Keesokan harinya Andra muncul di depan pintu kediaman Alesha, pukul sebelas siang. Alesha terkejut melihat pria itu. Sejak percakapan mereka di acara malam sebelumnya, sikap Alesha terasa kaku dan menjaga jarak, ia belum bisa mengizinkan Azzam tinggal dengan Andra,
“Kau sibuk?” tanya Andra dari balik pintu.
“Aku sedang bekerja.”
Tubuh Alesha bau cat dan penampilannya berantakan. Gaun pesta yang semalam di kenakannya sudah digantung di dalam lemari. Pagi ini Alesha hanya mengenakan terusan panjang yang sama sekali tidak menarik, dan bahkan sudah tercoreng-moreng oleh cat.
“Boleh aku masuk?”
Sejenak Alesha ragu, lalu membuka pintu lebih lebar. “Kau tidak bekerja?” tanyanya ketika mereka berjalan menyusuri lorong menuju bagian belakang rumah.
Andra langsung duduk di atas salah satu kursi rotan dan melepaskan kacamata hitamnya. “Tadinya sih kerja, tapi ternyata client memundurkan jadwal meeting karena mendadak istrinya masuk rumah sakit. Oleh karena itu sekarang aku bebas. Apa itu?” Dengan kacamata hitamnya Andra menunjuk ke gambar yang sedang dikerjakan Alesha.
“Sampul katalog toko perhiasan. Kau suka?” Alesha mengangkat gambarnya, menunggu komentar Andra.
Gambar itu menunjukkan bunga teratai yang besar dengan latar belakang hitam yang kontras. Di tengah-tengah kuntum bunga yang berwarna putih tampak sepasang anting-anting yang berkilauan.
“Unik.”
“Diplomatis sekali,” ujar Alesha datar. “Untung staf marketingnya sudah menyetujui sketsaku, kalau tidak aku bisa khawatir.”
Andra tersenyum samar, Seolah hanya mendengarkan sepintas lalu. “Apa yang sedang kau pikirkan hingga membuat kau datang kemari? Kau kan tahu Azzam sedang sekolah.”
“Makan siang.”
“Hah?”
“Aku mau mengajakmu makan siang di luar,” ujarnya cepat.
“Aku tidak mau, tampangku sedang lusuh begini.”
“Kau cantik kok.”
“Lupakan. Aku tidak mau keluar dengan penampilan seperti ini.”
“Baiklah kalau begitu, kita makan siang di sini saja. Kau punya apa?”
Sebelum Alesha sempat menjawab, Andra sudah berjalan melewati pintu menuju dapur. Ketika Alesha sampai di sana, pria itu sedang membungkuk, melihat-lihat isi kulkas.
Alesha berjalan menyeberangi ruangan dan dengan kasar menutup pintu kulkas. “Kau tidak datang ke sini untuk makan.”
Andra bersandar di kulkas dan menatap langit-langit. “Kau benar. Memang bukan itu alasanku.”
“Kalau begitu kenapa kau datang ke sini?”
“Aku terus-menerus memikirkan pertanyaanmu semalam. Apa yang akan aku lakukan dengan Azzam?”
Dada Alesha kembali sesak. "Bukankah kau sudah menjawabnya? Kau akan melakukan pendekatan dengannya sebelum kau mengatakan yang sebenarnya kepada Azzam dan orang tuamu?"
Andra mengangguk. “Ya, tapi sebelum itu, aku ingin tahu masa lalunya.”
Alesha menggelengkan kepalanya bingung “Aku tidak mengerti.”
“Aku suka melihat Azzam yang sekarang. Dipandang dari segala sudut, Azzam adalah anak yang hebat, anak idaman setiap ayah. Aku ingin tahu bagaimana dia bisa menjadi seperti itu. Bayangkan, betapa banyak yang tidak kuketahui. Satu-satunya yang kuketahui dari enam belas tahun kehidupannya hanyalah bahwa dia tidak boleh memelihara kucing karena neneknya punya alergi dan bahwa dia mengikuti les renang sejak kecil .”
Ekspresi Andra begitu muram dan tatapannya memohon. “Ceritakan padaku, Alesha. Ceritakan padaku segalanya mengenai Azzam.”
Alesha memandang sekilas ruang kerjanya, bermaksud memberi isyarat, tapi berpikir ia bisa bergadang semalam suntuk kalau memang diperlukan untuk menepati tenggat waktu pekerjaannya.
“Ikutlah denganku.” Ia mengantar Andra dari dapur menuju ruang tamu, tempat ia menyimpan album-album foto yang penuh dengan foto Azzam.
Perasaan Alesha bercampur aduk. Walaupun sulit baginya, tapi ia berusaha menghargai Andra karena bagaimana pun Andra ayah biologis Azzam, yang meskipun dia diancam surat-surat kaleng, Andra tetap menujukan rasa tanggung jawabnya terhadap putranya.
Alesha duduk bersila di lantai dan menarik sebuah album foto yang besar ke atas pangkuannya. Andra duduk di sampingnya. Alesha membuka sampul album foto itu dan mengusapkan tangannya di atas kertas yang ditempelkan di halaman pertama.
“Cap kaki Azzam yang pertama, diambil tak lama setelah ia lahir.”
Mata Andra bersinar. “Mungil sekali!”
“Memang tidak sebesar kakinya sekarang,” ujar Alesha, tertawa. “Kakinya memang kelihatan manis di sini, tapi setiap kali aku membuka keranjang baju kotornya, kaus kakinya sama sekali tidak beraroma manis. Aneh juga, padahal dulu aku suka menciumi kakinya.”
Di halaman berikutnya tampak foto-foto ketika keluarganya membawa pulang Azzam dari rumah sakit. Andra mengamati foto Annisa yang menggendong anaknya. “Dia tidak tampak senang melihat anaknya.”
“Dia kan baru saja melahirkan,” tukas Alesha. “Dia masih kurang sehat.”
Andra langsung bicara tanpa basa-basi. “Dia tidak menginginkan Azzam, kan?”
“Yah, dia...”
“Alesha jujurlah.”
“Ya, dia tidak menginginkan Azzam,” aku Alesha sambil menghela napas.
“Karena kau sudah menggagalkan rencana aborsinya, kenapa dia tidak menyerahkan Azzam ke panti asuhan untuk diadopsi saja?”
“Begitulah rencana Kak Nisa, tapi Abi dan Ummi menentang keras ide itu.”
“Kenapa?”
"Abi berulang kali mengatakan dengan tegas bahwa setiap orang harus bertanggung jawab atas kesalahan yang dibuatnya.”
“Orang menuai apa yang ditanamnya. Aku tidak menyangka masih ada orang yang beranggapan seperti itu.”
“Tidak ada karma dalam Islam, adanya hukum Dzarroh. Ajaran ini ada di dalam Al-Qur'an surat Al Zalzalah ayat 7-8. Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat dzarroh, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat dzarroh, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan Abi ingin Kak Nisa bertanggung jawab atas perbuatannya.”
“Tapi kurasa Annisa tidak sepenuhnya mau bertanggung jawab, dan dia justru malah membuat keluargamu menderita.”
“Setelah Kak Nisa di keluarkan dari pesantren, kabar kehamilannya tersebar luas dengan cepat. Abi langsung kehilangan pengaruhnya, kontrak-kontrak kajian yang sudah di sepakati mendadak di cancel.”
“Apakah itu yang membuatnya menolak Azzam?”
“Tentu saja tidak. Azzam sama sekali tidak berdosa, Abi dan Ummi sangat menyayanginya. Anak itu tidak akan menjadi sebaik sekarang kalau bukan karena kasih sayang kakek-neneknya.”
“Lalu, apa pekerjaan Abimu setelah itu?” tanya Andra sambil membalik halaman album, mengamati setiap foto Azzam dengan saksama.
“Meski hanya berbaring di rumah sakit, Abi adalah suami dan ayah yang bertanggung jawab. Beliau mencoba menulis buku, dan para jemaahnya yang masih setia membeli buku-buku Abi, walau hasil penjualan dari buku-buku itu tidak seberapa dan Ummi masih tetap harus menjual rumah lama kami.”
“Lalu pada akhirnya, Abimu meninggal akibat serangan jantung.”
“Ya. Ummi sangat berduka. Apalagi kematian Abi begitu dekat dengan kecelakaan Kak Nisa.”
“Apa yang terjadi, Alesha?”
“Aku sudah memberitahumu. Kecelakaan. Kecelakaan mobil, tepatnya.”
Andra menangkup dagu Alesha dengan jarinya dan menengadahkan wajah wanita itu ke arahnya. “Bisa lebih rinci lagi?”
“Sudah tidak penting lagi sekarang. Azzam pun tidak akan ingat,” elak Alesha.
“Aku masih menunggu.”
Alesha memejamkan matanya dan berbisik, “Kak Nisa di kejar rentenir Pinjol, mobilnya melanggar jalur pemisah jalan dan menabrak mobil di jalur itu, dia tewas seketika.”
Andra mengumpat dengan keras, merasa marah sekaligus menyesal. Alesha langsung menyadari apa yang sedang dipikirkannya, dan berusaha menghiburnya.
“Itu bukan salahmu, Andra. Kau bahkan tidak tahu Kak Nisa hamil. Jangan menyalahkan dirimu karena merasa meninggalkan seorang gadis dalam masalah. Kak Nisa sendiri yang menjerumuskan dirinya dalam masalah itu, dan kalau bukan denganmu, pasti dengan orang lain."
“Kenapa orang tuamu tidak menghubungiku atau orang tuaku?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤
emang perlu sedangkan kamu saja pergi entah kemana tanpa memikirkan perasaan orang yang kamu tinggal kan
2024-08-20
3
🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤
ohh ternyataaa bukan karma yaa.... teriiiimakasihh kak Irma padahal banyak orng berpikir nyanitu karma ya
2024-08-20
3
🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜
Yaa memang itu bukan sepenuhnya kesalahan Andra... mungkin kalau Andra tahu saat Anissa hamil dia akan langsung bertanggung jawab atas perbuatannya.
2024-08-02
2