Beena tidak habis pikir dengan ulah ibu-ibu yang pandai menilai keburukan orang lain. Padahal dirinya sendiri jauh lebih buruk dengan menggunjing orang lain. Termasuk dirinya tidak luput dari gunjingan mereka.
Tidak ada makhluk yang sempurna di dunia ini. Tidak ada manusia yang tidak berdosa di dunia ini. Manusia pernah melakukan kesalahan baik yang sengaja maupun yang tidak disengaja, itu hal yang manusiawi.
Hanya saja bagi manusia yang sudah pernah khilaf pasti ada kesempatan kedua untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik. Jangan pernah melewati kesempatan yang sudah diberikan Allah pada siapa pun.
Begitu pun dengan Beena.
Dia tercenung memikirkan setiap kejadian yang menimpanya belakangan ini. Berurusan dengan preman gegara menyelamatkan anak kecil dari kasus penculikan sampai harus menikah dadakan dengan Elzan tanpa didampingi ibunya. Sungguh miris.
Kalau saja dari awal ia ikuti titah sang ibu untuk tetap tinggal bersamanya kemungkinan besar ibu tidak pergi secepat ini. Ibu tidak akan kepikiran dan mengkhawatirkan dirinya sampai ibu harus melawan sakit yang berkepanjangan.
Beena mengusap air matanya yang merembes keluar tanpa henti. Ia menyesali semua tidakannya.
"Mau sampai kapan hidupmu seperti ini Beena? Bahkan suamimu saja enggan memiliki istri sepertimu." Monolog Beena dalam hati.
Beena menarik nafasnya dalam lalu menghembuskannya dengan pelan, ia bertekad akan berusaha memperbaiki diri setelah ditinggalkan ibu untuk selamanya. Ia tidak ingin mengulangi kesalahan untuk yang kedua kalinya.
Beena menginjakkan kakinya kembali di rumah yang sangat sederhana, rumah yang memiliki banyak kenangan bersama ibunya. Dia tidak peduli jika tantenya akan mengusirnya kembali.
Rumah Beena terlihat sudah sepi. Di sana hanya ada Rena dan Radit yang sedang beres-beres. Beena berusaha untuk menetralkan hatinya yang bergemuruh. Tantenya menyorot tajam begitu melihat kedatangan mereka.
"Jam segini baru pulang? Kalian ini pasti mencari kesempatan untuk jalan berdua. Kalian engga malu dilihatin tetangga dengan pakaian nyentrik begitu?" Tanya Rena datar.
"Kenapa harus malu, Tante? Kami keluar masih dengan berpakaian lengkap, tidak terbuka. Yang malu itu kalau kami engga berpakaian, bukan begitu?" Berry balik bertanya lalu tersenyum berhasil membuat Rena geram.
"Kamu tuh ya selalu bisa jawab!" Rena langsung pergi ke dapur dengan wajah cemberut.
"Tantemu aneh!" Bisik Berry masih dengan senyumnya.
"Sstt Tanteku paling tidak suka omongannya dibantah apalagi kalau menasehati selalu dijawab. Maunya Tante itu kita diam manakala dia memberi nasihat." Ujarnya setengah berbisik.
Berry hanya membulatkan bibirnya sambil mengangguk-angguk.
"Beena kemarilah, duduk sini!" Titah Radit begitu melihat Beena sudah datang dari pemakaman ibunya. Seraya duduk di sofa setelah mendengar percakapan mereka.
"Iya Om." Beena duduk di hadapan Radit dengan memangku Beyza.
"Sini sekalian kamu juga. Ada yang mau diobrolin." Titahnya pada Berry.
Mereka duduk di sofa. Suasana kembali tegang manakala Radit menanyakan status hubungan Beena dengan Berry.
"Kami hanya berteman Om. Berry orang baik, dia selalu membantuku di saat aku kesulitan."
"Kalau orang baik ga mungkin bikin kamu berpenampilan kayak preman!" Sela Rena ikut duduk di antara mereka.
Berry menatap Rena dengan malas. Selalu saja Rena ikut terlibat dengan obrolannya bersama Radit.
"Dia baik pasti ada maunya." Lanjut Rena membuat mata Berry menatapnya tajam.
"Sayang....Beyza ke kamar kakak dulu ya!" Titah Beena karena merasa obrolannya kali ini tidak pantas didengar anak-anak.
"Iya kakak cantik!" Beyza menurut, ia menuju kamar Beena.
"Maaf Tante, Berry tidak seperti itu. Yang merubah penampilan Beena jadi seperti ini ya Beena sendiri. Berry ga pernah menyuruh Beena mengikuti tren baju di kalangan anak punk." Bela Beena apa adanya. Ia melirik Berry yang tampak kesal dengan Tantenya.
"Ooh jadi kalian anak punk? Ingat ya adanya kalian itu meresahkan masyarakat. Kalau penampilan kalian seperti ini apa yang bisa dibanggakan buat orang tua kalian sendiri. Hidup ga ada tujuan. Kerjaannya cuma gombrang-gambreng di jalanan. Engga menghasilkan apa-apa. Seharusnya kalian tuh mikir. Kalian masih muda masa depan kalian masih panjang. Untung saja kalian bukan pasangan suami istri. Kalau kalian pasangan suami istri mau jadi apa anak-anak kalian, mikir dong!"
Seketika hening begitu Rena berbicara sambil menasehati keduanya. Radit hanya diam, omongannya sudah diwakili adiknya.
"Bee kita itu sayang sama kamu. Kamu juga harus sayang pada dirimu sendiri. Begitu juga Berry. Kamu masih muda. Om yakin orang tuamu menginginkan kamu jadi orang benar, orang hebat, orang berguna. Apa orang tuamu tahu kamu seperti ini, Ber?" Radit memecah keheningan.
"Orang tua Berry terlalu sibuk dengan dunianya, Om. Mereka tidak peduli dengan Berry." Ujar Berry menunduk lesu.
"Masa sih? Kamu anak ke berapa?"
"Aku anak tunggal Om."
Radit menghela nafas dalam. Sungguh sangat disayangkan jika ada orang tua seperti orang tuanya Berry. Memiliki anak seharusnya dijaga dengan baik agar menjadi orang baik. Karena anak sholeh bisa menolong orang tuanya di akhirat kelak. Jadi sebagai orang tua harus siap membimbing dan mendidik anaknya sendiri, karena pendidik terbaik adalah orang tua. Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
"Maaf Om aku pamit pulang. Aku titip Beena dan adik kecil Beyza."
"Ya sebaiknya begitu. Kamu jangan khawatir dengan Beena. Dia keponakan Om. Jadi Om akan menjaganya."
"Iya Om terima kasih sudah menampungku semalam. Hei bocil Abang tinggal dulu ya! Yang nurut sama Om Radit, Kak Beena dan .....Tante Rena." Berry tersenyum.
"Tunggu. Kamu tidak membawa Beyza pergi?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
betul 👍
2024-09-19
4
🏠⃟🌻͜͡ᴀs🍁Bila❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
Beena pinter kamu jangan mau di tipu begitu aja
2024-08-29
0
⍣⃝ꉣꉣ❤️⃟Wᵃf◌ᷟ⑅⃝ͩ●diahps94●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Hem apaan dah Baron ada aja akal-akalan yang nggak masuk akal
2024-08-28
0