Eps 4

Hannah menatap Danira yang kini tengah berdiri di hadapannya, dengan senyum yang menghiasi bibir indahnya.

Hannah menatap haru Danira yang menggunakan kebaya berwarna putih tulang, dengan tampilan cukup mewah, dan membentuk lekuk tubuh indah Danira.

Akad nikah telah selesai digelar disalah satu gedung, yang terletak tak jauh dari rumah Danira. Selesai menggelar akad , Danira langsung dibawa pulang ke rumah Hannah.

Kedua orang tua, dan Adik Danira, melepaskan kepergian Danira untuk mengikuti suaminya, dengan pelukan haru, dan doa, agar Danira bahagia.

Lee menyetir sendiri mobilnya, dengan Danira yang duduk di sampingnya.

Sedangkan Hannah tidak mau ikut naik satu mobil dengan Papanya dan Danira. Hannah memilih untuk menaiki mobil lainnya.

Danira duduk tak bergerak, ia bersandar pada jok mobil, Matanya lurus menatap ke depan.

Rasa sungkan, dan sedikit takut tengah menyergap perasaannya.

Ingin sekali Danira melirik ke arah wajah Papa temannya, yang kini sudah resmi menjadi suaminya.

Tapi, ia takut akan bertemu tatap dengan Hajun

Danira hanya bisa meremas jemari di atas pangkuannya.

Hajun melirik Danira sekilas.

"Lumayan cantik lah dia hari ini, tidak terlihat terlalu dekil seperti biasanya" batin Hajun.

Sesampainya di rumah, Hajun ke luar dari mobil diikuti Danira, yang juga langsung membuka pintu mobil, dan segera turun.

Pelayan dirumah Hajun menyambut kedatangan mereka, dengan senyum menghias bibir tuanya. Hajun menyerahkan tas Danira yang diambilnya dari bagasi pada pelayan.

"Simpan di kamar yang sudah aku minta bersihkan kemarin." perintah Hajun.

Bibi mengangguk, dan langsung masuk ke dalam rumah.

Hajun menatap ke arah Danira.

"Kita perlu bicara, sekarang kamu ikut aku ke ruang kerja!" Pinta Hajun.

Danira menganggukkan kepala, ada perasaan takut di dalam hatinya. Danira mengikuti langkah Hajun yang menuju ruang kerja Hajun.

Usai Danira masuk, Hajun mengunci pintu ruang kerjanya, dan mempersilahkan Danira untuk duduk disalah satu sofa yang ada di sana.

Hajun duduk di hadapan Danira, sementara Danira menundukkan wajahnya dan tak berani menatap wajah Hajun.

"Aku akan memperjelas hubungan kita. Seperti yang kamu tahu, pernikahan ini atas dasar keinginan anakku, aku akan tetap memberimu nafkah, memenuhi semua kebutuhan kamu, begitu juga dengan keluargamu. Tapi untuk masalah perasaan, aku minta maaf, aku hanya bisa menganggapmu sebagai teman baik anakku. Aku harap kamu paham dengan hal ini." Ucap Hajun menjelaskan.

Danira tetap diam diposisinya, hanya kepalanya yang tertunduk, terlihat mengangguk.

"Sebenarnya Om Hajun tidak perlu menjelaskan, karena aku juga tahu Om Hajun pasti punya pilihan sendiri." gumam Danira dalam hati.

Hajun membuka laci meja kerjanya, Ia mengambil sesuatu dari sana, lalu barang yang diambilnya diletakan di atas meja di hadapan Danira.

Ada kartu ATM dan kartu kredit yang diletakan Hajun di atas meja.

"Pakailah ini, kamu bisa menggunakannya sesuka hatimu." Ucap Hajun.

Danira mengangkat kepala, matanya menatap Hajun tanpa ekspresi.

"Maaf Om, saya kira apa yang sudah Om berikan untuk keluarga saya sudah lebih dari cukup. Saya tidak memerlukan ini." Danira mendorong kedua kartu itu ke arah Hajun.

Hajun menghela nafas berat, Ia tidak menyangka Danira akan menolak pemberiannya.

"Memang ada ya zaman sekarang, gadis seusia Danira menolak diberi kartu ATM, dan kartu kredit...

hhh... satu berbanding seribu sepertinya...."

"Ambil, dan simpanlah. Terserah mau kamu gunakan, atau tidak. Soal kuliahmu dan Hannah semua sudah diurus oleh orangku." Hajun menyerahkan kedua kartu itu langsung ke tangan Danira.

Danira akhirnya terpaksa menerimanya, karena ia sudah mendengar helaan nafas bernada kesal dari Hajun.

"Ada lagi yang ingin Om katakan, kalau tidak, bisa saya tahu di kamar mana saya harus tidur?" Danira berdiri dari duduknya.

"Saya kira cukup untuk saat ini." Hajun berjalan menuju pintu, ia membukakan pintu untuk Danira.

Hajun terperanjat kaget, saat melihat kehadiran Hannah yang berdiri tepat di depan pintu ruangan kerjanya.

Hannah nyengir kuda ke arah Papanya.

Hajun hanya menghela nafas melihat kelakuan Putri tersayangnya.

"Han, antarkan Danira ke kamarnya." pinta Hajun pada putrinya.

"Siap Pa." jawabnya cepat.

Tanpa disuruh dua kali, Hannah menarik tangan Danira menuju kamar atas.

"Ayo, Ra, aku antar ke kamarmu."

Danira melangkah mengikuti Hannah naik ke lantai atas.

Hannah membuka salah satu pintu dari empat pintu kamar, yang ada di lantai atas.

"Ini kamarmu, Ra. Di sebelah itu kamarku, di seberang kamarmu, kamarnya Papa. Di sebelahnya ada kamar tidur untuk tamu." cerocos Hannah memberitahukan tentang kamar-kamar yang ada di lantai atas.

Danira mengikuti Hannah memasuki kamar yang disebut Hannah sebagai kamarnya. Ada kelegaan di dalam hatinya, karena ia punya kamar sendiri, bukan sekamar dengan Hajun.

"Eh... Om Hajun kan tidak tertarik sama sekali kepadaku, pernikahan inikan cuma untuk menyenangkan hati Hannah... hhh...."

Danira jadi malu sendiri di dalam hatinya, karena sempat merasa takut akan tidur satu kamar dengan Hajun.

Setelah di dalam kamar, Hannah membuka lemari pakaian dengan empat pintu yang ada di kamar itu.

"Ini baju... underwear, sepatu, tas, dan semuanya, aku yang pilihkan buat kamu, Ra, Semoga kamu suka ya."

Danira memeluk Hannah.

"Ini terlalu berlebihan Han... tadi Papamu juga memberikan ini untukku." Danira memperlihatkan dua keping kartu yang diberikan Hajun padanya tadi.

Hannah tertawa "Ayo aku bantu melepas pakaianmu ini dan juga wajahmu harus dibersihkan dari riasan"  Hannah menarik Danira agar duduk di tepi ranjang.

"Tadinya aku protes sama Papa, karena kamu dan Papa tidur terpisah, tapi Papa bilang kalian perlu saling mengenal dulu, kupikir ada benarnya juga, Ra." cerocos Hannah sambil membantu membuka riasan yang ada di atas kepala Danira.

Wajah Danira jadi merah merona mendengar celoteh sahabatnya, yang sekarang sudah resmi menjadi anak tirinya itu.

"Papa bilang kita sudah mulai masuk kuliah minggu depan, Ra. Aku sudah tidak sabar ingin cepet-cepet masuk kuliah." suara Hannah terdengar sangat gembira.

Danira hanya tersenyum saja, dulu baginya bisa merasakan duduk dibangku kuliah hanyalah mimpi, yang mungkin tidak akan pernah menjadi kenyataan, tapi takdir Allah menuntunnya ke jalan ini.

Danira berharap mendapatkan yang terbaik dari jalan yang sudah dipilihnya sendiri.

Usai melepas semua riasan di atas kepala dan wajah Danira, Hannah meminta Danira segera mandi.

"Kamu mandi deh, Ra. Habis mandi baru istirahat, nanti aku bangunkan kalau waktunya shalat Ashar." Hannah berdiri dari duduknya lalu melangkah menuju pintu.

"Selamat istirahat ya Mam." goda Hannah seraya mengedipkan sebelah matanya sambil menutup pintu.

Mata Danira melotot ke arahnya, membuat tawa Hannah pecah seketika.

Cepat Hannah menutup pintu sebelum Danira melemparkan bantal di tangan Danira ke arahnya.

Sesaat masih terdengar jelas suara tawa yang ditinggalkannya.

Setelah Hannah meninggalkan kamar, Danira segera melepas kebaya, dan kainnya lalu melangkah masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Seminggu setelah menikah, Hajun ditugaskan perusahaan untuk ke luar negeri beberapa minggu.

Hannah dan Danira menghabiskan waktu mereka sebelum masuk kuliah dengan berjalan-jalan ke toko buku, ke salon, nonton dan jalan-jalan di mall. Mereka mengajak juga kedua adik Danira.

Setelah memulai kuliah mereka disibukan dengan pelajaran mereka. Ternyata Di kampus tempat mereka kuliah, banyak juga alumni dari sekolah mereka di SMA dulu.

Melihat penampilan Danira yang sekarang, mereka tidak lagi menjauhi Danira. Hannah mengatakan kepada teman-temannya, Danira kini tinggal bersamanya, untuk menemani Hannah yang sering ditinggal ke luar negeri oleh Papanya.

***

Hajun dan Hannah baru saja pulang lari pagi dihari minggu yang cerah. Danira yang enggan ikut lari lebih memilih menyiapkan sarapan di dapur karena, Bibi sedang ijin tiga hari, untuk pulang kampung, untuk menghadiri acara saudaranya yang menikah.

Danira tidak ikut jogging juga sebenarnya karena ingin memberi waktu berdua untuk Hajun dan Hannah yang sudah beberapa minggu tidak bertemu.

Hajun memperhatikan tangan terampil Danira yang tengah menyiapkan sarapan untuk mereka di atas meja makan.

Tangan mungilnya terlihat gesit, lincah, dan sedikit berbeda.

"Tangan itu tidak lagi sedekil dulu." gumam Hajun dalam hati.

Mata Hajun beralih ke wajah Danira, wajah imut kekanakannya kini terlihat lebih bersih, tidak seperti saat pertama mereka berjumpa.

Tapi, tetap saja bagi Hajun tidak ada yang istimewa dari Danira, kecuali rambut hitam lurus panjang, dan leher jenjangnya yang terlihat mulus meski tidak seputih leher Hannah.

Setelah selesai menata sarapan di atas meja, tangan Danira bergerak menggelung asal rambutnya keatas dan semakin memperlihatkan leher jenjangnya.

"Om mau kopi, teh, atau yang lain?" suara Danira menyadarkan lamunan Hajun, dari rasa terpana.

"Kopi saja," jawab Hajun singkat.

Hannah masuk ke ruang makan, tampaknya ia sudah mandi.

"Han, kamu ingin minum apa?" tanya Danira lembut.

"Coklat hangat saja." jawab Hannah.

"Kamu mau ke mana, Sayang, pagi-pagi sudah rapi?" tanya Hajun pada Hannah.

"Aku ada janji sama teman Pa. Mau jalan-jalan, bolehkan?" Tanya Hannah dengan suara manjanya.

Danira mengerutkan keningnya mendengar jawaban Hannah.

"Aku gak dikasih tahu kalau kamu mau jalan-jalan, Han. Sama siapa saja?" tanya Danira penasaran, sambil menyuap nasi goreng ke mulutnya.

"Baru tadi malam mereka ngajak aku pergi, Ra. Aku sengaja tidak mengajak kamu, karena Papa baru pulang, pasti kalian masih saling merindukan." goda Hannah.

"Uhukk... uhuukk." godaan Hannah membuat Danira tersedak nasi goreng yang sedang dimakannya, sampai matanya berair.

Hajun yang ada didekatnya mendekatkan bibir gelas, berisi air putih ke mulut Danira.

Mata Hajun melotot gusar ke arah Putrinya.

"Kalau menggoda orang lihat-lihat dulu, Han." Ucapnya bernada marah.

"Iya... maaf!!" sesal Hannah.

Danira yang terus-terusan batuk, karena tersedak, berdiri menuju tempat cuci piring karena Ia jadi merasa ingin muntah.

Hajun mengikutinya ke dapur, dan mulai mengusap punggung Danira lembut. Danira merasakan sentuhan tangan Hajun seakan tembus, melewati pakaiannya hingga ia merasakan sentuhan itu sampai ke kulitnya.

"Maafkan aku ya, Ra, Aku tidak bermaksud....." lirih Hannah yang merasa bersalah.

Danira melambaikan tangannya, seolah berkata dia tidak apa-apa.

Batuk Danira tidak juga mau berhenti, Danira merasa ada sesuatu yang seperti menggelitik di tenggorokannya.

Wajah Danira sudah merah padam, air mata membasahi pipinya, dada, dan perutnya terasa sakit.

Hajun memberinya minum air hangat, dan setelah meminum air hangat, batuk Danira mulai berkurang.

Hajun menuntunnya untuk duduk di ruang tengah.

"Ra... maafın aku ya ...."

"Tidak apa-apa, Han. Aku tadi cuma keselek saja, tapi karena ada yang nyangkut di tenggorokan, makanya jadi batuk," jawab Danira.

Tiba-tiba saja terdengar suara ponsel Hannah berbunyi.

Hannah seperti ingin membatalkan janji jalan-jalannya, karena rasa bersalah nya terhadap Danira.

"Pergilah, biar Papa yang akan menjaga Danira." Ucap Hajun.

Hannah dan Danira sama terkejutnya, mereka saling pandang tapi tentu saja arti pandangan mereka berbeda.

Danira dengan pandangan anehnya.

Hannah dengan pandangan menggodanya.

Danira melotot ke arah Hannah, seakan berkata jangan berpikir yang tidak-tidak dengan ucapan Hajun barusan.

Hannah tersenyum seraya mengangkat kedua bahunya, dan mengedipkan matanya menggoda.

Hajun menatap keduanya, Ia bisa melihat, meski tanpa kata Hannah dan Danira bisa memahami satu sama lain hanya lewat tatapan mata mereka saja.

********

********

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!