Keesokan harinya suasana rumah sudah tidak lagi memanas seperti semalam. Proses pemakaman ibu Arumi sudah selesai dilakukan. Satu persatu para peziarah meninggalkan pemakaman.
Beena menatap batu nisan ibunya, ada rasa enggan untuk beranjak dari sana. Sesekali ia menaburkan bunga di atas makam.
"Ka Beena sabar ya! Nanti kakak jadi kakaknya Bebey aja. Biar Bebey yang bilang ke umi sama abi. Bebey pengen Kak Beena jadi kakak Bebey."
Celoteh Beyza memberi kehangatan dalam hatinya. Beena hanya tersenyum sambil membelai kepala Beyza.
"Kak Beena jangan bersedih sekarang ada Bebey yang temani kakak ada Bang Beri -Beri juga, kita semua sayang sama kakak. Engga apa-apa deh antar Bebeynya diundur juga sampai kakak engga sedih lagi."
Beena menoleh bocah kecil yang selalu membuatnya bahagia. Ia menarik tubuh mungil itu dalam pelukannya.
"Iya sayang kakak percaya sama Bebey. Beberapa minggu lagi ya kita bertemu orang tuamu. Terima kasih sudah mengerti posisi kakak." Ujar Beena sambil melihat ke atas berharap air matanya tidak jatuh.
Berry yang ada di hadapannya tersenyum bahagia. Seolah punya keluarga baru yang begitu saling menyayangi. Ia merasa kasihan juga jika mereka terpisah. Mereka sudah seperti kakak beradik padahal baru kemarin mereka bertemu. Berry mengurungkan niatnya untuk membujuk Beena agar menyerahkan Beyza ke polisi.
Sebenarnya Berry khawatir Beena dijadikan kambing hitam oleh Baron cs. Setahu dia, Baron akan melakukan apa pun pada orang yang menghalangi dan merebut sesuatu yang sudah ia peroleh.
"Bee kita pulang yuk!"
Beena bergeming menatap Berry. Rasa bingung bergelayut dalam pikirannya. Banyak saudara ibunya yang tidak menginginkan keberadaannya. Hanya om Radit saja yang masih peduli padanya. Walaupun ia memiliki rumah namun keluarga ibunya melarangnya untuk tinggal di sana.
"Kamu lebih baik pergi dari rumah ini. Tinggal di sini bisa-bisa kamu membawa pengaruh buruk pada anak-anak di kampung ini. Jiwa preman kamu akan tetap melekat jika kamu masih bergaul dengan orang yang salah!"
Ucapan Rena semalam masih terngiang di telinganya. Rena menginginkan Beena pergi dari rumah orang tuanya hanya karena melihat penampilan Beena yang buruk. Beena diusir dari rumahnya sendiri. Bagi Beena hidup di jalanan memang sudah menjadi kebiasaannya, namun untuk saat ini ia sangat butuh tempat tinggal yang nyaman ditempati mengingat ada Beyza di sampingnya.
"Ber untuk beberapa hari ke depan aku tinggal di sini dulu ya! Aku ingin menebus kesalahanku pada ibu dengan membantu acara sampai tujuh hari. Aku ingin fokus mendoakan ibu."
"Tapi Bee bukankah kamu sudah diusir oleh mereka?"
"Yang mengusirku hanya tante Rena. Ada om Radit yang selalu di sampingku."
"Bee kalau kamu butuh sesuatu aku siap membantu. Kamu jangan sungkan. Aku akan pulang dulu ke rumah sudah lama aku engga pulang. Mamaku sering nelepon. Sepertinya mama kangen. Eeh maaf bukan bermaksud mengingatkanmu pada ibu." Berry merasa bersalah melihat wajah Beena mendung kembali.
"Engga apa-apa kok. Kamu memang anak mama Ber. Sudah selayaknya kamu mengikuti kemauan mama. Jangan sampai kamu menyesal. Tidak ada yang buruk dari titah seorang mama pada anaknya. Makasih ya kamu selalu ada buatku. Aku engga bisa kasih apa pun untuk kamu." Senyum getir Beena menghiasi wajahnya yang sudah cukup bersih dari dandanan anak punk.
"Kamu bisa memberiku cinta Bee." Gumam Berry.
"Apa Ber?"
"Oh engga. Abaikan saja engga penting kok." Ujar Berry kikuk, seraya mengusap tengkuknya.
"Sudah yuk pulang keburu terik." Ajak Berry sambil menatap langit. Beena menurut.
"Bu Beena pamit ya, semoga ibu diberi kesejahteraan di alam kubur dan Allah memberi kebahagiaan di sana, aamiin." Beena mengusap wajahnya. Seraya memegang nisan ibunya sebelum pergi.
Mereka berjalan beriringan layaknya keluarga kecil, sehingga banyak masyarakat menganggap Beena sudah berkeluarga.
"Lihat si Beena pulang-pulang bawa anak sama laki. Tapi kok anaknya segede gitu, kapan kawinnya coba? Dasar anak jaman sekarang!" Ujar salah satu ibu-ibu yang sedang duduk sambil mencari kutu rambut nenek-nenek.
"Iya salah pergaulan dia. Ck...ck...ck...kasihan ibunya." Seloroh ibu-ibu lainnya.
percakapan mereka tidak luput dari pendengaran Beena saat itu. Berry melihat reaksi Beena yang hendak menghampiri kerumunan ibu-ibu tersebut.
"Engga perlu ke sana. Percuma kamu berdebat dengan mereka. Mereka ga akan ngerti keadaanmu saat ini." Sargah Berry dengan suara pelan.
"Tapi mereka harus diberi pelajaran." Ujar Beena emosi.
"Abaikan saja. Jangan ambil pusing!" Ujar Berry kalem.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Nasira✰͜͡ᴠ᭄
biar salah pergaulan tapi bisa jaga diri ko 😅
2024-11-04
1
Kanigara
biarkan,,, ad karma menanti
2024-11-12
0
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
jangan Bee nanti tambah runyam
2024-09-19
5