Pertemuan kedua

"Bagaimana hari ini, Laura? Lancar ngelamar kerjanya?" tanya Puspita setelah mereka selesai makan malam.

"Hehehe ... belum, Bu. Seperti biasa sesusah ini nyari kerja."

Laura duduk di samping Puspita, hari ini Indra juga tidak datang ke rumah orangtuanya. Karena jarak rumah sakit dengan rumah Indra jauh lebih dekat makanya Indra lebih sering ke rumahnya sendiri.

"Sudah Ibu bilang kamu kerja dengan ayahnya Indra saja. Bukan Ibu tidak percaya akan kemampuan kamu, Sayang. Hanya saja ya beginilah keadaan di negara kita ini," tutur Puspita.

Hatinya tidak tega jika membayangkan tubuh kecil Laura harus kesana kemari, untuk mencari kerja.

Raut kekhawatiran tergambar jelas di wajah Puspita. Perempuan berusia 45 tahun itu tidak bisa menutupi kegundahan hatinya.

"Bu, saya baik-baik saja. Seandainya saya sama sekali tidak mendapatkan pekerjaan, maka Saat itu juga saya akan meminta bantuan Ayah," ujar Laura.

"Benar ya, Sayang?"

Laura mengangguk cepat. Dia tidak ingin melihat orang yang sudah menganggapnya sebagai anak, terus bersedih hati karenanya.

Baskoro yang menyaksikan interaksi istrinya dan Laura begitu menenangkan hatinya.

"Akan lebih baik jika dia benar anak kami. Atau dia bisa menjadi menantu kami," gumam Baskoro.

Ruang keluarga itu kembali senyap, ketiganya sibuk dengan isi kepala masing-masing.

Puspita sesekali melirik ke arah Laura. Sepertinya ada hal yang ingin dia tanyakan. Namun, entah kenapa lidahnya kelu. Hingga Puspita memberi isyarat agar suaminya lah yang mengajukan pertanyaan yang sebelumnya mereka diskusikan.

"Ehem ... Laura, kapan sidang perceraian kamu akan dilaksanakan?" tanya Baskoro.

"Oh, minggu depan, Ayah," jawab Laura dan mengalihkan pandangan pada Baskoro," Setelah sidang ini saya akan benar. benar-benar menjadi seorang janda."

Getir wajah Laura, dia tidak pernah sekalipun terfikir bahwa pernikahannya akan hancur Apa lagi karena orang ketiga. Bahkan dia juga harus kehilangan calon anaknya.

"Jangan bersedih lagi ya, Sayang. Walau janda sekalipun, tidak akan ada yang , Nak," ucap Puspita.

Baskoro mengangguk tanda setuju atas ucapan istrinya.

Di tengah haru biru itu, ponsel Laura berbunyi nyaring. Laura mengambil ponselnya dan begitu dia tidak mengenali siapa yang menghubunginya. Laura pun memberikan ponsel tersebut pada Baskoro.

Baskoro yang paham dengan maksud Laura, dia kemudian menekan tombol hijau hingga panggilan itu pun terhubung.

"Halo, selamat malam, ada yang bisa saya bantu?"

"Selamat malam, maaf mengganggu. Bisakah saya berbicara dengan Laura Kiehl?" tanya suara di seberang telepon.

"Ada apa dengan anak saya?" tanya Baskoro lagi.

Radar keayahan dirinya langsung aktif seketika, dia tidak mau melihat Laura kembali mengurung diri dan menutup diri lagi.

"Oh, m-maafkan saya. Saya tidak bermaksud buruk. Saya menelpon hanya untuk memberitahu bahwa Laura Kiehl telah lolos seleksi, sebagai sekretaris di KTH Company. Mulai besok Luara Kiehl, bisa langsung bekerja," imbuh si penelepon.

"Benarkah?"

"Benar, Pak."

"Tunggu sebentar, biar saya panggilkan anak saya."

Baskoro kemudian menyerahkan telpon tersebut kembali pada Laura. Terdengar Laura dan si penelepon sedang melakukan percakapan serius. Gurat bahagia tergambar di wajah Laura, yang langsung disambut senyum senang oleh Baskoro dan Puspita.

Setelah lima menit Laura menanggapi panggilan telepon itu, Laura memeluk tubuh Puspita. Air mata bahagia mengalir di bahu perempuan tersebut.

"Gimana katanya? Kamu diterima kerja?" tanya Puspita.

"Iya, Bu. Saya diterima."

"Alhamdulillah."

"Kapan katanya kamu bisa mulai kerja?" tanya Baskoro.

"Besok saya sudah bisa masuk kerja, Yah."

Baskoro mengusap rambut Laura, senang rasanya jika Laura sudah bisa tertawa lagi. Baskoro dan Puspita kemudian meminta Laura untuk tidur lebih awal. Mengingat dirinya akan kerja besok. Seusai Laura pergi ke kamarnya, Puspita segera mengabari Indra.

Puspita menceritakan kabar baik yang Laura dapatkan. Dia pun cerita tentang Laura yang sepertinya perlu baju baru.

"Laura keterima di KTH Company?" tanya Indra.

"Benar, kamu tahu perusahaan itu, Ndra?"

"Indra tahu, dirutnya itu teman SMA Indra, Bu."

"Tapi kamu tidak ada sangkut pautnya dengan hal ini, 'kan? Laura nanti marah loh, Ndra," ucap ibunya.

"Ya tentu saja nggak, Bu. Lagi pula lndra juga sudah lama ngga kontekan sama Varo, kok."

"Bagus deh."

Indra lalu bilang bahwa dia akan mampir ke rumah ibunya. Untuk memberikan beberapa pasang baju yang dia beli untuk Laura.

"Kamu ngga ngasih langsung saja, Ndra."

"Ibu saja ya, Indra takut Laura terbebani. Tahu sendiri Laura itu telah banyak menerima luka. Kalau lbu yang ngasih setidaknya lbu dan Laura sama-sama wanita jadi pasti Ibu bisa menghadapinya," tutur Indra.

"Ah kamu ini, bilang saja kamu malu. Ya sudah, Ibu tunggu. Jam berapa datang?"

"Dua jam lagi, Indra ganti shift kerja."

Obrolan ibu dan anak itu pun berakhir. Baskoro yang dari tadi hanya mendengarkan keduanya berbincang hanya mengangguk saja.

Malam kian larut dengan membawa berbagai cerita dari segala penjuru. Ada tawa, tangis, canda, bahagia, dan duka nestapa.

***

Keesokan harinya seperti biasa Indra sudah menunggu di depan rumah orangtuanya. Menanti kedatangan Laura. Hari ini pun dia akan mengantar Laura ke tempat kerja barunya.

"Indra, jangan ngebut," pesan Puspita pada putranya.

"Siap, Nyonya!"

Laura memasang seat belt, dia pun melirik ke arah laki-laki yang tengah menyetir itu.

"Makasih untuk baju-bajunya, Indra."

Indra menoleh saat mendengar namanya disebut Laura.

"Sama-sama. Oh iya, kamu kerja di KTH Company, 'kan?" tanya Indra untuk memastikan.

"Benar. Kamu tahu sesuatu tentang perusahaan tersebut?"

Indra hanya tersenyum dan berpesan agar Laura harus cerita jika ada yang mengabarinya.

Perjalanan kembali senyap, sesekali Laura membahas masalah perkembangan dokumen perceraiannya. Laura sudah tidak sabar untuk sepenuhnya bisa lepas dari genggaman Brian.

Tidak terasa keduanya telah sampai di depan perusahaan.

"Semangat, Laura."

"Terima kasih, Indra."

Mobil Indra berlalu setelah Laura sudah masuk ke gedung pencakar langit tersebut.

Jantung Laura berdetak kencang. Dia yang sudah beberapa tahun tidak bekerja, membuatnya lumayan tegang.

Laura diberitahu oleh pihak HRD bahwa pimpinan mereka ingin bertemu terlebih dahulu dengan Laura. Laura pun diantar ke ruang direktur utama perusahaan tersebut. Dan di sini lah Laura sekarang, ruangan bernuansa abu-abu dengan beberapa lukisan abstrak menghiasi ruangan tersebut.

Sebuah papan nama bertuliskan Alvaro Tan Direktur , menghiasi meja kerja yang pemiliknya belum datang.

Berbagai spekulasi Laura akan direktur tersebut, rasa penasaran atas penerimaan dirinya, di perusahaan ini. Padahal sebelumnya Laura ditolak secara sepihak hanya karena pakaiannya dianggap lusuh.

Namun, tiba-tiba keputusan mereka berubah. Laura sempat curiga bahwa orang tua Indra turut campur. Akan tetapi dari reaksi keduanya tidak menunjukkan keterlibatan.

Di saat Laura sibuk dengan isi kepalanya, pintu yang tadinya tertutup itu terbuka dari luar. Sayangnya, Laura tidak menyadari kedatangan si pemilik ruangan itu.

Sementara Laura yang masih diam sambil memegang dagunya, Alvaro Tan justru memperhatikan Laura dengan seksama.

Suara dehaman Alvaro, berhasil mengembalikan Laura dari lamunan panjangnya.

"E-eh maafkan saya, Pak. Saya tidak menyadari kedatangan Anda," ucap Laura panik.

Baru hari pertama masuk kerja tapi dia sudah ketahuan melamun. Laura takut hal itu akan membuat bosnya ini memiliki pandangan buruk padanya.

"Duh, kamu ini gimana sih, Ra," bisiknya dalam hati.

Menyadari akan apa yang terbesit di benak perempuan itu, Alvaro tersenyum.

"Jangan gugup begitu. Tenang saja. Saya tidak suka makan orang, kok," kata Alvaro yang telah berdiri di depan Laura-

Laura terhenyak saat mendengar suara laki-laki tersebut. Suara bosnya ini mirip dengan suara orang yang ditolongnya kemarin. Laura yang tadinya masih menunduk itu pun refleks langsung melihat ke atas dan betapa terkejutnya Laura ketika dia tahu siapa yang sedang berbicara dengan dirinya dari tadi.

"A-anda yang kemarin?"

Alvaro tergelak ketika melihat wajah terkejut Laura, yang entah bagaimana begitu lucu di matanya. Baru kali ini dia bertemu dengan tipe perempuan seperti Laura.

"Sepertinya kehidupan kerja di kantor akan menyenangkan," gumam Alvaro.

Terpopuler

Comments

Tati st🍒🍒🍒

Tati st🍒🍒🍒

mungkin ga ya kalau laura itu adiknya indra

2024-08-18

0

Tati st🍒🍒🍒

Tati st🍒🍒🍒

masih abu2 jodoh laura siapakah dia🤔

2024-08-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!