sepakat kalau mereka hanya berteman. Jadi anggap saja ini gandengan seorang teman.
Berempat, Hannah, dan Shaka. Danira, dan Arvin menghadapi hidangan di atas meja. Sedang Dona dan Hajun di meja depan mereka.
Dona terlihat bersikap sangat mesra pada Hajun. Membuat Hannah merasa ingin muntah melihatnya.
Sedangkan Danira tidak mau mengarahkan pandangan ke arah Hajun dan Dona. Danira lebih suka menatap wajah tampan Arvin. Mereka berbincang dan sesekali tertawa.
"Kita pulang yuk!" ajak Hannah.
"Jalan-jalan dulu ya, belum terlalu malam juga." Usul Shaka.
"Gimana, Ra? Kita jalan-jalan dulu, mau ya, Vin?" tanya Hannah.
Ia sengaja mengeraskan suaranya, biar Papanya bisa mendengar perkataannya. Danira dan Arvin mengangguk bersamaan.
"Tidak boleh!" Tiba-tiba Hajun sudah berdiri di hadapan mereka.
"Kita pulang sekarang!" tangan Hajun mencekal lengan Danira.
"Tapi Pa, aku sama Shaka mau jalan-jalan dulu." rajuk Hannah manja.
"Oke, kamu dan Shaka boleh pergi, tapi jangan lama-lama. Shaka, Om percaya sama kamu, pergilah!"
"Iya Om, makasih." Ucap Shaka seraya menganggukan kepala.
"Makasih, Pa!" Hannah mencium pipi Papanya. Lalu ia mendekati Danira.
"Duluan ya, Mam. Kuatkan lahir dan batin untuk menerima hukuman dari Papa." Hannah berbisik di telinga Danira.
Mata Danira melotot ke arah Hannah, Hannah hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya.
"Duluan ya semua!" Ucap Hannah sambil menarik tangan Shaka.
************
************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments