Mencari kerja

Laura bangun lebih pagi keesokan harinya. Seperti yang telah dia rencanakan, hari ini dia akan mencari pekerjaan.

Setelan kemeja putih dan rok hitam, pakaian yang identik dengan para pelamar kerja kembai Laura kenakan.

Dia bersyukur setelan itu masih muat di tubuhnya. Langkah Laura jauh lebih tenang dan ringan. Sejak dia sudahberhadapan langsung dengan Brian.

Menurut pengacara yang disewa oleh Indra, dia hanya perlu datang di persidangan pertama saja. Setelah itu, semua urusan lainnya akan ditangani oleh sang pengacara.

Harum roti panggang dari arah ruang makan, begitu mengggugah selera makan Laura. Sejak keluar dari rumah sakit, dia memang tidak banyak makan.

"Wah, kamu sudah bangun? Baru juga ibu mahu membangunkan kamu, Laura."

Puspita yang telah bertahun-tahun merindukan kehadiran anak perempuan di tengah keluarganya, sangat menyayangi Laura. Semalam saja dia meminta Laura agar tidak perlu bekerja. Puspita ingin Laura di rumah dan melakukan hal-hal yang menyenangkan saja.

Namun, keinginan Puspita tidak Laura setujui. Laura tidak ingin menjadi beban bagi orang lain. Dia juga mengatakan tida ingin bergantung pada orang lain. Selagi dirinya masih sehat dan bisa berjalan, Laura akan bekerja dan bertanggungjawab terhadap hidupnya.

"Ayo duduk, Sayang. Kamu mahu makan apa? Roti panggang atau nasi?" tanya Puspita.

Laura tersenyum, atas perlakuan Puspita padanya.

"Saya ingin roti panggang, Bu."

Puspita pun langsung mengoleskan selai kacang di roti panggang Laura.

"Bu, kok cuman Laura saja yang ditawari? Aku juga mahu," pinta Indra pada ibunya.

"Idih, manja banget. Ambil saja sendiri. Lagian ya, kamu ini biasanya tidak pernah mampir kalau tidur di rumah kamu sendiri. Kok sekarang pagi-pagi buta sudah muncul di rumah ibu?"

"Ya nggak masalah 'kan, Bu? Bukannya Ibu bilang selalu kangen aku, sampai menyuruh aku menginap terus menerus?" dalih Indra. Tidak mungkin dia mengatakan langsung bahwa dirinya ingin bertemu dengan Laura.

Jika niat awalnya itu ketahuan oleh ibunya, bisa gawat nanti. Indra pasti akan jadi bahan olok-olokan ibunya berhari-hari. Syukurlah ibunya itu tipe yang tidak peka. Hingga dia bisa lolos dari masalah.

Dehaman keras Baskoro mengalihkan perhatian ketiganya.

"Ayo makan, sebelum dingin makanan di meja."

Ketiganya pun menurut apa yang diperintahkan kepala rumah tangga di kediaman tersebut.

Selama makan beberapa kali percakapan dikuasi oleh Baskoro dan Indra, kebanyakan dari obrolan keduanya hanya masalah pekerjaan. Sementara itu Laura dan Puspita sekali-kali bercanda.

"Laura, kamu akan melamar ke perusahaan mana? Kenapa tidak di perusahaan ayahnya Indra saja. Ayahnya Indra itu pasti bisa memberikan posisi kosong buatmu," celetuk Puspita.

"Oh, benar juga apa yang dikatakan Ibu, Laura. Ayah, bisa 'kan?" sahut Indra.

Baskoro memandang sekilas ke arah Laura sebelum berbicara, "Iya tentu saja bisa. Namun, Ayah rasa hal itu tidak Laura sukai, benar 'kan, Nak?"

Laura tersenyum simpul, sebelum menjawab pertanyaan itu, "Benar. Saya ingin berusaha terlebih dahulu. Dengan pengalaman kerja sebelumnya semoga tidak susah."

"Hm, oke kalau begitu. Jika kamu kesulitan jangan ragu untuk memberitahu kami. Ingat, kamu tidak lagi sendiri Ada kami, Sayang," ucap Puspita sambil membelai rambut Laura.Acara makan kembali berlanjut, kali ini tidak ada yang bersuara.

Laura bersyukur akhirya ibu dari penyelamatnya itu tidak memaksanya dan mahu mengerti keputusan yang telah dia buat.

***

Entah sudah berapa kali Laura berada di mobil Indra, setelah sarapan I saat dirinya berkata akan berangkat tiba-tiba Indra langsung bangun dan menawarkan tumpangan pada Laura.

Laura yang tidak tega untuk menolak kembali pun akhirnya menerima tawaran dokter muda tersebut.

"Kamu akan melamar kerja di mana saja? Oh, tenang saja aku tidak akan ikut campur. Aku hanya memberi tumpangan saja. Jadi kamu bisa berhemat."

Laura kemudian menjelaskan ke mana saja dia akan menyebarkan surat lamaran kerjanya.

"Baiklah, aku tahu beberapa di antaranya. Besok biar aku antar lagi. Aku tidak mau menerima penolakan," ujar Indra.

Laura terkekeh saat melihat raut wajah Indra yang seolah mengancam, tapi justru lucu di matanya.

"Thank you, Indra. Kalau begitu, aku turun di sini."

Indra mengangguk lalu tersenyum, sebelum akhirnya dia menyalakan mobilnya. Setelah melihat mobil Indra menjauh dan tidak terlihat lagi, Laura pun berjalan ke arah yang berlawanan.

Perusahaan KTV. Corporation, menjadi tujuan pertamanya. Di lowongan kerja yang tertera, perusahaan tersebut membutuhkan sekretaris baru yang kompeten. Meski Laura belum pernah menjabat sebagai sekretaris sebelumnya, tapi dia sering membantu rekan kerjanya dulu yang menjadi sekretaris.

Aji mumpung, hanya ini lah yang Laura pegang sebagai harapan dia bisa diterima. Meski belum memiliki pengalaman setidaknya tidak sebodoh itu. Dia sangat yakin bisa mempelajari hal baru dengan cepat.

"Semoga saja, pengalaman bekerja tidak terlalu di perlukan," gumam Laura.

Mencari kerja di negara sendiri tidak semudah yang dia harapkan. Dia sudah mengalaminya beberapa tahun dulu. Laura jadi ingat seberapa besar usahanya agar bisa lolos dalam tiap interview di perusahaan tempat dia bekerja dulu, tapi sayangnya dia harus berhenti begitu saja hanya karena rayuan gombal Brian.

Tiap kali Laura mengingat kenangan itu, ingin sekali rasanya dia menghajar habis-habisan Brian.

"Lebih baik aku lupakan sejenak manusia setengah setan itu. Aku tidak mau gara-gara mengingat hal-hal buruk itu akan merusak semua yang aku persiapkan hari ini."

Laura kembali berjalan dengan langkah percaya diri, dia diarahkan ke tempat interview oleh staff yang bertugas. Ada lima orang yang juga memiliki tujuan sama sepertinya, dari penampilan mereka sangat berbeda dengan Laura.

Pakaian yang mereka kenakan saja terlihat lebih mahal dan elegan dari pada pakaiannya yang sudah bertahun-tahun lamanya dia beli.

Lirikan ketidaksukaan mereka terhadap Laura, membuat Laura tidak nyaman.

"Emangnya perusahaan ini menerima orang kampungan seperti dia? Sungguh memalukan image perusahaan saja nanti," celoteh salah satu di antara mereka.

"Biarkan saja, dia itu hanya bermimpi. Lagian paling dia juga tidak akan diterima. Lihat saja baju yang dia pakai. Lusuh begitu."

"Hahaha, benar. Seperti pakaian yang biasa digunakan oleh para pengemis."

Kelimanya terus menertawakan Laura, sebenarnya ingin Laura melawan ledekan mereka. Namun, Laura hanya mengabaikan saja. Dia tidak mau ambil pusing atas apa yang mereka katakan. Toh memang benar baju yang dia kenakan saat ini terlihat tidak sebagus mereka. Apa lagi dia juga tidak punya pengalaman sebagai sekretaris.

Seperti yang Laura niatkan sebelumya, dia hanya menggunakan aji mumpung dengan pengetahuan yang dia miliki. Jika diterima ya memang rezekinya, jika tidak ya sudah. Dia akan beralih ke perusahaan yang lain.

Waktu terus bergulir, satu per satu dari pelamar kerja itu dipanggil satu per satu. Kelimanya keluar dengan raut wajah masam dan mendelik kesal pada Laura.

Laura dapat menebak apa yang terjadi, hal itu cukup membuat Laura ketar-ketir. Jika mereka saja gagal, apa lagi dirinya.

Hal itu membuat Laura makin tidak tenang, denyut jantungnya berdetak kencang, keringat dingin di dahinya pun mulai keluar. Dan saat giliran namanya di panggil, jantung Laura makin berisik.

"Kumohon tenanglah, jantungku. Jangan mengacaukan semuanya," gumam Laura.

Laura pun memasuki ruangan bernuansa abu-abu, ada tiga pewawancara yang telah menunggunya. Dua laki-laki dan seorang lagi perempuan.

Terpopuler

Comments

Tati st🍒🍒🍒

Tati st🍒🍒🍒

paling ga suka orang yg selalu menilai dari sampulnya,belum apa2 dah menilai negatif

2024-08-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!