Eps 13

Danira membuka mata lagi, baru disadarinya, seseorang menggenggam jemarinya.

"Om Hajun!! Mulai sekarang aku akan berjuang untuk cintaku padamu, Om. Aku tidak peduli ada tante Dona yang mungkin akan jadi penghalang. Sekarang pernikahan ini bukan cuma keinginan Hannah, tapi juga sudah jadi keinginanku. Akan kubuat kamu mengerti cinta tak mengenal usia. Kamu harus tahu, Om. AKU MENCINTAIMU. Meski mungkin aku takkan sanggup mengatakan ini di depanmu."

Hajun yanga merasakan jari Danira bergerak dengan cepat mengangkat kepalanya lalu ia pandang wajah pucat Danira.

"Danira..." Hajun bingung harus berkata apa.

"Om... maaf sudah merepotkan."

"Aku yang harus minta maaf karena tidak becus menjagamu, maafkan aku Danira. Kamu sakit, kenapa tidak memberitahuku?" tanya Hajun

"Aku mau memberitahu, Om. Tapi aku malah pingsan sebelum ke luar kamar." Danira terpaksa berbohong.

"Hannah terus menangis, sampai akhirnya tertidur."

"Hannah... sudah pulang?" Danira pura-pura tidak tahu.

Hajun mengangguk, ia menunjuk Hannah yang tertidur di atas sofa rumah sakit.

Danira berusaha bangun, tapi Hajun menahan tubuhnya.

"Kamu mau apa?"

"Aku haus, Om. Mau ambil minum." jawab Danira.

Hajun mengambil air mineral di atas meja. Danira meminum air yang disodorkan Hajun, lalu kembali berbaring.

"Aku belum memberitahu orang tuamu, aku tidak mau membuat mereka cemas malam-malam begini, aku akan menghubungi mereka besok pagi saja."kata Hajun

Danira menggeleng pelan. "Tidak usah, Om, aku merasa baik-baik saja." kata Danira.

"Bagaimana bisa kamu baik saja, Kamu pingsan. Aku tidak tahu apa yang membuatmu seperti ini. Tapi, sungguh aku merasa sangat bersalah karena sudah teledor menjagamu." Hajun memandang Danira dengan raut muka menyesal.

"Om jangan bicara begitu, Om. Aku ini bukan anak-anak lagi yang harus dijaga terus."

"Aku ini istrimu, Om, yang harus Om cintai. Pandanglah aku sebagai seorang wanita, jangan melihatku sebagai seoarang anak kecil." Teriak Danira, di dalam hatinya.

"Tapi kamu tanggung jawabku, Danira." Suara Hajun menyadarkan Danira dari lamunannya.

"Ya sudah! Terserah Om saja." sahut Danira kesal, lalu menutup matanya. Ia berbalik memunggungi Hajun.

"Maaf... harusnya aku tidak mengajakmu berdebat disaat kamu masih sakit." Hajun tidak enak hati, karena membuat Danira kesal.

Danira hanya diam saja.

"Danira...." Hajun meraih bahu Danira, ia ingin membalikan badan Danira, agar menghadap ke arahnya.

"Aku masih pusing, Om. Boleh aku tidur lagi?"

Hajun mengangguk lirih. "Iya, tidurlah." jawab Hajun.

Danira berbalik lagi, ia pura-pura tidur.

Hajun memandang punggung Danira.

"Betapa inginnya aku memeluk tubuh mungilmu, Danira. Tapi aku tidak boleh egois, aku bukanlah masa depanmu. Danira, Perjalananmu masih panjang, kamu perlu seorang pria muda yang bisa menjaga dan melindungi, bukan lelaki yang sudah berumur seperti aku. Meski aku akui, betapa ingin aku teriakan. AKU MENCINTAIMU!

Ya, lelaki tua ini yang sudah menikahimu, atas keinginan anaknya, yang sudah mengatakan akan menganggapmu hanya sebagai sahabat putrinya di malam pertama pernikahan.... Sekarang harus mengakui, jatuh cinta pada gadis kecil, hitam dekil ini."

***

Hajun terpaksa menunda keinginannya untuk mengatakan pada Danira, keputusan untuk menceraikan Danira. Setidaknya sampai Danira benar-benar sehat.

Empat hari di rumah sakit, Danira setiap hari minta pulang. Hari keenam, akhirnya Danira diijinkan pulang juga.

Pak Ujang menyetir dengan kecepatan sedang. Hannah terpaksa tidak ikut menjemput, karena harus kuliah.

Hajun memandang Danira yang memejamkan matanya.

Kepala Danira bersandar di lengan Hajun. Hajun merasa akhir-akhir ini Danira jadi sedikit manja dan lebih ekspresif, wajahnya tidak lagi datar seperti biasanya.

Tiba di rumah, Hajun turun diikuti Danira. Tiba-tiba Hajun mengangkat tubuh Danira, ia membopong Danira dalam pelukannya.

"Om turunkan, malu dilihat Pak Asep sama Bibi!" Wajah Danira memerah.

Pak Asep, dan bibi saling pandang, lalu saling melempar senyuman.

"Badanmu kan masih lemas, aku takut kamu jatuh." Tiba di dalam kamar Danira, dibaringkannya Danira di atas ranjang.

Danira hendak bangun, karena ada panggilan yang tak bisa ditunda lagi.

"Mau apa?" tanya Hajun

"Mau ke kamar mandi." jawab Danira

"Ngapain?" tanya Hajun

"Ngapain? Kalau ke kamar mandi orang biasanya mau ngapain? Mau pipis lah!" jawab Danira

"Ooh... aku kira mau mandi."

"Memang kalau aku mau mandi, Om mau mandiin aku, begitu?" tanya Danira. Di dalam hati, sebenarnya Danira malu karena terkesan menggoda Hajun.

Tapi ini bagian dari perjuangan cinta untuk mendapatkan hati suaminya.

Apapun yang mereka lakukan sudah halal tentunya. Danira menatap Hajun yang memicingkan mata saat menatapnya.

"Sejak kapan kamu pintar menggoda, Danira?" tanya Hajun.

Danira tidak menjawab, cepat ia masuk ke dalam kamar mandi, sebelum kebelet. Lalu ditutupnya pintu kamar mandi.

"Sejak aku tahu, cintaku cuma buat Om" jawab Danira dalam hati

Danira ke luar dari kamar mandi. Namun, Hajun tiba-tiba saja merangkul pinggangnya, dan menuntun tangannya.

"Om, aku sudah sehat, sebaiknya Om pergi ke kantor!" Ucap Danira setelah duduk di tepi ranjang.

"Benar tidak apa aku tinggal?" tanya Hajun.

Kepala Danira mengangguk "Iya enggak apa."

"Ya sudah, aku pergi ke kantor. Kalau ada apa-apa hubungi aku ya."

Kepala Danira kembali mengangguk.

Lalu Danira berdiri, ia berjinjit di atas kedua kakinya. Lalu dikecupnya pipi kanan Hajun.

"Terima kasih, Om... untuk semuanya," katanya.

Hajun sama sekali tidak bergerak, pria itu seolah tersihir oleh kecupan Danira di pipinya.

Ini pertama kali Danira menciumnya, atas inisiatif Danira sendiri.

"Om... Om, mau lagi ya?" goda Danira.

"Ya Tuhan!! Anak ini... kenapa sekarang jadi pinter menggoda." batin Hajun

Karena Hajun tidak menjawab sama sekali. Danira kembali berjinjit di atas kedua kakinya, ia mengecup pipi kiri Hajun. Hajun tidak bisa lagi menahan perasaannya, ditarik pinggang Danira. Ditahan wajah Danira dengan memegang dagunya.

Bibir Hajun seolah ingin memakan habis Bibir Danira. Lidahnya sudah masuk saja ke dalam mulut Danira.

Kali ini, Danira membalas ciuman Hajun tak kalah agresifnya.

Kedua tangan Danira menelusup masuk ke balik kemeja Hajun, telapak tangannya mengusap punggung Hajun.

Hajun sendiri tangannya mulai membuka kancing baju Danira.

Bibirnya menjelajahi leher dan pundak Danira. Meninggalkan bekas kecupan di sana. Danira menggigit bibirnya. Menikmati sensasi yang dirasakan. Kedua tangannya kuat memeluk punggung Hajun.

Tok... tok... tok

"Tuan, Non ... makan siang sudah siap." suara bibi menyadarkan mereka. Hajun melepaskan ciumannya

"Ya, Bi, sebentar kami turun," jawab Hajun sambil menyentuh bekas ciuman di bibir Danira dengan jarinya.

Ia mengancingkan lagi baju Danira lalau ditariknya kepala Danira ke dalam pelukannya.

"Danira... aku mau kamu bahagia. Aku mau kamu mendapatkan yang terbaik dalam hidupmu. Apapun yang terjadi nanti, semua karena aku ingin kamu mendapatkan dua hal itu." ucap Hajun.

Tangannya membelai lembut rambut Danira. Danira melepaskan pelukan Hajun.

"Aku tidak paham apa maksud ucapan, Om." Mata Danira memandang mata Hajun.

"Suatu saat nanti kamu pasti akan tahu." jawab Hajun.

Hajun merapikan kemejanya yang acak-acakan karena tangan Danira.

"Ngak bisa sekarang saja ya, Om memberi tahunya?" tanya Danira manja.

"Sekarang saatnya kita makan siang. setelah itu baru aku kembali ke kantor," jawab Hajun sambil membuka pintu kamar. Wajah Danira langsung cemberut

"Aku bopong, atau jalan sendiri?" tanya Hajun

"Jalan sendiri saja!" jawab Danira bernada ketus. Tapi terlambat, Hajun sudah lebih dulu membopongnya.

"Turunkan, Om, malu!"

"Iya nanti, kalau sudah sampai di ruang makan baru aku turunkan." Jawab Hajun.

Setelah makan siang, Hajun kembali ke kantornya. Di dalam kamar, Danira meraih kaos berleher tinggi dari lemari untuk menutupi bekas kecupan Hajun di lehernya.

Danira tidak mau jadi bahan godaan Hannah. Kalau Hannah melihat bekas kecupan di lehernya, bisa dipastikan, tidak akan ada habisnya dia menggoda.

Hannah ternyata pulang bersama Shaka, dan Arvin. Mereka ingin menengok Danira. Saat masih di rumah sakit, Hannah tidak mengijinkan mereka datang. Mereka duduk berempat di teras samping. Arvin terus mengamati wajah pucat Danira.

"Kamu benar sudah sehat Danira? Mukamu kelihatan masih pucat."

***********

************

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!