Malam kian larut. Suara jangkrik terdengar merdu di suasana yang sunyi. Semilir angin dari celah jendela menyeruak masuk menerpa kulit wajahnya yang sendu.
Beena duduk termenung di samping seorang bocah yang tengah tertidur pulas sambil mendekap Juz Amma. Beena merasa bersyukur telah menemukan sosok bocah yang luar biasa. Ia seperti sedang mendapatkan berlian yang bernilai ratusan juta rupiah.
Terlihat sekali wajah Beyza yang lelah karena berusaha meloloskan diri dari cengkraman para preman. Sungguh Beena sangat kasihan pada bocah berhijab yang memiliki kemampuan luar biasa sehingga Beena hanya bisa berdecak kagum.
Suara mesin mobil terdengar berhenti tepat di depan rumah tua. Suara tersebut membangunkan Beena yang hampir saja tertidur.
"Beena ini aku Berry buka pintunya!" Berry mengetuk pintu dengan pelan.
Beena dengan cepat menghampiri pintu depan untuk membukanya. Ia menyisir sekeliling halaman untuk memastikan tidak ada orang lain yang mengikuti Berry.
Halaman tampak sepi. Para tetangga yang biasanya masih berada di luar juga sudah masuk rumah. Jarak rumah tua dengan rumah tetangga sekitar 50 meter. Di depan rumah tua tersebut terdapat kebon pisang dan pepaya.
"Kamu kenapa sih?" Tanya Berry bingung.
Berry yang saat itu berpenampilan sama seperti halnya Beena, terlihat mengerutkan keningnya. Berry seorang ketua punk memiliki rambut gondrong, hidung bangir, penampilannya yang nyentrik tidak mengurangi ketampanannya.
"Aku khawatir bang Baron mengikutimu." Ujar Beena beralasan.
"Loh emang kamu ada masalah sama dia?" Tanya Berry khawatir.
"Iya."
"Ck....Kan aku sudah bilang jangan pernah cari masalah lagi sama si Baron. Dibilangin kok ngeyel."
"Habis gimana, aku menemukan anak kecil itu di sini, sedang sembunyi. Dia korban penculikan. Apa kamu pikir aku harus diam anak itu tertangkap? Setelah anak itu ada digenggamanku, aku harus menyerahkan anak itu ke mereka, gitu? Ogah banget. Yang ada aku nyesel seumur hidup kalau sampe nyerahin tuh bocah." Dagunya menunjuk Beyza yang sedang terlelap tidur di atas dipan.
"Ya ampun Bee kamu bikin ulah lagi? Setahun yang lalu kamu menyelamatkan anak remaja hasil tangkapan si Baron sekarang kamu menyelamatkan anak kecil itu ck...ck...ck." Ujar Berry mengingatkan, dia tidak habis pikir dengan pola pikir Beena.
"Kalau kamu engga mau kerjasama ya sudah mending kamu pergi aja. Jangan ingetin aku tentang penyelamatan anak-anak. Kalau aku mampu aku engga akan berhenti menyelamatkan mereka. Dengar anak-anak butuh kebebasan. Kalau tindakan Baron dibiarkan ini akan menjadi ancaman bagi anak-anak." Ucapnya dengan tatapan tajam.
"Oke kamu sendiri mau bawa dia kemana?" Tanya Berry menghela nafas dalam. Ia tidak mampu melawan Beena yang keras kepala.
"Ke rumah ibuku. Di sana tempat yang paling aman buat bocah itu."
"Jadi kamu mau pulang demi anak kecil itu? Bukankah cita-citamu belum tercapai?"
Beena tertawa sumbang. Ia sudah tidak memikirkan cita-citanya lagi menjadi seorang pengusaha. Ia sudah terjebak dengan situasi yang tanpa sengaja sudah tidak bisa ia hindari.
"Oke aku tahu sebenarnya kamu orang baik yang tulus, tapi kamu harus memikirkan keluarga anak itu bukan? Apa tidak sebaiknya kamu serahkan anak itu ke kantor polisi?" Saran Berry yang tidak mau menemui masalah ke depannya.
"Engga bisa." Beena menggelengkan kepalanya tidak setuju.
"Kenapa? Ayolah Bee bawa bocah itu ke kantor polisi biar polisi yang mencari alamat rumahnya." Rayu Berry agar Beena menerima sarannya. Ini untuk kebaikan ke depannya agar Beena tidak dikambinghitamkan oleh si Baron cs.
"Tidak. Aku yang akan menyerahkan anak itu ke orang tuanya langsung!" Sargah Beena masih keras kepala.
"Kenapa, kamu pengen dapat upah?" Tuduhnya.
"Sembarangan. Aku hanya ingin kenal dengan keluarganya. Ingin nyambung silaturahmi."
"Apa kamu bilang, ingin nyambung silaturahmi? Pikir dong Bee, lihat keadaan kita! Yang ada orang tuanya kabur lihat kita. Palingan kamu nganterin tuh bocah cuma dikasih duit seratus ribu doang atau kasarnya nih cuma dikasih ucapan makasih sama orang tuanya." Berry tertawa remeh.
"Kalau kamu pengen duit tinggal bilang aja, entar aku kasih. Pokoknya kamu ga usah khawatir, kalau kamu ga mau jadi istriku ya ga apa-apa. Kamu udah kuanggap jadi adikku. Karena cuma kamu yang ngertiin aku. Tapi aku mohon kamu jangan jauh dariku." Lanjutnya serius.
Berry merasa hanya Beena lah orang yang selalu ada di dekatnya. Apalagi kedua orang tuanya lebih mementingkan pekerjaannya dari pada anak semata wayangnya. Sungguh memprihatinkan. Secara finansial Berry memiliki kelebihan karena ayahnya pemilik salah satu perusahaan ternama di kota kembang.
"Iiish apaan sih. Ga bisa gitu dong. Aku juga pengen bebas."
"Bebas nanti bisa kebablasan. Kamu itu masih labil, jadi harus ada yang ngingetin. Aku ga mau terjadi apa pun denganmu." Ucapnya khawatir.
"Iya makasih kamu selalu ada buatku. Ayo kita pergi, tunggu apalagi?" Ajak Beena.
"Oh oke biar aku yang gendong bocah itu!" Berry menghampiri Beyza.
"Ga perlu. Biar aku aja." Tolak Beena dengan yakin.
"Emang kuat?" Tanya Berry remeh.
"Eeeh kau meremehkan kekuatanku. Aku biasa angkat galon sama angkat karung beras 5 kilo."
"Ya elllah angkat 5 kilo aja bangga." Berry tertawa renyah.
"Ssttt berisik. Buka pintunya, jangan lupa bawa guling dan selimut!"
"Buat apa?" Tanya Berry bingung.
Berry mengambil guling dan selimut dari atas dipan sesuai permintaan Beena.
"Nanti kamu akan tahu." Jawab Beena, Seraya memeluk Beyza dalam gendongan.
Berry membukakan pintu rumah dengan cepat setelah itu ia langsung menuju mobil dengan setengah berlari untuk membukakan pintu mobilnya.
Suasana malam itu kian sepi. Mereka harus melewati warung kopi tongkrongan Baron Cs. Beena berharap para preman tersebut tidak melihat mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
🔥⃞⃟ˢᶠᶻsᥲᥒ𝗍іE𝆯⃟🚀🦚⃝⃟ˢᴴ
astaga berry menolong orang itu tidak ada ruginya
2024-09-21
5
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
setuju 👍
2024-09-19
3
🏠⃟🌻͜͡ᴀs🍁Bila❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
benar apa yang kamu bilang Beena ternyata kamu masih punya hati nurani yang baik ini
2024-08-29
2